Lantas bagaimana dengan pejabat pemerintahan dan pejabat publik, termasuk di daerah?
Ketentuan tersebut dalam UU Nomor 24 Tahun 2019 diatur dalam Pasal 31 ayat (1), "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta."
Adapun Pasal 33 ayat (2), "Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia".
Dalam Perpres 63 Tahun 2019, 'komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta' dalam Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2019, diatur dalam Pasal 28 ayat (1) s.d. ayat (5).
Kemudian, Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2019 menegaskan, "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa".
'Informasi melalui media massa' dalam Pasal 39 ayat (1) tersebut, lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 41 ayat (1) s.d. ayat (4) Perpres 63 Tahun 2019.
Memang, sampai hari ini, sinergitas memang belum termasuk dalam salah satu lema; kata atau frasa dalam KBBI Daring. Bukan bahasa Indonesia. Masih belum punya "paspor" Indonesia. Masih termasuk kata ilegal (TKI).
Boleh jadi mulai April 2023 ini. Usai BPPB, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan pemutakhiran pertama di tahun 2023 ini.
Namun, melihat kenyataan dalam kurun waktu Oktober 2016 s.d. Oktober 2022, sangat kecil kemungkinan sinergitas menjadi salah satu lema dalam bahasa Indonesia.
Sebagai penutup, mari kita renungkan makna bidal berikut ini, "Yang kurik ialah kundi, yang merah ialah saga." Artinya, yang indah dan yang baik ialah budi bahasa, bukan rupa atau wajah.Â
Dan, "Bahasa menunjukkan bangsa." Maknanya, baik-buruk sifat dan tabiat orang dapat dilihat dari tutur kata atau bahasanya.*****