Mohon tunggu...
Pudjo Sedijono
Pudjo Sedijono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Masa kecil hidup dibantaran sungai Brantas, pernah sekolah TK,SD didesa tepatnya Ds.Losari Ploso Jombang,Melanjutkan sekolah SMEP,SMEA di Kota Jombang. Merantau ke Kota Malang terdampar sampai sekarang tepatnya di Jl.Sanan 67 Malang. Diusia yang semakin larut, melanjutkan cita-cita kuliah S1 dan alhamdulilah selesai tahun 2010 memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjelang Putusan Hakim

27 Oktober 2016   11:23 Diperbarui: 27 Oktober 2016   11:40 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

APA YANG ADA DALAM PIKIRAN JESSICA

Gelisah itu yang mungkin ada dalam pikiran Jessica menjelang putusan Hakim pada tanggal 27 Oktober 2016. Tapi ini bukan ramalan sebagaimana apa yang dikatakan ahli kriminolog bahwa dia pembunuhnya,hanya melihat wajah dan gestur dalam rekaman CCTV. Kegelisahan itu pasti ada pada setiap orang dalam setiap kondisi. Akan tetapi kemungkian ini menjadi tidak ada untuk orang orang tertentu yang sudah sering bahkan biasa menghadapi permasalahan yang rutin dihadapinya. Memang orang pasti mengalami masalah,karena memang hidup adalah merupakan serangkaian masalah. Satu masalah selesai akan diikuti oleh masalah-masalah yang lain bahkan masalah itu datangnya bertubi-tubi dan tak terelakkan.

Pasti dia gelisah sekaligus tertawa,jika memang Jessica pelakunya. Lalu mengapa dia tertawa,betapa tidak! ternyata apa yang selama ini dituduhkan beberapa pihak dan segala tingkah polahnya membuat jaksa menjadi ragu untuk mengajukan tuntutan hukuman mati. Catatan kriminal yang selama ini didengungkan sang sutradara ternyata hanya laporan laporan polisi oleh beberapa orang dan pelanggaran lalu-lintas biasa. Dan jika masalah yang di hadapi sekarang ini suatu hal yang biasa,tentu kegelisahan ini tak akan terjadi.

Namun sebaliknya jika dia bukan pelakunya pasti Jessica akan sangat gelisah dan amat sangat cemas menanti putusan hakim yang akan segera menjatuhkan putusannya. Betapa sakitnya, dia akan menjalani hukuman berapapun lamanya hukuman yang dijatuhkan terhadap perbuatan yang tidak dilakukanya.

DUA ALAT BUKTI DAN KEYAKINAN HAKIM

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang tanpa alat bukti,kecuali sekurang-kurang dua alat bukti yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah pelakunya(Pasal 183 KUHAP). Lalu bagaimana dengan pernyataan Hakim Binsar bahwa dia pernah menghukum orang tanpa alat bukti. Apakah ini sebuah intimidasi atau hanya kepleset lidah,yang tahu hanya hakim binsar sendiri.

Suatu tindak pidana benar-benar terjadi?

Peristiwa meninggalnya Mirna setelah minum Eskopi vietnam pada saat kejadian belum dapat dikatakan sebagai peristiwa tindak pidana pembunuhan berencana. Meskipun kejadian itu terjadi dengan tiba-tiba, didahului setelah minum es kopi tak lama kemudian  Mirna tak sadarkan diri, lalu dalam perjalanan kerumah sakit Mirna meninggal(mati). Gejala sebelum meninggal berdasarkan keterangan saksi diperkuat dengan keterangan Ahli Dr.BS dalam paparannya bahwa gejala-gejala yang timbul sebelum Mirna meniggal sesuai dengan gejala orang keracunan sianida dan ini menjadi pasti setelah ternyata minuman eskopi tersebut mengandung sianida sesuai Bukti Surat Hasil pemeriksan Puslabfor POLRI yang pada pokokya bahwa sisa eskopi yang diminum Mirna mengandung Sianiada sebanyak ±7400 miligram/liter. Berdasar keterangan saksi  dan keterangan ahli yang saling bersesuaian inilah Jaksa berkeyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan.

SIAPA PELAKUNYA?

Dalam peristiwa ini Jessica Kumala Wongso sebagai satu satunya orang yang bertanggung jawab atas meninggalnya Mirna berdasarkan keterangan ahli yang diajukan jaksa,baik ahli Toksikologi maupun ahli IT. Ahli toksikologi menganalisa saat dimasukkannya sianida kedalam gelas. Sementara ahli IT memaparkan bagaimanaJessica menutupi perbuatan agar tidak terlihat CCTV ,bagaimana terdakwa  mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu meletakkan  diatas sesuatu dibalik paperbag.Dan berdasarkan rekaman CCTV ada persesuaian waktu,dimana saat itu es kopi vietnam dalam pengusaan Jessica.

Pertanyaannya; apakah dengan menghadirkan ahli tersebut sudah cukup untuk membutikan,bahwa Jessica pelakunya. Bahwa keterangan ahli toksikologi tentang waktu dimasukkannya sianida kedalam gelas merupakan sebuah analisa atau pendapat yang diperoleh dari hasil pemikiran. Jika merujuk pada pasal 185 (5) KUHAP ,pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari pemikiran saja bukan merupakan keterangan saksi meskipun pada pasal 186 KUHAP tidak menjelaskan tentang hal itu. Dan jika dikaitkan dengan pasal 185(2) KUHAP bahwa keterangan seorang saksi(ahli) saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya. 

Lalu bagaimana dengan dihadirkannya dua ahli toksikologi oleh JPU,saya beranggapan itu dapat  disamakan sebagai pendapat seorang ahli,karena pendapat yang disampaikan ahli toksikologi yang dihadirkan dalam persidangan mempunyai bobot yang sama yakni hanya berdasarkan analisa saja. Ketentuan Ayat (2)pasal 185 dikecualikan apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya sebagiamana tersebut pada ayat (3) dalam pasal 185 KUHAP,serta ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa,sehingga dapat membenarkan adanya kejadian atau keadaan tertentu sebagaimana terurai dalam pasal 185 ayat (4) KUHAP. 

Uraian pasal diatas juga berlaku terhadap Ahli IT yang dihadirkan JPU yang melakukan analisa terhadap CCTV. Ahli tersebut tidak melakukan analisa berdasarkan suatu metodologi sebagaimana pendapat yang disampaikan DR.Simon Sianipar,tetapi ahli hanya sekedar menerka-nerka dengan melakukan pengamatan secara visual pada sebuah atau beberapa gambar yang disesuaikan dengan hasil pemikirannya,dan yang  lebih parah lagi di dalam alam-pikirannya sudah tereduksi oleh sebuah peristiwa.

ALAT BUKTI.

Dalam sebuah persidangan Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan alat bukti yang sah dan dihadirkan oleh jaksa. Barang bukti menjadi alat bukti apabila mempunyai nilai pembuktian, dan  ini yang akan dibuktikan oleh jaksa dalam persidangan.

Barang bukti adalah benda yang tidak dapat bicara kecuali bila telah  dijelaskan oleh ahlinya.

Satu satunya barang bukti yang diyakini keasliannya hanyalah Jasat Mirna Salihin,karena Jasat tersebut tidak dapat dimanipulasi. Sementara barang bukti lainnya menurut Penasihat hukum tidak dapat diyakini keaslianya karena diperoleh tidak melalui prosedur yang benar. Barang Bukti tersebut dapat dimanipulasi;CCTV amat sangat dengan mudah untuk direkayasa sesuai keinginan dan dengan menggunakan program aplikasi tertentu; Sisa minuman es kopi itu direkayasa siapa tahu?: Bukti surat hasil pemeriksaan Labfor POLRI yang menyatakan negatif/positif untuk semua item, dalam beberapa pernyataan Ahli toksikologi dari Polri dimedia masa, ada satu item yaitu BB 4 negative diartikan  itu tidak cukup untuk dianalisa. Sedangkan yang lainya Negatif ya diartikan negati,positif ya diartikan positif,sebuah penafsiran yang tidak umum.   (Baca Juga Benarkah Es Kopi Vietnam Mirna Bersianida).

Jasad Mirna salihin hanyalah sebuah benda mati yang tidak dapat menjelaskan mengapa dia mati, disebabkan oleh apa dia bisa mati dan oleh siapa dia menjadi mati. Oleh karena itu untuk mengetahui penyebab kematian perlu dijelaskan oleh seorang ahli. Untuk penyebab kematian ahli yang dimaksud tentunya hanya dokter tidak yang dengan yang lain! Dokter Forensik(dokter kehakiman)mampu mengetahui kelainan kelainan dalam organ tubuh yang menyebabkan kematian seseorang. Dengan mengetahui kelainan dalam organ tubuh serta dilengkapi hasil pemeriksaan laborat atas organ tersebut dokter dapat memastikan penyebab kematian seseorang. Lantas apa yang terjadi dengan jasat Mirna Salihin, dokter forensik tidak menjelaskan penyebab kematian Mirna Salihin,untuk mengetahuinya menunggu hasil pemeriksaan labfor POLRI. 

Dalam persidangan dokter forensik menyatakan penyebab kematian Mirna hanya berdasarkan pendapat ahli toksikologi yaitu mirna mati karena minum kopi yang mengandung sianida tanpa mempertimbangkan kelainan-kelainan pada organ tubuh yang menyebabkan kematian,ini sesuatu hal yang aneh. Sementara ahli toksikologi tidak mempunyai kewenangan sama sekali untuk menyatakan penyebab kematian Mirna salihin. Lantas bagaimana perlakuan barang bukti(Jasat Mirna) tersebut,apakah dapat dijadikan alat bukti sementara penyebab kematiannya tidak disampaikan oleh ahlinya. Tentu hanya hakim yang berhak menetukan apakah barang bukti itu sah menjadi alat bukti atau tidak,tetapi hakim juga tidak boleh mengesampingkan pasal 186 KUHAP.

HUKUM KAUSALITAS.

Hukum sebab akibat digunakan untuk menentukan apakah seseorang dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya atau tidak. Kausalitas dibangun oleh hubungan antara suatu kejadian (sebab) dan kejadian kedua (akibat atau dampak), yang mana kejadian kedua dipahami sebagai konsekuensi dari yang pertama. Dalam kasus kematian Mirna Salihin, Jaksa mendalilkan bahwa sebab utama adalah karena minum es kopi yang dicampur sianida mengakibatkan mirna Mati.  Penyebab kematian Mirna karena minum es kopi yang didalamnya dicampur dengan sianida dan ini dibuktikan oleh jaksa sebagaimana uraian di atas. Akibatnya Mirna Mati,namun kematian Mirna tidak dapat dipastikan  penyebabnya sebagaimana uraian diatas, sementara ahli patologi menerangkan bahwa gejala-gejala yang  ada sebelum kematian Mirna sesuai dengan gejala pada keracunan sianida. Kata-kata sesuai menunjukan sesuatu yang tidak pasti,sebab kata sesuai berarti bersayap. Akibat kematian Mirna yang tidak jelas penyebabnya maka hukum sausalitas tidak berlaku. Sehingga tuduhan Jaksa atas perbuatan terdakwa yang mengakibatkan kematian Mirna gugur dengan sendirinya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.  

PUTUSAN HAKIM

Hakim dalam mengambil putusan pasti mendasarkan pada bukti-bukti yang ada. Alat bukti tersebut akan memberi petunjuk yang pada akhirnya memberi keyakinan hakim  untuk mengambil keputusan. Dari uraian diatas dan berdasarkan bukti yang ada dalam persidangan, penulis sudah dapat menyimpulkan kira-kira keputusan apa yang akan ditetapkan. Namun penulis tentu akan memperhitungkan suasana batin para hakim sehingga keputusan tersebut akan berbalik seratus delapan puluh derajat bisa saja terjadi. 

Berdasarkan kebiasaan sebagaimana  tulisan saya terdahulu,hakim akan memutus didasari pada keyakinan semata mata karena tuntutan pekerjaan dan yang tidak kalah penting adalah suasana bathin para hakim pasti ada rasa ewuh pakewuh terhadap sesama penegak hukum, kecuali penasehat hukum tentunya. Maka prediksi saya, saya seperti melihat cermin dan hakim pasti memberi hukuman dalam suasana keragu-raguan dan ini bisa dibuktikan dari berapa lama hukuman itu dijatuhkan. Semoga pikiran jelak saya ini tidak terjadi.

Malang,27 Oktober 2016

Penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun