Mohon tunggu...
Y. P.
Y. P. Mohon Tunggu... Sales - #JanganLupaBahagia

Apabila ada hal yang kurang berkenan saya mohon maaf, saya hanya orang biasa yg bisa salah. Semoga kita semua diberikan kesehatan dan kesejahteraan. Aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dinamika Perbukuan Indonesia Masa Kini

6 September 2018   10:45 Diperbarui: 9 September 2018   19:27 1976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Digital Book | blogs.cul.columbia.edu

Saya tertarik untuk berkomentar mengenai perbukuan di Indonesia, setelah membaca artikel pak Bambang Trim yang bertajuk "Sedih dan Gembira Dunia Buku Indonesia". Mau tidak mau, suka tidak suka perkembangan teknologi akhirnya juga berdampak pada industri ini. Perilaku pembaca buku mungkin sudah bergeser dari yang dulu membaca buku tercetak menjadi baca buku digital.

Pengalaman Pribadi Sebagai Pembaca

Saya pribadi sudah jarang sekali membeli buku secara cetak. Saya biasa membeli buku versi digital melalui media Google Playbook. Saya beli buku-buku di sana tanpa perlu menggunakan kartu debit maupun kartu kredit. Cukup dengan potong pulsa operator atau tagih ke no hp pasca bayar saya.

Kelebihannya adalah saya bisa membaca kapan saja dan dimana saja tanpa harus terbeban berat buku. Ada banyak sekali buku yang bisa saya simpan dalam smartphone saya. Kalau saya sedang bosan membaca novel, saya bisa bergantu membaca buku fiksi tentang perbankan misalnya.

Kalau di layar smartphone dirasa kurang lebar, saya bisa membacanya via browser di laptop saya. Kalau buku itu berbahasa asing, saya bisa dengan mudah menterjemahkan kata-kata asing dengan fitur google translate. Tidakkah itu memberi pengalaman yang jauh berbeda dengan membaca buku secara cetak?

Selain itu harganya juga lebih miring, karena penerbit tidak ada biaya cetak. Selain itu kalau menjual di toko buku kadang penerbit tertentu harus bayar sewa untuk menempatkan buku-buku mereka di toko buku. Jadi wajar bila menjual buku secara digital harganya bisa lebih murah.

Contohnya seperti buku Naked Traveller karya Trinity yang dibahas di artikel pak Bambang Trim. Saya beli buku itu sekitar 30 ribuan saja. Kalau harus beli versi cetak harganya diatas Rp 50.000 belum termasuk parkir di toko buku atau ongkir kalau dikirim via kurir.

Termasuk dalam hal membaca majalah, saya biasanya gunakan aplikasi Gramedia Digital. Disana tersedia banyak sekali majalah. Kita bisa beli majalah secara eceran, maupun berlanggan premium member. Perbedaannya adalah jika jadi premium member kita bisa baca banyak majalah tanpa harus beli satu per satu sepanjang masih aktif sebagai premium member.

Jadi didalam smartphone saya ada buku dan majalah yang jumlahnya sangat banyak. Saya bebas memilih untuk membaca tanpa repot membawa-bawa buku atau majalah secara fisik. Diseluruh Indonesia entah sudah berapa banyak orang yang serupa dengan saya.

Bersaing Dengan Penerbit Indie

Penerbit besar sekarang menghadapi persaingan dengan penerbit indie. Terutama dibidang non fiksi seperti cerpen dan novel. Ada banyak penerbit kecil yang siap membantu penulis untuk menerbitkan naskah secara indie.

Syarat untuk menjadi penulis indie pun tidak serumit menjadi penulis di penerbit besar. Cukup siapkan naskah dengan format microsoft word, desain sampul, sinopsis maka novel siap terbit.

Untuk penulis yang hanya ingin menjual bukunya secara digital di Google Playstore bahkan tidak perlu keluar biaya sepeserpun. Namun bila ingin buku yang diterbitkan memiliki ISBN dan dijual pula secara tercetak, maka dibutuhkan biaya tambahan yang berbeda-beda tiap penerbit. Namun secara umum biaya menerbitkan buku secara cetak pada penerbit indie tidak sampai 3 juta Rupiah.

Soal penghasilan tentu kurang lebih serupa dengan menerbitkan buku di penerbit besar. Sang penulis tidak tahu persis dan detail hasil penjualan buku mereka.

Untuk penerbit buku indie yang dijual di playstore setahu saya royalti yang diberikan kepada penulis tidak ada potongan pajak. Biasanya setiap bulan sang penulis mendapatkan laporan dari penerbit berapa buku mereka yang berhasil terjual di playstore. Royalti pun bisa dibayarkan secara bulanan. Yang mana hal tersebut tidak terjadi pada penerbit besar.

Penulis indie juga bisa cetak buku secara eceran. Bahkan hanya cetak 1 eksemplar pun bisa. Penulis indie biasanya menjual bukunya di e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak maupun via sosial media seperti Facebook dan Instagram. Royalti yang didapat sang penulis dari jualan buku cetak mandiri ini bisa diatur sesuka hati.

Bagaimana jika penulis tidak bisa membuat cover untuk buku mereka? Tenang, ada jasa freelancer pembuatan cover buku. Biayanya berkisar Rp 200.000 per cover atau bahkan bisa lebih mahal untuk desain yang agak rumit.

Toko Buku Semakin Sepi dan Banyak Tutup

Dari semua hal diatas, wajar bila akhirnya toko buku semakin sepi. Saya bahkan dalam 6 bulan terakhir datang ke toko buku hanyalah untuk membeli alat tulis atau mencari kado untuk rekan saya. Toko buku yang hanya menjual buku saja sudah pasti sangat terancam eksistensinya.

Yang menurut saya perlu tetap didorong oleh pemerintah adalah minat baca dari segenap warga Indonesia. Menurut saya sah-sah saja seseorang membaca buku digital dan tidak membaca buku cetak. Lagipula buku digital lebih ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas.

Memang akan ada dampak yang besar dari perubahan ini, namun itulah disrupsi perkembangan zaman yang tidak terhindarkan lagi. Yang perlu kita lakukan adalah beradaptasi dengan perubahan secepat mungkin, kalau tidak kitalah yang akan tergilas oleh perkembangan teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun