Mohon tunggu...
Johansyah Syafri
Johansyah Syafri Mohon Tunggu... Editor - Pelayan Publik

Kata Imam Syafi'i, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya."

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Hampir 7 Tahun Kita Salah dalam Menuliskan Nontunai

11 Februari 2023   09:31 Diperbarui: 11 Februari 2023   09:35 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transaksi dalam pelaksanaan APBD, baik itu di lingkungan pemrov, pemkab dan pemkot, tak lagi bisa seperti dulu, di mana semuanya dilakukan secara tunai (selain gaji dan tambahan tunjangan penghasilan).

Meskipun belum seluruhnya, sekarang pelunasan pembayaran untuk belanja tersebut sudah semakin dibatasi.

Pembatasan dimaksud, antara lain diatur dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2022.

Permendagri yang diundangkan pada 10 Juni 2022, mengatur tentang teknis penggunaan kartu kredit pemerintah daerah (KKPD) dalam pelaksanaan APBD.

Walau begitu, bagaimana pengaturan operasional tata cara penggunaan dan penyelenggaraan KKPD di tiap daerah, harus diatur lebih terperinci dengan peraturan kepala daerah masing-masing. Peraturan gubernur untuk di pemprov, peraturan bupati di pemkab, dan peraturan wali kota di pemkot. 

KKPD adalah kartu kredit yang dapat dipakai untuk pembayaran atas belanja yang menjadi beban APBD untuk menyelesaikan tagihan belanja barang dan jasa serta belanja modal melalui mekanisme uang persediaan (UP) di pemda.

Namun demikian, tak semua aparatur sipil negara (ASN) di pemda yang berhak memegang KKPD. Hanya terbatas untuk "orang-orang" tertentu.

Begitu pula pejabat yang memiliki tugas dan wewenang dalam penggunaan KKPD, juga tak banyak. Antara lain, Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa PA (KPA).

Penggunaan KKPD selain untuk keamanan dalam bertransaksi, juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya fraud 'penyimpangan'.

Tujuan lain untuk efektivitas atau keefektifan. Guna mengurangi besaran UP yang menganggur (idle cash).

Transaksi menggunakan KKPD seperti di pemda dimaksud sebagaimana diamanahkan Permendagri Nomor 79 Tahun 2022, oleh sebagian orang dituliskan dengan non tunai.

Dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2022, perkataan non tunai ditulis sebanyak dua kali. Di bagian awal. Terdapat dalam "Menimbang".

Bila mengacu pada KBBI IV yang diluncur tahun 2008, penggunaan non tunai tak salah.

Dalam KBBI IV, non juga termasuk salah satu lema dari total 90.049 entri. Begitu juga tunai.

Ada empat makna atau arti non dalam KBBI IV. Salah satu artinya adalah tidak atau bukan.

Sedangkan tunai bermakna tidak bertangguh pada saat itu juga (tentang pembayaran); kontan.

Jadi bila ada yang menulis non tunai dengan maksud sebagai pengganti kalimat tidak kontan atau tidak bersifat tunai, sah-sah saja. Sekali lagi, tidak ada yang salah dan tak ada yang boleh menyalahkannya.

Pada tahun 2016, KBBI dimutakhirkan, yang sebelumnya KBBI IV menjadi KBBI V.

KBBI V diluncurkan bertepatan dengan peringatan ke-88 Hari Sumpah Pemuda, Jumat, 28 Oktober 2016.

Dalam KBBI V terdapat 127.036 lema. Sebagaimana KBBI IV, dari 127.036 entri tersebut, non tetap termasuk satu di antaranya.

Akan tetapi, arti non yang sebelumnya ada empat dalam KBBI IV, di KBBI V berkurang satu. Hanya menjadi tiga.

Non yang bermakna tidak atau bukan dalam KBBI IV, tidak ditemukan lagi dalam KBBI V. Sudah dihilangkan Badan Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek.

Bila menggunakan KBBI daring dan kita menuliskan non tunai atau non-tunai (memakai tanda hubung di antara kedua kata tersebut) untuk mengetahui maknanya, maka akan dijawab "Entri tidak ditemukan" (dengan tulisan warna merah).

Tetapi, bila kita tulis nontunai, KBBI daring/KBBI V dalam jaringan Kemendikbudristek , maka "mesin" tersebut dengan cepat meresponsnya.

Adapun makna nontunai menurut KBBI V daring, yakni "tidak bersifat tunai; berhubungan dengan transaksi yang tidak menggunakan uang tunai, seperti debit, kredit, cek, atau aplikasi pembayaran."

Bila tanggal peluncuran KBBI V (28 Oktober 2016) dijadikan tonggak tambo perhitungan, maka s.d. hari ini, Sabtu, 11 Februari 2023, sudah hampir 7 tahun, tepatnya 6 tahun 3 bulan dan 13 hari lamanya, penulisan non tunai tak lagi sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang seharusnya.

Meskipun sudah hampir sewindu, dalam kurun waktu tersebut, non tunai masih tetap digunakan. Termasuk dalam naskah dinas di pemerintahan. Tidak terkecuali naskah dinas yang sifatnya mengatur. Baik itu di tingkat pusat maupun daerah.

Padahal, dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 dan Perpres Nomor 63 Tahun 2019, dengan jelas ditegaskan, bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, wajib digunakan (di antaranya) dalam peraturan perundang-undangan.

Kemudian, juga harus dipakai dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan, komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta, spanduk dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum, dan informasi media massa.

Tersebab itu, cara menulis "penghematan kata" dari kalimat "tidak bersifat tunai" dalam bahasa tulis yang saat ini tak sesuai lagi dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar (ditulis non tunai), mesti sama-sama kita ditinggalkan.

Berbagai kesalahan yang terjadi selama ini, kalau disebabkan banyak faktor memang tak mungkin lagi dilakukan pengubahsuaian, ke depannya jangan sampai terulang lagi.

Siapa lagi yang akan menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kalau bukan kita bangsa Indonesia. *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun