Pengumuman lurah terpilih dibacakan, pak Jono meraup suara lebih banyak daripada pak Yanto. Itu sudah pasti, pak Yanto kalah strategi, serangan fajar bahkan senja tak disadari adalah cara ampuh mendapat suara instan.Â
Tak ada warga yang tanpa pamrih mendukung hanya karena visi misi, namun realistis karena kebutuhan rumah tangga yang semakin melonjak. Dengan tubuh lunglai Pak Yanto mundur, pulang teratur. Pendukung pak Jono bersorak kegirangan, menagih pesta 3 hari 3 malam dengan hiburan organ tunggal.
Di pagi yang sunyi, di kantor desa yang pegawainya masih minum teh tubruk dan gorengan, setelah membuka semua jendela ruangan kepala desa, pak Jono melihat 2 petugas berperawakan tegap namun tambun, datang mencari kepala desa. Dengan bergetar dan berkeringat pak Jono menemuinya dan menerima surat. Tuduhan penggelapan dana desa ternyata benar, dan menjadi berita, di stasiun televisi lokal.Â
Digiring ke mobil, pak Jono tak sempat menoleh ke belakang, kepada para pegawai kantor desa dan para warga. Beton selokan irigasi yang dianggarakan ternyata tidak mencapai target, malah sebagian sisi ambrol.Â
Pak Yanto pun sadar bahwa menjadi lurah ternyata memerlukan biaya besar, namun sesungguhnya tidak akan menerima gaji yang diharapkan, malah mengorbankan kepentingan warga untuk mengembalikan modal. Seperti biasa, bahkan makin getol, pak Yanto mencangkul sawahnya, serta terus mengingat utangnya, dibayar per 3 bulan.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H