Tapi mata uang negara lain, seperti Poundsterling Inggris, Yen Jepang, Real Spanyol, Real Meksiko, Dollar Hongkong, dan mata uang Serawak.
Banyaknya uang asing yang beredar di Sumatera Timur karena banyak pemilik perkebunan di daerah ini merupakan warga asing dari berbagai negara.
Keuntungan prospek usaha perkebunan di Sumatera Timur tersebut membuat orang-orang benua Eropa dan Amerika datang.
Maraknya penyebaran uang asing di Sumatera Timur itu dianggap mengganggu otoritas pihak DJB sebagai bank sirkulasi yang mencetak mata uang yang berlaku untuk seluruh wilayah Hindia Belanda.
Bervariasinya mata uang asing tersebut serta banyaknya mata uang token lokal yang beredar, membuat DJB memutuskan mendirikan empat kantor cabang DJB sekaligus dalam waktu yang hampir bersamaan di Sumatera Timur atau Sumatera Oostkust.
Keempat kantor cabang tersebut adalah DJB Agentschap Bengkalis (berdiri 27 Juni 1907), DJB Agentschap Medan (1907), DJB Agentschap Tanjung Balai (1908), dan DJB Agentschap Tanjung Pura (1908).
Kantor DJB di Bengkalis ini merupakan kantor kedua di Sumatera setelah Padang yang didirikan pada 1864.
Tugas keempat Agentschap tersebut untuk mengimbangi tekanan uang-uang asing serta menguatkan posisi DJB bank sirkulasi atau Octrooi.
Penduduk lokal dan semua pengusaha asing didorong menggunakan mata uang DJB, sehingga menjadi mata uang tunggal (guldenisasi).
Guldensisasi yakni sebuah program Pemerintah Hindia Belanda agar adanya satu kesatuan penggunaan mata uang dan untuk mengatasi tekanan mata uang asing.
Kantor Cabang De Javasche di Bengkalis pada masa tersebut menggunakan bangunan yang berada di sebelah Rumah Asisten Residen.