Meskipun hanya lulusan STM aku bisa memperoleh pekerjaan. Aku pernah mendengar di TV dikatakan bahwa lulusan sarjana saja sulit mendapat pekerjaan apalagi dengan lulusan di bawahnya.
"Pokoknya kau harus kuliah" kata mamaku sewaktu menyaksikan siaran TV tersebut. "Ah tidak mau. Aku langsung bekerja saja di Jakarta" jawabku pada mama. Mengetahui bahwa aku yang tipe orangnya tidak mau kalah segera mama tidak melanjutkan perdebatan.
"Ma, berikan aku ongkos dan uang untuk bekalku nanti di Jakarta" kataku beberapa waktu kemudian. Mamaku pun memberikan uang yang sudah kuanggap besarnya lebih dari cukup. "Mama akan selalu mendoakan kamu" kata mama sambil mengecup dahiku.
Sesampai di Jakarta aku merasa terpesona sekaligus merasa heran. Terpesona karena melihat banyaknya bangunan mewah. Dan heran melihat begitu banyaknya pengemis di perempatan jalan. Semenjak darisitu, aku bertekad untuk menjadi orang yang tidak hidup di perempatan jalan.
Awal menginjakkan kaki di Jakarta seperti lulusan STM lainnya aku memilih bekerja di bengkel. Bengkel yang sekarang kunaungi termasuk bengkel yang besar. Perlahan-lahan pundi-pundi keuanganku membesar. Itu semua berkat pola hidup hemat yang kujalani.
Seperti kata pepatah semakin tinggi pohon semakin kencang pula angin bertiup kencang. Perlahan-lahan aku mulai berteman dengan kehidupan perkotaan. Di setiap minggu, kuwajibkan untuk singgah di klub malam. Beraneka ragam kenikmatan duniawi kunikmati mulai dari aneka minuman beralkohol, narkotika, dan tentu saja wanita cantik.
Semua yang kujalani terasa sebagai ketergantungan. Pernah sekali kucoba agar tidak mengikuti kebiasanku itu, rasanya kepalaku ingin pecah. Tidur pun menjadi susah. Perlahan-lahan aku seakan jatuh ke kubangan lumpur besar. Karena tidak mau merasakan hal yang sama, maka kulanjutkan aktivitas yang tadinya kuhentikan, untuk pergi ke klub malam. Malah aku hampir tiap hari mengisi waktu ke klub tersebut.
Lamban laun tabunganku menipis. Narkotika seakan menjadi nafas hidupku. Melihat perubahan tampilan fisikku yang berubah total, bosku menegurku dan menasehatiku untuk menjauhi mahluk haram itu. "Terimakasih atas nasehatnya, Pak" begitu jawabku terhadap saran dari bosku tersebut. Tapi yang namanya kesabaran pasti ada batasnya. Hingga suatu saat bosku datang memanggilku dan lantas memberitahukan bahwa aku akan dipecat.
"Tidak bisakah bos memaklumiku" ucapku dengan nada keheranan.
"Selama ini aku sudah memaklumi dan mengajarimu untuk menjalankan hidup yang benar" jawab bosku
"Setidaknya berbelas kasihlah bos padaku" pintaku kepadanya