Dua minggu sebelumnya Filipina merasa tersinggung atas perilaku China yang melarang kapal dan pesawat Filipina mendekati pulau-pulau buatan China. Peristiwa itu terjadi saat pesawat militer Filipina yang tengah berpatroli di dekat pulau buatan di kepulauan Spratly.
Mereka menerima setidaknya 46 kali peringatan dari radio China selama paruh waktu kedua tahun lalu. Peringatan itu tidak berhenti bahkan hingga Januari 2018 yang lalu, pesawat angkatan udara Filipina saat berpatroli di dekat pulau yang dikuasai China juga menerima pesan radio bernada sangat ofensif.
Mungkinkah ini momentum Filipina untuk kembali merapat ke koalisi Amerika Serikat melalui Israel? Mungkinkah Duterte ingin membeli peralatan militer canggih lainnya dari Israel agar tidak dianggap remeh oleh China?Â
Banyak spekulasi yang muncul dari peristiwa ini. Namun secara politik dalam negeri bisa saja Duterte mencoba memenangkan hati rakyatnya dengan merapat ke Israel.
Untuk diketahui saja, banyak rakyat Filipina yang menjadi pendukung negara Yahudi di timur tengah tersebut. Agar pada pemilu mendatang dia bisa mendulang suara dari rakyat Filipina yang pro-Israel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H