Begitu juta kreativitas, yang berarti kemampuan untuk mencipta; daya cipta. Serta, perihal berkreasi; kekreatifan.
Dan pula komunitas yang bermakna kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu; masyarakat; paguyuban.
Bagaimana dengan sinergitas?
Meskipun sama-sama "pakai -itas" sebagaimana intensitas, kreativitas dan komunitas, tapi ketika ditulis di ruang pencarian di KBBI Daring, "nasibnya berbeda".
"Entri tidak ditemukan (dengan warna merah)", itulah jawaban yang muncul.
Maknanya, sudah 6 tahun lebih sinergitas menjadi "pendatang haram" di Indonesia.
Anehnya tak "deportasi". Padahal dasar hukumnya untuk itu ada dan kuat mengikat, yakni UU Nomor 24 Tahun 2009 dan Perpres Nomor 63 Tahun 2019.
Pasal 25 ayat (2), UU Nomor 24 Tahun 2009, "Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.
Pasal 28," Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri".
Menggunakan kalimat yang sama, Pasal 28 tersebut ditegaskan kembali dalam Pasal 5 Perpres Nomor 63 Tahun 2019.
Di daerah (provinsi, kabupaten dan kota), yang termasuk 'pejabat negara yang lain' tersebut (Pasal 6), antara lain ketua, wakil ketua, dan anggota DPRD; gubernur dan wakil gubernur; bupati dan wakil bupati; dan wali kota dan wakil wali kota.