Pada kegiatan itu, kami ditugaskan mewakili Bupati Bengkalis untuk memberikan satu patah dua patah kata. Membukanya secara resmi.
Sebelumnya dan agar tak salah, kami mengutip alinea pertama Lampiran Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 Tentang Standar Kompetensi Wartawan.
Bunyinya, "Menjadi wartawan merupakan hak asasi seluruh warga negara. Tidak ada ketentuan yang membatasi hak seseorang untuk menjadi wartawan. Pekerjaan wartawan sendiri sangat berhubungan dengan kepentingan publik karena wartawan adalah bidan sejarah, pengawal kebenaran dan keadilan, pemuka pendapat, pelindung hak-hak pribadi masyarakat, musuh penjahat kemanusiaan seperti koruptor dan politisi busuk."
Dari 50 kata (termasuk pengulangannya) dalam alinea pertama itu, semuanya kami paham maknanya, kecuali kata 'pemuka pendapat'.
Sebelum itu, secara pribadi, kami sangat jarang sekali mendengar seseorang menggunakan kata tersebut dalam berkomunikasi. Khususnya dalam bertutur lisan. Pun kami. Belum pernah sama sekali.
Setelah dicari ke sana ke mari, akhirnya ketemu jua. Dalam bahasa Inggris, pemuka pendapat adalah opinion leader.
Opinion leader merupakan orang yang dipercaya untuk menyampaikan informasi dan menyatakan pendapatnya kepada masyarakat.
Kesimpulannya, wartawan, jurnalis atau reporter adalah orang cerdas. Sosok yang berkualitas. Bukan orang sembarangan.
Meminjam kalimat selebgram asal Medan, Mael Lee, wartawan, jurnalis atau reporter itu "bukan kaleng-kaleng". Bukan belek-belek. Bukan blek-blek.
Cerdas berarti sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya). Tajam pikirannya.
Sebagai orang cerdas, maka pemuka pendapat tentu bukanlah orang bangang dalam bahasa Melayu Malaysia.