Tina pasrah dengan keadaan yang menimpanya. Sebaik mungkin ia menjalani hidup sebagai seorang istri yang memang sudah selayaknya patuh kepada suami. Dia masih berharap suaminya berubah suatu saat. Bagaimanapun juga, dulu mereka menikah dengan cinta, bukan paksaan atau perjodohan orang tua.
Hari-hari di rumah Arya memang terasa menyesakkan bagi Tina. Untungnya ada Mak Inah. Meski sebagai seorang pembantu, ia begitu mengerti keadaan yang dialami istri tuannya.Â
Mak Inah dengan sikap keibuannya selalu mencoba memberi perhatian. Saat Arya meluap-luap kemarahannya, Tina memilih keluar  dan menenangkan dirinya di rumah Mak Inah.
Sebenarnya bukan rumah Mak Inah yang menenangkan, tetapi seorang gadis kecil yang tak biasa. Mak Inah tinggal dengan putrinya bernama Andini. Andini harusnya sudah lincah bermain di luar rumah dan belajar di sekolah bersama dengan teman sebayanya. Namun, di usia tujuh tahun, Andini justru belum mampu bicara.
Tina akan berhenti menangis setiap kali memperhatikan gadis kecil Mak Inah. Matanya yang miring ke atas dan mulutnya yang mungil selalu menguras perhatian Tina. Gadis itu hanya sibuk memainkan boneka dengan ekspresi yang selalu sama.Â
Begitulah yang dilakukannya selama berjam-jam saat Tina menemaninya. Tina merasa kesedihannya hanya sepele dibandingkan dengan gadis tujuh tahun yang belum mampu mengungkapkan keinginannya itu.
Tina juga senang sekali membelai rambut Andini meski tak rapi. Mak Inah memang menghabiskan waktunya di rumah Arya dari subuh ke petang. Putrinya itu ia tinggalkan sendiri di rumah dan hanya menjenguknya saat sarapan dan makan siang.
"Andini suka boneka?" tanya Tina pada Andini sembari membawa gadis itu ke pangkuannya. Mata sipitnya menatap Tina sekejap kemudian ia memainkan kembali boneka.Â
Tina ingin mengganti boneka kumal Andini dengan yang baru. Hatinya koyak melihat putri Mak Inah yang tak terawat, sedangkan di rumah suaminya, Mak Inah tak akan membiarkan sedikitpun kotoran berserak.Â
Betapa sulit Mak Inah membesarkan putri semata wayangnya itu. Ia sendirian sebagai tulang punggung keluarga karena suaminya telah lama tiada.
"Kalau begitu, besok tante bawakan boneka baru ya." Andini menganggukkan kepalanya pelan.