Oleh John Lobo
Seiring perjalanan waktu , usia kedua anak kami saat ini mulai beranjak remaja. Clay usianya 15 tahun dua bulan sedangkan sang adik Diego 13 tahun 4 bulan. Usia mereka berdua terpaut  11 bulan saja. Kini Clay baru memasuki kelas X SMA dan mengambil jurusan IPA serta Diego berada di kelas VIII SMP.Â
Beberapa perbedaan diantara keduanya sangat menyolok mulai dari karakter, cara berkomunkasi, selera makan, cara belajar, hingga kesenangan istimewanya yang dilakukan pada waktu senggang dimana Clay menekuni musik Gereja dengan bermain organ dan Diego memilih bermain sepak bola.
Pagi ini, Senin (13/9/2021) sembari sarapan, saya menyampaikan kepada Diego " De, nanti bapak yang antar ke sekolah" ?. Spontan Diego menjawab" Papa, Mama biarkan saya dan kakak mandiri, sekolah saya dan kak Clay kan dekat. Biarkan kakak ke sekolah pakai sepeda motor dan saya memakai sepeda"..Â
Setelah menuntaskan sarapan, Diegopun pamit, minta berkat, dan berangkat ke sekolah dengan menggunakan sepeda Phoenixnya yang berwarna biru. Sementara Clay mengikuti KBM secara daring dari rumah.
Jarak dari rumah ke sekolah Clay sekitar 580 meter dan ke SMP Negeri 4 tempatnya  Diego mengais ilmu sekitar 1.500 Meter. Jawaban Diego masuk akal, mengingat jarak tempuh menuju sekolah mereka berdua tidak membutuhkan waktu yang lama . Jika menggunakan sepeda sekitar 20 menit dan ke SMA menggunakan sepeda motor hanya 5 menit lamanya.
Mendengar Jawaban Diego istriku memandang saya sembari tersenyum dan seolah-olah menyampaikan sesuatu bahwa ada alasan lain yang tersirat dibalik jawaban tersebut.
Jawaban Diego memberikan sebuah penegasan bahwa sebagai orang tua kami diajak untuk mengerti dan memahami serta memperlakukan mereka berdua bukan seperti waktu Taman Kanak-kanak (TKK) maupun Sekolah Dasar (SD) dimana berangkat sekolah harus diantar dan menunggu didepan gerbang sekolah ketika akan menjemput pulang. Â
Melalui pengalaman di meja pagi tadi sebagai orang tua kami diajak untuk memahami perubahan sosial dan emosional seperti yang dialami Diego dan Clay dimana mereka ingin kemandirian.Â
Pada usia 13-15 tahun mereka ingin agar bisa melakukan sesuatu secara mandiri tanpa bergantung pada orang lain, sekalipun itu orang tuanya.Â
Mereka mulai pergi sendiri tanpa ditemani oleh siapapun, menghabiskan waktu luang sendiri. Bahkan saat ini Clay dan diego lebih senang menghabiskan waktu bersama teman untuk ngobrol, bermain game, dll.
Melalui pengalaman di meja makan pagi nilai tanggung jawab mulai tumbuh dalam diri Clay dan Diego. Misalnya Clay yang tertarik menjadi pengurus Osis di sekolah atau Diego yang mulai mencuci pakaiannya olahraganya sendiri ketika pulang latihan sepak bola.
Bahkan saya amati diantara mereka mulai penasaran dengan banyak hal serta adanya keinginan yang kuat untuk melakukan berbagai hal sebagai ajang mencari pengalaman termasuk dengan hal-hal yang cukup beresiko seperti Clay setelah diminta bantuan untuk mengantar mamanya bukan langsung pulang ke rumah tetapi ingin jalan-jalan ke beberapa tempat di kota Mojokerto.
Memasuki awal masa remaja Clay dan Diego kami mendapatkan banyak pengalaman baru, seperti; cara dan penggunaan bahasa ketika berkomunuikasi, merespon pendapat orang tua, peduli terhadap beberapa pekerjaan di rumah, dll.
Papa, Mama kami ingin mandiri merupakan ungkapan eksplisit dari Clay dan Diego bahwa sudah saatnya mereka diberi ruang untuk berkembang sesuai dengan kapasitas yang dimiliki namun tetap dalam pengawasan orang tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H