Kompasianer, tulisan ini adalah prinsip konservatif soal perduitan. Buat para ahli, anggap saja refreshing. Buat newbie, semoga bermanfaat.
Tokoh Kaya dan Kecerdasan
Banyak orang hiper kaya (triliuner) tinggal di provinsi Banten. Data detail siapa saja mereka, tentu ada di kantor Dinas Kependudukan Provinsi, yang mengurus KTP dan Kartu Keluarga. Namun berdasarkan cerita beberapa teman dan peta dari aplikasi Google-map, salah satu triliuner bisa di tandai rumahnya. Dialah Bapak Dr. Mochtar Riady, sang pendiri Lippo Group.Â
Provinsi pecahan dari Jawa Barat ini juga merupakan lokasi proyek-proyek besar orang kaya Indonesia. Proyek properti kelompok Korporasi Ciputra, proyek properti kelompok Korporasi Sinar Mas, Korporasi properti Alam Sutera, Kelompok Jaya Property, dll. Lalu ada juga industri lain, seperti Grup Petro Kimia Chandra Asri, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Angkasa Pura (Bandara Soekarno-Hatta), Korporasi Penerbangan Lion Air (Bandara perawatan dan logistik, Sekolah Pilot dan kru, asrama karyawan, dll). Intinya, pelaku ekonomi banyak sekali di Banten.
Jika dilakukan valuasi (penilaian), nilai keuangannya sekitar puluhan triliun rupiah, per proyek, atau per perusahaan. Karenanya, Banten sangat vital dalam perekonomian Indonesia.
Selain orang kaya, banyak juga orang super cerdas (Professor) tinggal di Banten. Prof. Yohanes Surya adalah salah satunya. Beliau adalah orang super cerdas Ilmu Fisika. Prof. Onno W. Purbo, pakar Informatik. Mereka berdua pernah saya temui berhadapan muka berdiskusi, sekitar tahun 2007-2008. Saat itu, proyek pendidikan yang dikembangkan mereka, nilainya puluhan miliar rupiah.
Kekayaan dan kecerdasan pasti ada korelasinya. Tokoh hiper kaya pasti cerdas, dan tokoh super cerdas juga kaya. Namun demikian, memasuki tahun 2020, semua orang kaya, miskin, orang cerdas, awam, semua kena dampak pandemi virus korona (Covid-19). Rencana dan skenario usaha, sekolah, bisnis, dan proyek berubah drastis.
Selain kehebohan pandemi Covid-19, ada heboh lain di tahun 2020. Pelakunya adalah Jack Ma, Â salah satu orang hiper kaya (juga super pintar) dari Tiongkok. Hebohnya, dia merugi sekitar 22 triliun Rupiah dalam sehari pada bulan Mei 2020. Menurut informasi (www.money.kompas.com), penyebabnya adalah karena nilai saham perusahaan Alibaba turun drastis. Â Jadi, Pendiri Alibaba ini hanya rugi secara finansial/keuangan, bukan secara riil (realita). Tetapi nilainya tetap heboh.
Dunia Riil dan Dunia Keuangan.
Dunia (sistem) keuangan memang agak berbeda dengan dunia riil (realita). Perbedaan utamanya adalah pada nilai, baik psikologis maupun logis. Ambil contoh rumah. Secara  riil, dalam aspek logis, rumah adalah barang berharga. Tetapi dalam sistem keuangan, belum tentu berharga, bisa saja sampah, bisa juga sangat mahal, tergantung logika parameter ekonomi umum dan psikologi pasar.
Bingung ya? Saya buat lebih mudah. Kembali ke contoh rumah. Kita samakan ukuran luas tanah 100 meter persegi dan bangunan 100 meter persegi (LT/LB 100/100). Di Jakarta, rumah LT/LB 100/100 harganya sekitar 6 s.d. 8 miliar rupiah.Â
Di kota Serang (Banten), dengan spesifikasi sama, paling mahal 600 juta s.d. 900 juta rupiah. Kenapa bisa berbeda jauh (Jakarta lebih mahal)? Karena aspek logis (lokasi dekat pusat perekonomian, pusat pemerintahan, dan nilai tawaran yg tinggi) dan psikologis (lebih aman, lebih nyaman, lebih dekat ke fasilitas penting, dan persepsi pasar/pembeli).Â
Jadi secara riil, memiliki rumah LB/LT 100/100 di Jakarta atau di Serang, dengan spesifikasi yang identik, sama-sama berharga. Tapi secara sistem keuangan, harga di Jakarta lebih baik dibandingkan di Serang. Karena faktor logis dan psikologis yg telah dijelaskan sebelumnya.
Dunia riil tidak bisa bekerja dengan baik, tanpa dukungan sistem keuangan. Sebaliknya, sistem keuangan tanpa pondasi/dasar dunia riil, nilainya rendah. Bahkan bisa tidak bernilai, seperti yang terjadi di Zimbabwe (Afrika). Kurs mata uang 10 ribu rupiah, senilai dengan 6,8 juta trilliun (ada 15 digit angka dibelakang angka 6) dollar Zimbabwe. Benar-benar uang sampah.
Hal yang terjadi di Zimbabwe karena kecerobohan pihak Bank Sentral negara itu. Mereka mencetak uang tanpa didasarkan pertumbuhan ekonomi riil. Keputusan yang sangat tidak cerdas. Sehingga menghasilkan uang sampah.Â
Peran Bank Sentral (Central Bank) Indonesia atau Bank Indonesia (BI)
Bank Indonesia (BI) merupakan induk, yang melahirkan dan  memberikan wewenang kepada bank-bank umum dalam melaksanakan berbagai fungsi sistem keuangan, di Indonesia. Contohnya, bank umum yang dikelola BUMN: Bank Mandiri, Bank BTN, Bank BRI, Bank BNI 46, dll. Contoh bank umum yang dikelola swasta: Bank BCA, Bank OCBC NISP, Bank Jasa Jakarta, Bank Permata, dll.Â
Kategori atau level bank juga berbeda-beda. Ada yang modal atau kapitalisasinya besar, medium dan kecil. Ada kategori bank Umum, bank Syariah, bank Devisa, bank Asing, dan lain sebagainya. Buat yang mau memperkaya wawasan, dapat dilihat pada UU No. 10 tahun 1998, tentang Perbankan.
Sebagai induk perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (www.bi.go.id). Nilai rupiah yang stabil di jaga pula secara kolektif. Hal ini dilakukan dengan kolaborasi kerja lembaga keuangan utama.Â
Pemerintah telah memiliki suatu organisasi kerja untuk menjaga kestabilan sistem keuangan, dinamakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Komite ini beranggotakan Gubernur BI, Menteri Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Secara kolektif, mereka berempat menjaga kestabilan sistem keuangan di negara Indonesia. Namun demikian, BI tetap menjadi "Kapten" dari tim Indonesia dalam "permainan" nilai tukar rupiah. Sebuah tugas yang berat dan tanggung jawab yang besar, terhadap 270 juta penduduk Indonesia. Saat tulisan ini disusun, kurs rupiah terhadap 1 dollar US (US$) adalah 14.733. Data 30 April 2020, BI memiliki cadangan devisa US$ 127,880 miliar.
Korelasi BI dengan orang kaya
Orang dikatakan atau dianggap kaya, pasti diukur dengan nilai uang yang dia miliki. Jika dia punya mobil (benda riil), maka nilainya dikonversi jadi nilai uang, misalnya Rp. 10 miliar. Dia punya rumah (benda riil), maka nilainya dikonversi menjadi Rp.124 miliar (contoh saja). Â Uang di bank umum (umpamanya) Rp. 1 triliun. Jadi total kekayaannya dari mobil, rumah dan tabungan sebesar Rp 1.134 miliar, atau diringkas Rp. 1,1 triliun.
Para konglomerat atau hiper kaya sudah pasti memanfaatkan peran BI, khususnya dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Buat apa? Banyak sekali. Antara lain:
- Menyusun proyeksi bisnis baru atau ekspansi usaha.
- Mengambil kredit (dengan penjaminan asset yang dimiliki untuk modal usaha atau ekspansi usaha).
- Membuat giro agar bisa memudahkan pembayaran kepada para kontraktor, pemasok, dan mitra.
- dll
Dengan nilai tukar rupiah yang stabil, bank-bank umum bisa menghitung resiko dan keuntungan pembiayaan proyek-proyek besar milik BUMN, perusahaan swasta, pemerintah dll. Ujungnya, ekonomi secara riil bisa berputar dan banyak pihak diuntungkan melalui sistem keuangan yang stabil.
BI hanya mengawasi kerja bank umum, dan memberikan patokan-patokan pengelolaan bank. Salah satunya melalui patokan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio, CAR). Ini mudah sekali, yaitu membandingkan modal (capital) dengan aset tertimbang menurut resiko (ATMR). Patokan BI buat semua bank adalah 8%. Suatu batasan yang cukup hati-hati.
Ada parameter yang lain seperti ROA, BOPO, dan LDR. Tapi itu tidak kita bahas. Perlu tulisan khusus tersendiri.
Perilaku Kaya dan Cerdas Terhadap Sistem Keuangan.
Secara personal (pribadi), memang tidak ada hubungan langsung BI ke pribadi perorangan di Indonesia, tetapi melalui bank-bank umum. Kita menabung, mentransfer duit, dan mengajukan kredit, dan lainnya dilakukan pada bank umum.Â
Kita bersyukur, karena semua itu masih dapat kita lakukan dengan lancar. Sistem keuangan Indonesia tetap stabil, pada masa pandemi ini. Perlu diingat, bahwa kita berhasil melewati krisis keuangan global tahun 2008 dan 2018 dengan baik. Kiranya Tuhan tetap menyertai kita melewati krisis pada tahun 2020.
Sebagai individu, ada 3 langkah vital, dapat kita lakukan saat pandemi Covid-19 dan seterusnya:
- Sederhanakan gaya hidup. Bahasa kerennya: Cerdas Berperilaku. Ini sesuai motto tokoh keuangan dunia Warren Buffet. Dia selama 40 tahun terakhir mondar mandir jadi orang kaya dunia nomer 1. Memang kadang ranking 2 , kadang ranking 3, tapi kebanyakan ranking 1 (versi majalah Forbes). Gaya hidupnya selalu sederhana, dengan motto "never lose money". Ongkos hidupnya selalu dibawah garis pendapatan. Selalu ada duit tersisa dari gaya hidupnya.
- Ikuti protokol kesehatan. Buat apa banyak duit tapi sakit-sakitan. Rugi banget. Bapak Warren Buffet (lahir tahun 1930) adalah orang yang jarang sakit.
- Kalkulasi ulang. Semua rencana keuangan, hitung ulang. Juga agenda kehidupan. Â Hitung aspek logis dan psikologisnya. Warren Buffet cerdas merubah portofolio investasinya. Sering kali, setiap turun ranking, dia bisa balik kembali jadi nomer 1. Ini adalah contoh, bahwa orang kaya pasti cerdas berkalkulasi. Buat individual, upayakan selalu ada sisa duit di tangan. Juga selalu ada sisa duit di bank.
Stabilitas Sistim Keuangan kita percayakan pada "Kapten" BI dalam permainan keuangan global. Sebagai permainan kolektif/tim, BI wajib didukung dengan Kemenkeu, OJK dan LPS, serta seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, niscaya krisis 2020 bisa dilewati secara normal.Â
Akhir kata, ada pantun buat pembaca:
Ke kebon makan pepaya, ditemani tiga teman.
Ternyata juga ada buah duku.
Uang ditangan punya, di bank juga aman.
Tatkala kita, cerdas berperilaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H