"Saya mencintai Ningsih apa adanya, Pak." Sebuah kalimat terpaksa keluar dari bibir  Anto yang lama terkatup.
"Dasar bocah tidak tahu diri! Kamu saya besarkan agar punya masa depan, bukan untuk bercinta dengan janda itu!" Pak Darmin kambuh lagi emosinya. Tangan kanannya siap menyambar wajah Anto. Anto yang ketakutan segera menyembunyikan wajah di balik kedua tangannya.
"Ampun, Pak. Maaf ... maafkan saya. Saya akan berusaha melupakan Ningsih seperti yang Bapak inginkan." Anto memohon pada bapaknya bagaikan anak kecil.
"Begitu saja sudah cemen. Bagaimana kamu bisa hidup menghadapi janda itu. Percaya sama bapakmu ini!" Pak Darmin mengurungkan niatnya menampar wajah Anto. Ia puas telah berhasil membuat Anto berjanji memenuhi keinginannya.
Tiba-tiba suara di luar cukup ribut. Banyak warga datang berduyun-duyun mendatangi rumah salah satu warga. Pak Darmin dan Anto saling pandang. Mereka tak mengerti ada kejadian apa di luar sana. Kalau ada orang yang meninggal pasti akan diumumkan lewat pengeras suara masjid. Toh dari tadi Pak Darmin dan Anto bertengkar di ruang tamunya, tak sekalipun mendengar ada kabar kematian warga. Akhirnya mereka berdua keluar mendekati keramaian.
Rupanya warga berkerumun di depan rumah Ningsih. Beberapa dari mereka menutup wajah dengan masker. Anto semakin cemas karena melihat mobil ambulans juga terparkir di sana. Ningsih terlihat keluar dari rumah menggandeng tangan putranya. Pemandangan menjadi tak biasa karena Ningsih didampingi empat orang petugas berseragam seperti jas hujan lengkap menutupi area wajah. Petugas dengan seragam seperti itu beberapa kali dilihat Anto dan Pak Darmin di layar kaca bersamaan dengan tersiarnya kabar virus ganas mematikan.
"Ningsih dan anaknya terkena virus, Pak. Sekarang mereka mau dibawa ke rumah sakit, dikamarkan sendiri biar nggak nular ke yang lain," kata salah seorang warga kepada Pak Darmin.
"Virus baru yang berbahaya itu? tanya Pak Darmin cepat.
"Sepertinya begitu. Kita tunggu saja kabar selanjutnya dari rumah sakit."
Ningsih memasuki mobil ambulans yang telah menunggunya di depan rumah. Anto dan Ningsih sempat saling bertukar pandang. Namun, Anto buru-buru melengos karena tindakannya diketahui pak Darmin. Tak lama, mobil ambulans itu akhirnya pergi meninggalkan kerumunan warga.
"Jangan coba-coba lagi kamu ya!" tegas Pak Darmin pada putranya.