Bagi saya, Hanung tidak imbang mengisahkan perjuangan dibandingkan kisah cinta-nya Soekarno yang kontroversial. Dalam film ini, saya menilai lebih disuguhkan kehidupan pribadi Soekarno yang gampang menyukai perempuan dibandingkan ide-ide membangun Indonesia Merdeka. Meski saya tahu kok, sampai ajalnya ada sembilan istri Soekarno.
Namun saya tetap mengapresiasi para tim pembuat film ini. Mengenai sinematografi, Hanung memang berhasil membangun suasana dan lokasi saat pembuangan di Bengkulu pada jaman penjajahan Hindia Belanda dengan baik. Kita seakan jadi tahu suasana saat jaman tersebut.
Kediaman Soekarno di Pegangsaan Timur juga tampil apik dan mirip seperti sebenarnya. Terlebih ketika muncul suara Soekarno membacakan Teks Proklamasi dengan visual layar bioskop hanya hitam. Seakan-akan kita kembali di era revolusi fisik sedang mendengarkan kado terindah kemerdekaan Indonesia lewat siaran suara radio.
Mengenai akting, saya tergetar ketika Ario Bayu begitu baik memerenkan Soekarno. Meski, bagi saya, Maudy Kusnaedi tampil brilian memerankan Inggit Garnasih.
Secara keseluruhan Film Soekarno di mata saya bukanlah master-piece dari karya Hanung Bramantyo. Ayat-Ayat Cinta dan Sang Pencerah masih menjadi film teratas karya Hanung di mata saya. Soekarno seakan menjadi anti-klimaks setelah ekspektasi besar saya terhadap Hanung yang tak pernah mengecewakan saya semenjak dirinya membesut Lentera Merah. [John Tirayoh]
Link : http://entertainment.seruu.com/read/2013/12/16/195492/tendensi-hanung-bramantyo-mengisahkan-soekarno
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H