Mohon tunggu...
Johansen Silalahi
Johansen Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - PEH

Saya adalah seorang masyarakat biasa yang menyukai problem-problem sosial, politik, lingkungan, kehutanan. Semoga bisa berbuat kebajikan kepada siapapun. Horas

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kisah Pacaran LDR Tahun 2000an

3 April 2023   11:44 Diperbarui: 4 April 2023   09:53 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat itu semakin malam kita menggunakan jasa telepon tentunya akan semakin murah biaya yang kita bayar. Maklum tarif mahasiswa adalah murah, enak, bergizi bahkan gratis berlaku ke semua (tidak hanya makanan). Hehehhehee. Saat itu, kita sudah memiliki jadwal kapan harus menelpon dan saling bertanya kabar. 

Sebagai seorang pengembara cinta tentunya, ini lah yang ditunggu-tunggu karena perasaan senang dan jantung berdebar untuk menghubungi si Doi (istilah saat ini) dikarenakan rasa senang jika mendapat kabar senang bahkan sebaliknya. 

Malam itu, saya sudah siapkan beberapa pertanyaan untuk ditanya ke si Doi untuk menghemat biaya tarif wartel, biasanya saya menelpon si Doi pada waktu malam minggu. 

Waktupun tiba untuk menelpon si Doi, tanpa pikir panjang, saya langsung memencet nomor yang akan dihubungi (nomor si Doi). Sudah luar kepala tentunya nomor si Doi, dengan raut wajah senang, komunikasi kami berlangsung mulai dari hal umum seperti menanyakan kabar, kondisi kuliah, permasalahan-permasalahan yang dihadapi. 

Sembari berkomunikasi, tentunya berbekal belanja bulanan yang cukup, mata saya tidak bisa lepas dari nomiminal jasa wartel yang tertera di depan saya. Itulah salah satu alasan saya menulis bahan-bahan pertanyaan yang saya siapkan untuk bahan pembicaraan dengan si Doi.

Pembicaraan pun berlangsung dengan hati yang senang dengan tarif yang sudah saya batasi misalnya saat itu tarif maksimal yang saya anggarkan adalah Rp.20.000,-. Tiba-tiba tarif sudah mendekati yang sudah saya patok, dengan nada kesal pembicaraan kami akhiri dan kami memutuskan komunikasi dengan surat menyurat. 

Pelajaran yang diambil saat itu adalah mendengar suaranya si Doi kita sudah senang dan melepas rasa rindu kepadanya walau singkat karena dibatasi oleh tarif jasa wartel dan kondisi keuangan kita. 

Banyak pengorbanan yang kita korbankan saat itu seperti waktu, biaya dan tentunya bahan-bahan pembicaraan yang kita diskusikan. Jika sudah menelpon si Doi tentunya semangat itu akan bangkit kembali walau rasa rindu terus menghantui kita. Hehehhe

Komunikasi kita selanjutnya dengan si Doi tentu berlanjut dengan surat menyurat. Saat itu surat menyurat sangat familiar dan sangat muda kita jumpai di pusat perbelanjaan dengan banyak variasi seperti warna, weangian, bentuk dan harga. Era tahun 2000an pasti merasakan hal ini apalagi surat untuk sang buah hati atau pacar kita. 

Di surat ini biasanya segala isi hati disampaikan dengan si Doi karena selain murah, pesan yang disampaikan tentunya banyak. Kelemahan dari surat menyurat adalah kita tidak bisa melihat foot atau suara dari si Doi. Sehingga surat dan penggunaan wartel menjadi saling melengkapi, dimana surat menyuarakan banyak suara hati dengan menulis sedangkan jasa wartel adalah menjawab rasa rindu dengan mendengar suara si Doi. 

Sebagai seorang pria yang harus terus meningkatkan isi dari surat kita, saya terpaksa banyak membaca buku terutama yang romantis seperti karya Kahlil Gibran untuk meningkatkan kualitas kita terhadap si Doi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun