Mohon tunggu...
Johansyah Syafri
Johansyah Syafri Mohon Tunggu... Editor - Pelayan Publik

Kata Imam Syafi'i, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya."

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ketahuan, Sinergitas Ternyata "Pendatang Haram" di Indonesia

29 Januari 2023   20:49 Diperbarui: 29 Januari 2023   21:57 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: kompasiana.com)

Sejak kapan penggunaan kata sinergitas dipergunakan dalam bahasa tulis dan tutur di Indonesia?

Setidaknya, hingga setakat sekarang, kami belum menemukan jejak digitalnya.

Namun begitu, kata tersebut akrab di telinga ketika mendengar sambutan atau pidato resmi. Baik oleh kepala desa maupun yang membuat petinggi pembuat peraturan tentang desa. 

Juga intim di mata saat membaca berita. Baik itu di media arus utama (maenstream) maupun dalam jaringan (online).

Contoh kalimat dalam berita yang pernah kami baca di media daring, "Sinergitas dan integritas adalah keyword yang harus kami ikhtiarkan bersama."

Atau, "Bupati menghadiri workshop sinergitas pelaku usaha dan pemerintah daerah."

Lainnya, "Harmonisasi dan sinergitas dalam pemerintahan itu diperlukan."

Contoh terakhir, "Bupati dan Wakil Kapolres janji bangun sinergitas."

Jujur, kami pun pernah menggunakan kata itu dalam komunikasi lidah. Begitu pula saat membuat  informasi tertulis.

Namun itu dulu. Sudah lama. Sekarang tentu tidak lagi. Kalau pun terucap/tertulis, langsung dilakukan pembetulan. Diralat.

Selayang pandang, kita bisa menerka, sinergitas bentukan dari kata 'sinergi' yang ditambah akhiran '-itas'

Kata yang berakhiran '-itas' biasanya berasal dari penyerapan bahasa asing. Seperti berakhiran '-ity' (Inggris).

Misalnya, intensity menjadi intensitas, creativity menjadi kreativitas, atau community menjadi komunitas.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terus mengalami pemutakhiran, hal ini bisa terjadi tidak lepas dari bahasa Indonesia yang terus berkembang.

KBBI terakhir kali dimutakhirkan Oktober 2022. Kurang lebih tiga bulan silam. Masih anyar. Pemutakhiran selanjut April 2023.

Dalam setahun, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi hanya dua kali melakukan pemutakhiran. April dan Oktober.

Mengutip kbbi.kemdikbud.go.id, rincian pemutakhiran pada Oktober 2022 adalah, entri baru 1.244, makna baru 1.317, contoh baru 292 perubahan entri 285, perubahan makna 806, perubahan contoh 201, dan entri nonaktif 27.

Dari 1.244 entri baru tersebut dua di antaranya berasal dari bahasa Melayu Riau, yakni badek dan pedek.

Badek yaitu keris kecil bermata agak lebar. Sedangkan pedek adalah sambal tradisional yang terbuat dari ikan teri yang telah difermentasi dan dicampur garam dan asam kandis, biasa ditemukan di Natuna.

Adapun sinergitas tidak termasuk salah satu dari 1.244 entri baru tersebut.

Dalam KBBI resmi yang diluncurkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Jumat, 28 Oktober 2016 (KBBI edisi kelima), memuat 127.036 lema dan makna.

Dari 127.306 lema di KBBI edisi kelima dan entri terakhir KBBI Daring, kata intensitas ada. Maknanya, keadaan tingkatan atau ukuran intensnya.

Begitu juta kreativitas, yang berarti kemampuan untuk mencipta; daya cipta. Serta, perihal berkreasi; kekreatifan.

Dan pula komunitas yang bermakna kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu; masyarakat; paguyuban.

Bagaimana dengan sinergitas?

Meskipun sama-sama "pakai -itas" sebagaimana intensitas, kreativitas dan komunitas, tapi ketika ditulis di ruang pencarian di KBBI Daring, "nasibnya berbeda".

"Entri tidak ditemukan (dengan warna merah)", itulah jawaban yang muncul.

Maknanya, sudah 6 tahun lebih sinergitas menjadi "pendatang haram" di Indonesia.

Anehnya tak "deportasi". Padahal dasar hukumnya untuk itu ada dan kuat mengikat, yakni UU Nomor 24 Tahun 2009 dan Perpres Nomor 63 Tahun 2019.

Pasal 25 ayat (2), UU Nomor 24 Tahun 2009, "Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.

Pasal 28," Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri".

Menggunakan kalimat yang sama, Pasal 28 tersebut ditegaskan kembali dalam Pasal 5 Perpres Nomor 63 Tahun 2019.

Di daerah (provinsi, kabupaten dan kota), yang termasuk 'pejabat negara yang lain' tersebut (Pasal 6), antara lain ketua, wakil ketua, dan anggota DPRD; gubernur dan wakil gubernur; bupati dan wakil bupati; dan wali kota dan wakil wali kota.

Lantas bagaimana dengan pejabat pemerintahan dan pejabat publik, termasuk di daerah?

Ketentuan tersebut dalam UU Nomor 24 Tahun 2019 diatur dalam Pasal 31 ayat (1), "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta."

Adapun Pasal 33 ayat (2), "Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia".

Dalam Perpres 63 Tahun 2019, 'komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta' dalam Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2019, diatur dalam Pasal 28 ayat (1) s.d. ayat (5).

Kemudian, Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2019 menegaskan, "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa".

'Informasi melalui media massa' dalam Pasal 39 ayat (1) tersebut, lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 41 ayat (1) s.d. ayat (4) Perpres 63 Tahun 2019.

Memang, sampai hari ini, sinergitas memang belum termasuk dalam salah satu lema; kata atau frasa dalam KBBI Daring. Bukan bahasa Indonesia. Masih belum punya "paspor" Indonesia. Masih termasuk kata ilegal (TKI).

Boleh jadi mulai April 2023 ini. Usai BPPB, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan pemutakhiran pertama di tahun 2023 ini.

Namun, melihat kenyataan dalam kurun waktu Oktober 2016 s.d. Oktober 2022, sangat kecil kemungkinan sinergitas menjadi salah satu lema dalam bahasa Indonesia.

Sebagai penutup, mari kita renungkan makna bidal berikut ini, "Yang kurik ialah kundi, yang merah ialah saga." Artinya, yang indah dan yang baik ialah budi bahasa, bukan rupa atau wajah. 

Dan, "Bahasa menunjukkan bangsa." Maknanya, baik-buruk sifat dan tabiat orang dapat dilihat dari tutur kata atau bahasanya.*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun