Mohon tunggu...
Johny Marsindang
Johny Marsindang Mohon Tunggu... pengamat kebijakan publik -

Koordinator jaringan advokasi pangan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Apa kabar Lembaga Pangan?

20 April 2018   16:19 Diperbarui: 12 Mei 2018   17:15 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indoenesia. Sehingga kelangkaan pasokan beras akan berdampak yang berantai terhadap komoditas lainnya yang ada di pasaran.  Tidaklah berlebihan jika pakar perberasan, Prof Beddu Amang, Kepala BULOG di era Presiden Soeharto, sering menyebut istilah bahwa beras adalah komoditas yang sangat sensitif (highly sensitive commodity). 

Kenapa demikian, orang masih masih bisa bertahan jika tidak bisa tempat tinggal, orang masih bisa bertahan walau tidak memiliki kendaraan, orang masih bisa bertahan hanya dengan pakaian seadanya yang berganti hanya pakaian yang itu-itu saja dari waktu ke waktu. Tetapi apakah orang bisa bertahan jika tidak makan.

Siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan pasokan pangan pokok (beras) di pasaran, Pemerintah atau pelaku bisnis perberasan ? Itulah yang menjadi pekerjaan besar yang sampai saat ini belum terjawab. Orang mungkin bisa saja menjawab itu adalah tugas pemerintah. Pertanyaan kritisnya Apakah beras merupakan barang publik atau barang privat ? Dalam jumlah berapa yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menyedian pangan pokok?.

Bagi kalangan swasta ini adalah peluang yang besar bahkan cukup menjanjikan. Dimana-mana pada saat terjadi kelangkaan ditemukan oleh aparat kepolisian adanya penimbunan yang dilakukan oleh oknum tertentu. Pemberitaan ini hampir menghiasi semua media baik cetak maupun elektronik atau media sosial (medsos). Dampak pemberitaan ini membuat beberapa pedagang di lapangan banyak yang merasa tidak nyaman melakukan aktivitas perdagangan baik dari pembelian, pengolahan sampai pemasaran.

Namun pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 yang mengatur kriteria tentang penimbunan terutama berkaitan dengan kebutuhan masyarakat banyak. 

Jangan sampai ketidakmampuan mengungkap siapa sesungguhnya yang mempermainkan pangan sehingga tuduhan dialamatkan kepada mafia perberasan yang menyebabkan harga menjadi naik di pasaran. Bisa jadi memang ada oknum yang bermain. Namun apa benar semua pedagang melakukan malpraktik bisnis seperti itu. Ini perlu dibuktikan di lapangan.

Kementrian Pertanian RI dengan segala upaya telah melakukan usaha yang sangat signifikan antara lain program upaya khusus -- upaya khusus melalui luas tambah tanam. Kegiatan ini tidak tanggung-tanggung  seperti melibatkan TNI baik dari percepatan luas tambah tanam sampai pembelian gabah dari petani. 

Program ini juga dibarengi dengan pengerukan waduk dan perbaikan sarana irigasi, program bantuan benih, pengawalan pupuk, obat-obatan, penyediaan alsintan (alat dan mesin pertanian berupa transplanter dan combine harvester), pengoptimalan peran BULOG dalam penyerapan gabah dari petani, optimalisasi Dinas Pertanian melalui pemberdayaan petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari iming-iming pemberian bonus sampai diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Serta yang paling mutakhir adalah menyediakan instrumen asuransi pertanian agar petani dapat dibantu jika mereka gagal dalam pertanamannya di lapangan baik yang disebabkan oleh hama penyakit maupun bencana alam.

Dulu lembaga logistik yang didirikan seperti BULOG merupakan lembaga yang menangani masalah perberasan. Seiring dengan perjalan pemerintah an semakin lama peran yang diemban oleh lembaga Bulog semakain berkurang bahkan nyaris tidak terdengar lagi. 

Siapa yang mengganti peran itu? Pemerintah melalui Kementrian Pertanian RI mendorong petani melakukan penanaman padi dengan menyediakan anggaran yang sangat besar untuk mendukung kegiatan ini. Bahkan anggaran yang digelontorkan tidak tanggung-tanggung sampai melebihi puluhan trilyun rupiah. Suatu anggaran yang sangat besar dalam sejarah pembangunan pertanian di Indonesia.

Dalam penanganan stabilisasi harga yang melakukan peran lebih banyak adalah kementrian perdagangan RI bersama instansi terkait yang di provinsi/kab /kota melalui dinas perdagangan dan BULOG bahkan melalui program yang sengaja diciptakan untuk itu dalam rangka menekan inflasi, misalnya melalui program Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun