Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Dosen Bahasa Indonesia di Beijing

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Arak Sumberwangi

7 Februari 2020   20:19 Diperbarui: 7 Februari 2020   20:28 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat perintah menghentikan produksi datang dari aparat. Para warga sudah lebih tahu, juga konsekuensi yang akan dihadapi. Kabar lain segera datang, dalam perjalanan dan akan sampai pada keesokan hari. Dua truk, tiga mobil, serta puluhan motor beriringan menuju desa, melintasi jalan berkelok dan berlubang, semakin licin karena hujan kecil dua hari tak henti.

Ruangan bawah tanah segera ditutup, guci dan ribuan botol arak disembunyikan. Alat produksi dibersihkan dan ditata rapi kembali. Rumah panjang ditutup. Banyak warga berjaga- di depan gapura masuk desa, sambil menutup dengan kayu. Eko menyarankan para warganya agar tidak bertindak anarkis kepada ormas.

Sebelum fajar tiba, dua orang aparat datang, memberitahu datangnya ormas, 5 jam lagi. Warga menanyakan aparat yang tak bisa menahan para ormas dan mengapa tak ada jalan negosiasi. Aparat membujuk untuk mengikuti permintaan ormas, agar tak terjadi perkelahian massal, dan pembunuhan. Para warga tak lagi mendengar aparat. Eko meminta aparat agar diturunkan bantuan. Namun sudah terlambat, bantuan tidak akan datang secepat para ormas.

Dari balik gunung rombongan mulai terlihat, membawa bendera yang tak asing lagi dilihatnya, hanya ditambah gambar dua pedang di sisi kanan dan kiri, seperti panji-panji kerajaan yang dibawa ke medan laga. Warga Sumberwangi juga menancapkan bendera negara, yang setiap kali dikibarkan pada perayaan kemerdekaan. Para anggota ormas turun dari kendaraan, dipimpin ketuanya berperawakan tinggi besar, melangkah mendekat, memegang toa. Atas nama ormas, pejabat, dan pemerintah daerah, katanya, meminta produksi arak dihentikan  dan menyerahkan sisa-sisa produksi untuk hanguskan di tempat.

Warga Sumberwangi ramai menolak, cekcok dan keributan semakin menghebat, saling lempar sudah dimulai. Ormas memaksa merangsek masuk, menggoyang kayu penghalang, tak sabar lalu membakarnya. Membara, menjilat ke segala arah, dan akhirnya ormas masuk dan mulai mengayun ayunkan kayu sebagai pentungan. Saling lempar batu semakin menjadi-jadi, mengenai kedua pihak, yang terluka dan tak kuat menahan sakit berjatuhan.  

Lik Mo miris melihat kejadian sama seperti 25 tahun lalu, terjadi lagi, di depan mata kepala. Mbok Rono dari kejauhan melihat kekacauan yang sama. Eko tetap mencoba melerai kedua pihak, tak berani berkelahi, terkena sabetan kayu berkali-kali, kemudian jatuh, merintih kesakitan, meminta ampun. Keributan berlangsung selama 2 jam. Satu truk aparat serta pejabat daerah datang, melerai, dan menyarankan agar desa Sumberwangi tak lagi memproduksi arak. Tak ada yang bisa dilakukan para warga, menyerah, dan membiarkan arak-arak hasil produksi berbulan-bulan dibakar. Begitulah nasib yang diterima warga Sumberwangi, sekali lagi.

12.000 km dari desa Sumberwangi, sebuah pameran arak berlangsung. Ratusan arak dikompetisikan dalam berbagai kategori. Arak beraroma wangi dan unik kembali memenangkan kompetisi, tak terkalahkan untuk ketiga kalinya, dalam skala internasional. Eko segera menghubungi pamannya.

"menang lagi Pak Lik, tiga kali berturut-turut." Sambil tertawa girang.

"Syukur lah le, aku sama Mbok Rono ikut senang, warga juga ikut senang. Kowe dari awal sudah niat mau meneruskan sekaligus membantu warga, pasti diberi jalan." Beberapa tetes air mata jatuh membasahi hape kecil Lik Mo.

Arak Sumberwangi kini dikenal masyarakat internasional. Eko membawa pergi sisa arak yang masih disembunyikan saat itu ke luar negeri bersamaan studi S2nya, 3 tahun setelah kejadian penyerangan ormas ke Sumberwangi. Setelah lulus ia mengembangkan arak khas desanya dan dipasarkan secara mandiri, dengan bahan yang didatangkan langsung dari desa, termasuk air, sebagai unsur penting. Tradisi yang diturunkan dari Lik Mo kepada Eko berhasil dilestarikan dengan baik. Desa Sumberwangi yang menjadi pemasok bahan arak menjadi makmur kembali.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun