Pada bulan Maret 2018 Bank sentral AS Federal Reserve dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan menaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin. Dengan demikian, saat ini Fed Fund Rate berada pada kisaran 1,5 hingga 1,75 persen. Menjadi daya tarik tersendiri untuk para investor membuat uangnya "pulang kampung" ke Amerika (sumber)
Tidak mau ketinggalan, Bank Sentral China juga menaikkan suku bunga paska pengumuman The Federal Reserve yang menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 1,75% dari sebelumnya 1,5%.
The People's Bank of China (PBOC) menaikkan suku bunga 7 day reverse repurchase agreements sebesar 5 basis poin (bps) menjadi 2,55%.
Sayangnya Bank Indonesia tidak mengikuti langkah Bank Sentral Amrika dan China dan bertahan dalam angka 4,25%.
Dampak dari kebijakan ini sektor keuangan di lantai bursa pun terkoreksi tajam. Sempat menyentuh angka 1.223 point kini hanya 1.041 point atau turun 14,9%. Saham-saham pebankan juga mengalami koreksi yang cukup dalam. Banyak investor asing memutuskan untuk menjual saham-saham mereka. Dan aksi ini semakin memberatkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar.
Harga Minyak Dunia Melonjak
Harga minyak juga melonjak menjadi 76,2 per barel karena beberapa hal. Yang pertama adalah konflik disemenanjung Korea, konflik di Suriah serta kesepakatan nuklir Iran dan Amerika.
Hal ini tentu memberatkan APBN tahun 2018. Karena pada APBN 2018 diprediksi harga minyak antara US$ 55-60 per barel serta nilai tukar Rupiah terhadap dollar Rp 13.500.
Apakah yang akan dilakukan pemerintah menghadapi tekanan ini? Akankan suku bunga BI segera dinaikan? Â Apakah harga BBM akan dinaikkan? Padahal tahun depan adalah tahun politik. Akan sangat menimbulkan kegaduhan jika hal itu dilakukan. Jika tidak, maka akan semakin menambah beban hutang negara kita.