Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Dosen Bahasa Indonesia di Beijing

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Arak Sumberwangi

7 Februari 2020   20:19 Diperbarui: 7 Februari 2020   20:28 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"coba ini, sekitar 9 tahun tuanya, angka baik." Dengan bangga Lik Mo menyodorkan pada Eko.

"tapi sebentar, dihirup pelan aromanya, dari ujung gelas tak perlu sampai menyentuh bawah lobang hidung, aja kesusu. Setelah itu minum pelan dan yang kedua sekali teguk, kering tak bersisa." Lanjut Lik Mo, seorang pakar tak bersertifikat.

Eko mulai mencium aromanya, perlahan, menebak-nebak dalam pikirannya, mencari tahu analogi untuk berkomentar. Wangi, itulah yang pertama dalam pikirannya, namun belum bisa mendeskripsikan. Sruputan pertamanya pun dilakukan. Rasa manis serta lembut sangat kentara. Ketajaman wanginya tak hanya memenuhi hidung namun juga mulut, semakin terasa dan tahan lama, seakan-akan tak mau berakhir. Tegukan dilakukan dengan cepat. Sewaktu masuk ke mulut rasa serta aromanya terasa keras, namun menjadi manis dan menyegarkan setelahnya. Beberapa saat setelahnya, rasa hangat baru terasa, tak menyiksa di awalnya.

Itulah yang dirasakan, lalu dijelaskan kepada pamannya. Lik Mo cukup puas dengan deskripsi rasa yang dideskripsikan keponakannya. Uniknya rasa arak Sumberwangi terletak pada kesegaran air mineral pegunungan, padi atau beras dari tanah subur, dan ragi yang kaya bahan, serta tempat penyimpanan yang cocok. Semua berkolaborasi membentuk rasa yang unik, tak dapat disamai di manapun.  

Proses pembuatan yang rumit dan lama bukan tantangan utama dalam pembuatan arak. Tenaga kerja dan kerja keras selama pembuatan dibutuhkan. Proses penyimpanan juga tidak sebentar dan ritual yang tak boleh dilewati. Tantangan terakhir adalah penjualan, tak tahu apakah bisa terjual di saat sekarang.

"Memang sulit untuk dibayangkan, banyak tantangan, namun bukannya tak ada kesempatan, usahaku akan berbuah, aku yakin Lik." Yakin Eko kepada pamannya.

"Aku ora ragu dengan yakinmu, malah aku juga tanggung jawab, mewariskan tradisi yang turun-temurun ini, meski resikonya juga gedhe." Lik Mo memegang erat pundak kanan keponakannya, tanda kesepakatan dan keyakinan, juga kepercayaan.

Belum sampai pukul 11 siang awan dan kabut menyelimuti tepat di atas air terjun, turun ke persawahan dan rumah-rumah. Daerah Sumberwangi adalah ceruk, dikelilingi pegunungan, bertemperatur cukup rendah dan stabil. Eko, Lik Mo, Mbok Rono, serta beberapa warga memulai untuk membuat arak, pertama dalam jumlah besar, yang lama tak dilakukan. Semua bertanggung jawab, menikmati dari proses ke proses, tak lupa meminta restu, pada sang leluhur, dalam prosesi singkat.

24 hari lamanya lalu proses penyulingan dilakukan. 3 bulan lamanya penyimpanan dilakukan. Arak dikemas dalam botol gerabah tradisional, asli tak berubah. Penduduk desa sekitar telah mendengar kabar dibuatnya kembali arak Sumberwangi, sehingga sewaktu siap dijual banyak orang antri di depan rumah panjang. Arak produksi pertama ini memang hanya cukup untuk konsumen sekarang, para warga desa sekitar, namun tidak tahu bagaimana dengan proses produksi selanjutnya. Eko meyakinkan warga agar tetap memproduksi kembali, melanjutkan kejayaan masa lalu, tanpa ragu-ragu.

Produksi demi produksi dilakukan dan keuntungan mulai dapat dirasakan para warga. Satu per satu rumah panjang dibuka dan kembali digunakan oleh warga, tidak hanya bergantung pada hasil pertanian. Kabar arak Sumberwangi kembali dijual tak hanya sampai ke desa-desa sekitar, kecamatan lain, bahkan provinsi lain tahu dengan cepat. Bukan hanya dari mulut ke mulut, namun juga dari teknologi yang mempercepat. Penjualan setiap bulannya mencapai 1200 liter. Sebagian pejabat pemerintah senang dan mendukung, karena meningkatkan perekonomian. Sebelumnya pemerintah daerah tak tahu bagaimana cara meningkatkan perekomonian warganya. Namun sebagian tidak suka, meminta usul agar tidak dilanjutkan.

Tak butuh lama kabar ini sampai ke ormas yang melarang dan menutup rumah panjang, 25 tahun yang lalu. Meskipun telah berdiskusi dengan aparat keamanan, namun tak ketemu jalan tengah. Rapat setingkat kecamatan bahkan provinsi pun tak menemukan sepakat, selalu buntu. Tidak ada Negosiasi bagi ormas untuk produksi arak ini. Nyali aparat keamanan segera ciut melihat massa ormas yang berdatangan, kecewa tak ditanggapi, berniat mendatangi Sumberwangi, 30 kilometer menempuh jalan pegunungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun