Fenomena rokok elektrik atau vape belakangan ini kembali menghangat. Mulai bulan depan tepatnya tanggal 1 Juli 2018 pemerintah berencana menetapkan cukai sebesar 57% terhadap produk rokok elektrik yang mengandung tembakau dan turunannya. Regulasi ini disambut beragam, ada sebagian yang mencibir tapi mayoritas pengguna vape menyambut baik, karena dengan regulasi ini, paling tidak pemerintah mengakui keberadaan rokok elektrik.
Selama ini banyak dari pelaku bisnis rokok elektrik yang masih kawatir akan kelangsungan usaha mereka. Payung hukum sebagai dasar legalisasi usaha di bidang ini belum jelas, ditambah kurangnya sosialisasi tentang rokok elektrik ke masyarakat.
Rokok elektrik awalnya diciptakan sebagai salah satu media terapi alternatif bagi pecandu rokok konvensional. Makin kesini fungsinya bergeser, ada dari beberapa pengguna yang mengubahnya menjadi sebuah gaya hidup. Bahkan mereka yang tadinya bukan perokok, mulai ikut menikmati rokok elektrik.Â
Sama halnya dengan rokok konvensional, di dalam rokok elektrik juga ada batasan umur dalam penggunaan. Umur 18 tahun merupakan batasan legalitas vaping, dan itu sifatnya mengikat ke seluruh pengguna rokok elektrik.
Disini saya sebagai user akhir, hanya pengguna biasa bukan seller apalagi produsen produk vape, mencoba membahas beberapa persoalan di dunia vaping yang belakangan semakin menjadi sorotan publik. Mulai dari penggunaan rokok elektrik oleh anak umur di bawah 18 tahun, dasar penetapan batasan umur vaping dan persoalan sosial lainnya terkait rokok elektrik.
PENGUNAAN ROKOK ELEKTRIK ANAK DI BAWAH UMUR
Rokok elektrik atau vape berbeda dengan rokok konvensional yang lebih dulu dikenal masyarakat puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Sedangkan vape masih seumur jagung, masih dalam tahap mencari jati diri. Sebagian masyarakat masih menganggap tabu keberadaan rokok elektrik. Mereka masih beranggapan vaping tidak ubahnya seperti rokok konvensional. Disini vaping butuh gambaran umum yang bisa diterima masyarakat secara luas, jauh dari sentimen dan kesan negatif.
Sama seperti rokok konvensional, penggunaan rokok elektrik oleh anak di bawah umur sampai saat ini masih menjadi persoalan yang sulit diatasi. Tingkat kesadaran dan kedewasaan anak di bawah umur dipertanyakan disini, mereka itu anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan mental.Â
Fase dimana sifat keingintahuannya sangat tinggi, itu hal yang bagus tapi jika tanpa dibarengi sikap mental dan rasa tanggung jawab seperti orang dewasa, keberadaan mereka hanya akan merusak bentuk vapescene yang sudah ada. Mohon maaf.. rata-rata dari mereka belum sampe berpikir kesitu, pola pikir mereka sangat sederhana... ngebul dimanapun dan kapanpun dia mau, peduli setan dengan orang lain.
Dari kalangan vaper sendiri masih sering terjadi silang pendapat antara memperbolehkan, di satu sisi tetap melarang sampai usia mereka mencukupi. Alasan sikap permisif ini dilandasi faktor kesehatan, mereka beranggapan lebih baik vaping daripada meneruskan kebiasaan lama mereka mengkonsumsi rokok konvensional. Pada kasus ini, saya berpendapat lebih baik mereka merokok dulu saja, ada beberapa alasan yang mendasar.
Pertama, intensitas merokok anak-anak masih sebatas uang jajan (belum bisa dikategorikan sebagai perokok aktif), dengan mereka merokok masih ada kontrol sosial di lingkup keluarga dan sekolah, aktivitas merokok menjadi terbatas. Ketika mereka pertama kali memutuskan untuk merokok, paling tidak mereka tahu semua risiko yang bakal dihadapi, termasuk dikeluarkan dari sekolah.