Tak musti selalu serius dan mendayu-dayu, kisah jenaka dituangkan dalam diri Cakra yang mencari jodoh. Bersama teman-teman kantor-nya, adegan-adegan kelucuan mengundang tawa segar dan menghibur. Tapi itupun tak musti selalu komedi yang muncul setiap saat. Pada akhirnya Cakra tampil dalam sosok dewasa ketika bersama dengan tokoh karakter Ayu.
Adaptasi dari Novel memang selalu perjudian besar bagi dunia perfilman. Salah rumus akan menjadi bencana besar. Masih teringat dalam ingatan saya ketika Edensor dibuat ke layar lebar. Meski ada Lukman Sardi, namun film Edensor babak belur versi film-nya. Edensor sulit untuk menjadi visual berkualitas seperti novel-nya yang menarik.
Namun SBB tampil memukau dan menyentuh kalbu. Imajinasi dan pesan dari Adhitya Mulya sebagai pengarang cerita, mampu diterjemahkan oleh Monty dan segenap pemeran dalam film ini.
Terima-kasih perlu ditujukan kepada rumah produksi yang tak pelit untuk memberikan budget untuk adegan Satya dan Rissa saat tinggal di Kota Paris. Penggambaran kehidupan mereka di Kota Paris, tampil maksimal dengan pemandangan kota Eropa tersebut. Sehingga menambah kelebihan dalam film ini.
SBB menjadi film drama memukau yang menyentuh kalbu dan juga kombinasi adegan-adegan jenaka. Kalimat-kalimat sakti Adhitya Mulya mampu meneteskan air mata selama adegan demi adegan tersaji. Kedewasaan dalam berkeluarga dalam menjalani hidup menjadi pesan yang bisa dipetik dari film ini.
Sabtu Bersama Bapak adalah unggulan karya sineas Indonesia yang berkualitas. Selamat menonton. Â
Nilai 7.5/10 Bintang
Klik disini untuk melihat trailer film Sabtu Bersama Bapak
Review ini dimuat di SINI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H