Mohon tunggu...
Johansyah Syafri
Johansyah Syafri Mohon Tunggu... Editor - Pelayan Publik

Kata Imam Syafi'i, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tangan di Bawah Lebih Baik dari Tangan di Atas

5 Februari 2023   08:12 Diperbarui: 5 Februari 2023   08:18 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dinimon.com)

Kami pernah membaca sebuah tulisan. Karangan itu mengupas sabda Rasulullah saw., 'Tangan di Atas Lebih Baik dari Tangan di Bawah'.

Menurut penulisnya, takhrij hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhri dan dan Muslim tersebut hadis muttafaq 'alaih.

Apa takhrij hadis dan hadis muttafaq.'alaih?

Jujur, kami tak paham. Pengetahuan kami tentang itu dangkal sekali. Jadi tak bisa menuliskannya terperinci di sini.

Namun, berdasarkan ilmu yang kami dapatkan dari seorang sahabat, hadis muttafaq 'alaih adalah hadis yang perawinya selamat dari celah kekurangan dan tidak ada celaan dengan illah (cacat).

Kemudian, para perawi (orang yang meriwayatkan hadis), sepakat. Hanya itu yang kami tahu.

Kembali ke hadis di alinea pertama. Bila diperas atau disarikan ke kata dasar, bermuara pada kata 'beri', atau 'bantu'. Sinonim untuk keduanya, adalah ' tolong', 'dukung' atau 'sokong'.

Kalimat 'tangan di atas' dalam hadis itu, jika diubah suai bermakna 'orang yang memberi, membantu, menolong, menyokong atau mendukung'.

Sedangkan 'tangan di bawah' maknanya 'orang yang diberi, dibantu, ditolong, disokong atau didukung'.

Mengapa seseorang diberi, dibantu, ditolong, disokong atau didukung?

Sejatinya disebabkan yang bersangkutan tak mampu, tak dapat melakukannya sendiri. Dia memerlukan bantuan.

Mengapa seseorang mau membantu orang lain?

Penyebabnya karena yang membantu menghormati atau menghargai yang dibantunya.

Tanpa adanya penghargaan atau rasa hormat kepada yang dibantu, seseorang dapat dipastikan tak akan pernah mau memberikan bantuan.

Kalau pun ada seseorang yang mau membantu orang lain tanpa dilandasi rasa takzim, maka dapat diprognosis, bantuan itu tak ikhlas. Mungkin terpaksa atau dipaksa.

Kapan seseorang akan membantu orang lain?

Tentu apabila segala sesuatu yang menjadi kewajibannya sudah terpenuhi. Tapi, dalam beberapa kasus bisa jadi tak demikian adanya.

Tapi orang yang termasuk pengecualian ini dapat dipastikan kuantitasnya sedikit. Hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki "the best quality".

Oleh sebab itu, akal sehat kami sampai setakat sekarang belum bisa menerima bila ada orang yang mengatakan orang yang membantu orang lain meremehkan orang yang dibantunya. Kami gagal paham soal ini.

Mengapa? Karena "hak prerogatif" dalam hal bantu membantu, beri memberi atau untuk menolong, ada pada pihak 'tangan di atas'. Bukan pada orang yang 'tangan di bawah'. Sepengetahuan kami sunatullahnya begitu. Namun kalau ada yang mengatakan sebaliknya, bisa jadi karena yang bersangkutan lahir sungsang.

Apa sifat bantuan, pertolongan, pemberian, dukungan, atau sokongan yang diberikan seseorang kepada orang lain?

Seperti sudah disinggung sedikit di atas, sifatnya bukan wajib. Bahasa lainnya yang mungkin tepat digunakan adalah suka rela. Boleh iya, bisa juga tidak. Dalam bahasa hukum, kata yang digunakan biasanya kata 'dapat'.

Meskipun Rasulullah saw., mengatakan 'tangan di atas' lebih baik dari tangan di bawah', itu bukan bermakna 'tangan di bawah' dihinakan. Sama sekali tidak.

Kalau ada yang berkesimpulan demikian, itu berarti pengetahuannya tentang 'tangan di atas dan tangan di bawah', masih sebatas 'kail panjang sejengkal, tapi laut hendak diduga'.

Pasalnya, 'tangan di bawah' juga bisa menjadi lebih baik dari 'tangan di atas'.

Kapan , 'tangan di bawah' menjadi lebih baik dari 'tangan di atas'?

Yakni, ketika 'tangan di atas' tidak ikhlas, sementara yang 'tangan di bawah' pandai mensyukuri bantuan yang diterimanya.

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'."

Begitulah firman Allah Swt. dalam surah Ibrahim (17) ayat 7 kepada hamba-Nya.

Ini menunjukkan bahwa betapa Allah Swt., menyayangi hamba-Nya yang pandai mensyukuri nikmat dan ancaman kepada hamba-Nya yang kufur akan nikmat-Nya.

Supaya beroleh berkah keduanya, tanpa pamrih ketika memberi, berterima kasih saat menerima. *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun