Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Dosen Bahasa Indonesia di Beijing

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Arak Sumberwangi

7 Februari 2020   20:19 Diperbarui: 7 Februari 2020   20:28 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah pernah berjaya selama ratusan tahun, konsumsi arak kemudian lambat meredup. Prosesi serta ritual masyarakat yang tak lagi dilakukan termasuk penyebabnya, berproses pelan. Para generasi muda dan pendatang menganggap ritual tersebut tidak perlu dilakukan, bahkan dianggap primitif serta pagan oleh kepercayaan baru, yang lebih modern. Satu per satu prosesi ritual hilang dari tradisi masyarakat. Tradisi minum arak pun tak luput dari pelarangan. Dalam satu tahun saja produksi arak Sumberwangi menurun tajam. Dalam beberapa tahun selanjutnya seluruh rumah panjang di Sumberwangi tak lagi memproduksi, bangkrut, tutup. Hanya beberapa rumah saja yang memproduksi untuk permintaan kecil.

Sajian malam sudah tersedia di meja. Lik Mo dan Eko duduk lebih dulu, disusul Mbok Rono yang membawa cobek berisi sambal bawang. Bertiga menyantap lahap santapan pedesaan nan segar.

"Kau tak mau balik lagi ke kota Ko?" tanya Mbok Rono.

"Benar kata bulikmu Ko, di sini kecuali bertani tidak banyak yang bisa dilakukan," silih Lik Mo menyetujui.

"Aku ora betah kerja di kota. Lulus kuliah memang pengen pulang desa, tapi aku coba kerja beberapa tahun ini, cari pengalaman kerja di kota." Sambil meraih tempe yang dicocolkan ke sambal bawang.

"Lha kamu mau kerja apa di sini ? bapakmu masih punya sawah. Sekarang aku yang ngurus, tanam lombok dan timun, tapi hasilnya ora seberapa, beberapa bulan ini harganya turun terus, karena yang impor sudah masuk pasar Kliwon." Lik Mo menjelaskan keadaan desa, serba apa adanya, sedikit mengeluh.

"Produksi arak lagi, di rumah panjang, piye Lik ?" serta merta Eko menawarkan.

"Hus.., kowe ini.., tau sendiri dulu banyak ormas datang ke sini waktu kamu masih SD, kacau di seluruh desa. Ora takut kamu ?" Mbok Rono memperingatkan kejadian pelarangan arak oleh ormas, yang polisi pun tak bisa menyelesaikan, sampai akhirnya arak stop produksi.

"Pasti ada caranya mbok, bagaimanapun arak Sumberwangi adalah kemakmuran desa, dari 600 tahun yang lalu. Bukannya gunung meletus juga pernah menyetop produksi. Perang Diponegoro, piye ? perang revolusi sampai pembersihan PKI ?" jelas Eko seperti seorang ahli sejarah.

"Lalu nanti piye jualnya?" tanya Lik Mo agak meragukan keinginan keponakannya.

"Nanti aku pikir piye caranya, yang penting aku Lik Mo ajari aku gimana cara buat arak." Eko sekali lagi meyakinkan paman, juga minta restu bibinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun