Mohon tunggu...
Handy Chandra van AB (JBM)
Handy Chandra van AB (JBM) Mohon Tunggu... Konsultan - Maritime || Marketing || Leadership

Badai ide dan opini personal.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Singapura, Pengisap Pasir Tetangga

9 Juli 2020   15:10 Diperbarui: 13 Juli 2020   10:53 3278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara inilah yang bikin heboh tahun 2001-2003, gara-gara aktivitas impor pasir laut dari Indonesia. Hebohnya karena ribut-ribut soal batas negara yang bergeser, merugikan Indonesia. Kenapa demikian heboh?

Karena cara perhitungan batas negara (yang berada di laut) adalah dari garis pantai saat surut. Lha, Singapura punya pantai bergeser jauh ke laut karena reklamasi. Dia untung kita tekor.

Terjadilah perang diplomasi dan hukum internasional. Singkat cerita, Indonesia memutuskan menghentikan ekspor pasir laut, dari kepulauan Bangka Belitung, kepulauan Riau dan sekitarnya. Indonesia menang. Tahun 2003, impor pasir berhenti dari tetangga selatan.

Cari Pasir ke Malaysia dan ALKI

Tidak hilang akal, Singapura mencari acara agar bisa lanjut proyek reklamasinya. Soalnya ini menyangkut duit, Singapore dollar. Menyangkut kepercayaan investor properti dan investor lainnya.

Berhasil. Malaysia masih mengizinkan pasir lautnya dikeruk. Tetapi, negeri dengan ikon Merlion Park melakukan aktivitas reklamasi sampai 2019 saja. Karena Malaysia ikut-ikutan melarang ekspor pasir ke negeri pulau tersebut. Tahun itu, impor pasir dari tetangga utara setop.

Cari akal lagi orang-orangnya PM. Lee Kuan Yew (alm), dan berhasil lagi. Kali ini tetangga tak bernama.

Bagaimana bisa tetap melakukan reklamasi, tapi keran ekspor pasir laut dari indonesia dan Malaysia sudah ditutup?

Triknya sederhana. Kapal pengeruk atau penyedot pasir laut berlayar di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) sepanjang selat Malaka.

Setelah penuh, balik lagi lewat jalur yang sama, lalu bongkar muatan di Singapura.

Bagaimana cara lolos dari pengawasan dan otoritas perairan di Indonesia? Sangat mudah, karena hal teknis kemaritiman.

Tapi saya tidak akan cerita, karena jenis infonya "classified". Otoritas berwenang yang bisa memberikan pernyataan. Poin intinya adalah memanfaatkan alur ALKI.

Sejak reklamasi pertama kali tahun 1822, wilayah Singapura sudah berkembang 25% sampai sekarang. Dari sekitar 58 ribu hektar menjadi 72 ribu hektar adalah angka pertumbuhan yang sangat besar.

Mayoritas lahannya dipergunakan untuk memperkuat bisnis pelabuhan, sebagai hub-port (pelabuhan simpul) kawasan Asia Tenggara menuju Amerika dan Eropa. Juga bandar udara, yang secara de-facto menjadi hub-airport ke Eropa.

Catatan Positif Dampak Reklamasi

Bicara soal ekonomi, pada koran Kompas edisi Jumat, 03 Juli 2020 menyebutkan, pendapatan kotor per kapita Singapura sudah di level 59.590 dolar Amerika.

Indonesia masih pada 4.050 dolar Amerika. Sekali lagi, adalah fakta bahwa, Singapura menambah 25% lahan daratan menjadi komersial aktif dan menjadikannya sumberdaya untuk menjadi macan finansial Asia.

Banyak memori bagus saat ke negara pulau ini. Obyek wisatanya, disiplin sosial tentang sampah, keramaian, tata cara demonstrasi, bandar udaranya yang paling maju di kawasan Asia Tenggara, transportasi MRT (mass rapid transport), dan banyak lagi.

Cukup dengan bermodal passport dan duit 1,7 juta tahun 2012, saya pertama kali ke Singapore bersama kawan-kawan dari Jakarta, pergi-pulang, by plane. Lalu 2015 lewat Batam, ikut kapal cepat. Murah kok jalan-jalan kesana.

Tapi yang paling unik, menurut saya, adalah suasana saat masuk dengan kapal penyeberangan dari Batam ke Singapura.

Di sana, mohon maaf, seakan-akan dari kawasan kurang beradab ke kawasan sangat beradab. Dari kawasan kurang sekali disiplinnya, ke kawasan sangat disiplin. Biasanya meludah sembarangan, sekarang harus diatur kapan meludahnya. Biasanya nyampah sembrono, jadi tertib buang sampah pada tempatnya. Lucu memang.

Dari Singapura bisa kita belajar bahwa, mengelola aspek budaya atau aspek manusia pada ruang reklamasi, sama vitalnya dengan aspek ekonomi. Punya banyak pulau, tapi tidak disiplin manusianya menjaga dan merawatnya, yah percuma juga.

Semoga negara yang punya 17.504 pulau bisa merawat dan menjaganya menjadi asset yang memakmurkan segenap anak negeri.

Lantai 3, Tigaraksa, Banten.

Ini adalah trilogi kedua, tentang reklamasi. Trilogi pertamanya, "Belanda, Pecandu Bisnis Reklamasi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun