Mohon tunggu...
Frans Komodo
Frans Komodo Mohon Tunggu... Sales - Penyintas

Penyuka keragaman daerah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pasca Risma, Surabaya Harus "Next Level"

21 Oktober 2020   16:24 Diperbarui: 21 Oktober 2020   16:29 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : website Pemkot Surabaya

Kota Surabaya telah menjadi rujukan bagi Bupati/Walikota di Indonesia. Berbagai prestasi dan kinerja moncer Kota Surabaya, memang wajar jika kota pahlawan ini menjadi perbincangan. Bahkan hiruk pikuk Jakarta pun sering dikaitkan dengan Surabaya.  

Sosok yang telah merubah kota Surabaya sampai seperti ini, tidak lain adalah Bu Risma. Walikota Surabaya selama 2 periode yang tingkat keterpilihannya dapat dikatakan "mutlak" dengan selisih yang sangat besar dibandingkan lawannya.

Penghargaan kota Surabaya tidak hanya level nasional, bahkan internasional. Sehingga Sosok Risma selalu muncul ketika ada dinamika ponnlitik nasional maupun daerah lainnya. 

Bagaimana netizen ramai memperbincangkan Pilkada DKI tahun 2017, atau menyebut-nyebut nama Risma sebagai salah satu kandidat menteri Presiden Jokowi setelah piplres 2014 maupun 2019. Sehingga seolah-olah warga Kota Surabaya diberkahi dengan sosok pemimpin kelas nasional yang memberikan kemajuan bagi kota Pahlawan.

UU tidak memungkinkan Risma untuk mencalonkan diri ketiga kalinya. Siapapun akan mengatakan, jika Risma diperbolehkan mencalonkan diri, maka dipastikan akan terpilih kembali. Menarik melihat Kota Surabaya pasca era Risma.

Apakah Kota Surabaya sudah menjadi kota yang sempurna, tentu saja jawabannya adalah belum. Pembangunan di Surabaya sudah maju, itu harus diakui. Indeks ekonomi Surabaya berada di atas rata-rata kota di Jawa Timur, itu juga harus diakui pula. 

Namun ternyata, selama kepemimpinan Risma, ada daerah lain di Jawa Timur yang kinerjanya diatas Kota Surabaya. Ini tentu menjadi ruang perbaikan bagi siapapun yang akan terpilih menjadi Walikota pada PIlkada Desember 2020.

Surabaya sudah memiliki modal pembangunan yang besar dari berbagai sisi. Sehingga dengan jeli, selama kepemimpinan Risma membangun kota dari perspektif publik seperti perbaikan taman, lokasi bekas pembuangan sampah diubah menjadi taman, ruang terbuka yang semakin banyak untuk interaksi warga Surabaya, membangun governance dengan penerapan IT untuk berbagai layanan guna memangkas birokrasi. 

Bahkan beberapa pihak mengatakan, Kota Surabaya itu bisa "autopilot", gak butuh pemimpin karena semua sudah berjalan, keterlibatan masyarakat dan kalangan dunia usaha sudah kuat.

Berbicara pembangunan daerah, maka tingkat keberhasilan mesti dalam perspektif jangka panjang. Membandingkan hal tersebut, maka kira-kira 10 tahun yang lalu bagaimana potret Surabaya dan potret Banyuwangi. Maka dapat dikatakan ibarat bumi dan langit, jauhh sekali perbedaannya. 

Setiap pegawai yang dimutasi ke Banyuwangi tentu merasa ditugaskan di ujung Jawa yang terpencil, terlebih dalam mitos dan cerita jaman dahulu, Banyuwangi kental dengan sebutan daerah jahat.

Tokoh jahat minak jinggo dan lainnya adalah berasal dari daerah ini. Saat itu Banyuwangi dapat sedikit menarik, karena merupakan pintu gerbang menuju Bali dari pulau Jawa.

Bicara pembangunan ekonomi, saat ini harus diakui Banyuwangi memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan Surabaya. Meskipun jika berbicara produk domestik bruto, tentu Banyuwangi masih tidak ada apa-apanya dibandingkan Surabaya. 

Mungkin saja, 50 tahun kedepan secara ukuran, termasuk PDB bisa saja Banyuwangi akan mengalahkan Surabaya. Siapa sangka negara Tiongkok yang di tahun 1980 an masih belum menembus 20 besar negara PDB dunia, sejak tahun 2010 atau hanya 30 tahun sudah menjadi negara dengan PDB terbesar di dunia.

Persoalan Kota Surabaya yang akan menjadi pekerjaan rumah walikota terpilih diantaranya adalah :

  • Banjir. Masalah klasik yang meskipun sudah dilakukan upaya kerja keras, banjir masih terjadi. Butuh terobosan agar solusinya menjadi lebih permanen
  • Kemacetan. Tidak dapat dipungkiri, kemacetan Surabaya sudah mulai menjengkelkan. Pembangunan frontage maupun MERR masih harus didukung dengan upaya lain, termasuk salah satunya adalah pemerataan/menggeser pusat ekonomi agar ada distribusi beban.
  • Recovery ekonomi pasca wabah Covid-19. Sebagai kota jasa, maka dampaknya akan lebih terasa dibandingkan dengan daerah yang mengandalkan komoditas. Ekonomi Surabaya yang ditopang oleh jasa seperti MICE, hotel dan lainnya sangat terasa.
  • Pemerataan pembangunan. Masih terlihat pembangunan kota, dalam hal ini secara infrastruktur terpusat di kota dan daerah barat. Wajah ekonomi di Surabaya Utara dan Timur, seperti sulit berkembang. Nampak ketimpangan yang nyata di barat dengan wilayah utara/timur. Pembangunan ekonomi berbasis pasar harus digerakkan, revitalisasi pasar sebagai alternatif pusat ekonomi rakyat harus dilakukan agar masyarakat pinggiran dapat terberdayakan.

Menarik melihat sistem pemerintahan dengan sistem korporasi. Terkadang pemegang saham korporasi memilih mengangkat CEO dari luar (bukan pegawai) karena ingin melihat overview yang lebih luas ditengah persaingan yang ketat. 

Terlihat Google, Apple, Alibaba telah menerapkan hal ini. Memang Tim Cook berasal dari Apple, tetapi sejatinya dia adalah orang luar yang dengan talenta yang dimiliki dibujuk oleh Steve Jobs untuk bergabung ke Apple. 

Terlihat meski ditinggalkan Steve Jobs, justru Apple makin moncer dan menjadi perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di dunia sebelum dikalahkan Amazon.

Sosok kepemimpinan Surabaya yang dominan dari birokrasi seperti Risma, Bambang DH (mantan anggota DPRD), Sunarto dll memang mampu menjaga Kota Surabaya tetap stabil, sehingga modal besar kota ini dapat dijaga dengan baik. 

Namun diera keterbukaan, digitalisasi dan tentu saja pandemi Covid-19, maka sosok pemimpin Surabaya harus berada pada "Next Level". Menjalankan kepemimpinan yang lebih kolaboratif, partisipatif serta inovasi kekinian seiring tren digitalisasi adalah upaya membawa Kota Surabaya menuju "Next level".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun