Mohon tunggu...
John Tirayoh
John Tirayoh Mohon Tunggu... -

"Tuhan Menciptakan Alam Semesta ... Selebihnya Made in China"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film Sabtu Bersama Bapak "Bapak yang Senantiasa Mendampingi"

26 Juli 2016   16:33 Diperbarui: 26 Juli 2016   20:27 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian. Tapi, Bapak ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin dapat mengajarkan kalian"

Suatu ketika kabar buruk itu sampai di telinga Gunawan dan Itje. Gunawan hanya mempunyai satu tahun lagi untuk hidup karena penyakit yang menggerogoti dirinya. Kesedihan meliputi Gunawan dan Itje.

Hasil pernikahannya bersama Itje, sudah mempunyai dua anak kecil saat vonis kematian itu datang. Namun Gunawan tak mau menyerah. Dia tetap ingin menjadi sosok ayah yang berkewajiban menjadi penuntun untuk anaknya.

Lewat rekaman video, Gunawan mempersiapkan segalanya. Rekaman demi rekaman untuk menemani anaknya agar tumbuh menjadi seorang dewasa yang bertanggung-jawab.

Rekaman dari sang ayah menjadi panduan buat Satya dan Cakra. Setiap hari Sabtu, dua anak ini menerima pesan dari sang ayah sembari ditemani oleh sang ibunda. Hingga akhirnya dua anak tersebut sudah menjadi dewasa.

SBB (Sabtu Bersama Bapak) merupakan adaptasi dari novel Adhitya Mulya berjudul sama. Larisnya Novel membuat Maxima Pctures mengangkat ke layar lebar. Lewat tangan Monty Tiwa sebagai sutradara. Abimana, Ira Wibowo, Arifin Putra, Dewa Mahenra, Acha Septriasa, dan Sheila Dara Aisha sebagai mengisi peran utama.

Tak perlu membandingkan SBB antara novel dan film. Karena selalu menjadi alasan klasik bagaimana ratusan halaman musti dikemas dalam durasi kurang lebih 2 jam.

Mengoyak perasaan penonton menjadi kelebihan dalam film SBB. Bagaimana di awal film sudah mencoba menghentak penonton lewat kesedihan Gunawan dan Itje saat menerima kabar vonis kematian. Meskipun Abimana jomplang secara usia dengan Ira Wibowo, namun keduanya memukau dalam penggambaran sepasang suami istri.

Selebihnya ada kisah Satya yang diperankan oleh Arifin Putra berkutat pada kehidupannya dengan Acha yang menjadi sosok istri. Plus kisah Cakra (Dewa Mahenra) yang jenaka dikelilingi teman-teman kantornya dalam mencari jodoh.

Kalimat-kalimat petuah serta pesan kehidupan Adhitya Mulya dalam novel sudah mumpuni untuk membuat film SBB menjadi drama yang menyentuh perasaan penonton. Namun, semua itu musti diracik dengan baik oleh sang sutradara. Itulah peran Monty Tiwa mentransformasikan dalam bentuk visual. Agar kelak tak menjadi cibiran bagi penikmat novel yang mencoba melihat versi layar lebarnya.

Satya dan Rissa sebagai suami-istri yang harmonis tak lepas dari problematika yang ada. Pesan Sang Bapak menjadi acuan Satya. Namun, bukan berarti tak akan ada masalah. Keduanya musti saling kompromi untuk menjalani kehidupan sebagai suami istri.  Adegan demi adegan Satya dan Rissa, apik dan begitu natural untuk penggambaran kehidupan suami-istri.

Tak musti selalu serius dan mendayu-dayu, kisah jenaka dituangkan dalam diri Cakra yang mencari jodoh. Bersama teman-teman kantor-nya, adegan-adegan kelucuan mengundang tawa segar dan menghibur. Tapi itupun tak musti selalu komedi yang muncul setiap saat. Pada akhirnya Cakra tampil dalam sosok dewasa ketika bersama dengan tokoh karakter Ayu.

Adaptasi dari Novel memang selalu perjudian besar bagi dunia perfilman. Salah rumus akan menjadi bencana besar. Masih teringat dalam ingatan saya ketika Edensor dibuat ke layar lebar. Meski ada Lukman Sardi, namun film Edensor babak belur versi film-nya. Edensor sulit untuk menjadi visual berkualitas seperti novel-nya yang menarik.

Namun SBB tampil memukau dan menyentuh kalbu. Imajinasi dan pesan dari Adhitya Mulya sebagai pengarang cerita, mampu diterjemahkan oleh Monty dan segenap pemeran dalam film ini.

Terima-kasih perlu ditujukan kepada rumah produksi yang tak pelit untuk memberikan budget untuk adegan Satya dan Rissa saat tinggal di Kota Paris. Penggambaran kehidupan mereka di Kota Paris, tampil maksimal dengan pemandangan kota Eropa tersebut. Sehingga menambah kelebihan dalam film ini.

SBB menjadi film drama memukau yang menyentuh kalbu dan juga kombinasi adegan-adegan jenaka. Kalimat-kalimat sakti Adhitya Mulya mampu meneteskan air mata selama adegan demi adegan tersaji. Kedewasaan dalam berkeluarga dalam menjalani hidup menjadi pesan yang bisa dipetik dari film ini.

Sabtu Bersama Bapak adalah unggulan karya sineas Indonesia yang berkualitas. Selamat menonton.  

Nilai 7.5/10 Bintang

Klik disini untuk melihat trailer film Sabtu Bersama Bapak

Review ini dimuat di SINI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun