Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Adik yang Ajaib

17 Maret 2016   18:37 Diperbarui: 17 Maret 2016   21:07 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah proses itu selesai, ibu saya dan adik saya dibawa ke rumah sakit. Keduanya dibawa ke rumah sakit yang berbeda karena di rumah sakit yang ibu saya tempati tidak memilki inkubator untuk merawat adik saya yang lahir prematur. Mereka berduapun di check dan kesehatan masing masing sangatlah baik.

Sepulang dari rumah sakit, Ibu saya sudah bisa melakukan berbagai aktivitas asal tidak berlebihan , sedangkan adik saya masih dirawat dirumah sakit. Adik saya ini pada awalnya sehat-sehat saja tetapi seminggu kemudian  mulai terjadi berbagai hal aneh padanya dan mulai muncul infeksi-infeksi yang mengancam nyawanya.

Dua minggu kemudian, kondisinya semakin parah dan ayah saya sudah mengeluarkan banyak uang untuk pengobatannya. Ibu saya sampai menangis saat tahu kondisinya lewat telepon. Saya tidak boleh melihat adik saya dirumah sakit karena batasan umur walaupun saya ingin sekali melihat adik saya secara langsung. Saya hanya melihatnya lewat foto-foto yang diambil ibu saya.

Hingga hari ke tujuh belas, keadaan adik saya ini sudah tidak dapat ditolong kembali. Dengan ikhlas ibu saya melepasnya untuk kembali ke sisi Sang Pencipta. Kejadian ini membawa kepedihan bagi semua orang, saya dan adik pertama saya sangatlah sedih saat mendengarnya.

Seluruh keluarga besar saya dari ibu maupun ayah sangatlah terpukul karena mereka tahu bahwa ibu saya sangat ingin memiliki anak perempuan dari dahulu. Tetapi Ibu dan Ayah saya tetap tegar dan menjalani hidupnya kembali seperti biasa. Mereka juga menyiapkan kubur bagi adik saya ini.

Adik saya ini sungguhlah ajaib dan pemberian Tuhan yang sangat berarti. Dia datang tidak diduga, pergipun tidak diduga. Anak perempuan cantik ini memberikan pengalaman bagi banyak orang termasuk saya, dari bagaimana saya dapat melihat hidup dengan kacamata yang berbeda dan mempelajari rasanya kehilangan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun