Nampaknya hingar bingar pemberitaan tentang Garuda Indonesia Airlines (GIAA) belum usai. Setelah sebelumnya viral diperbincangkan tentang tuntutan dari penumpang sebesar Rp 11,25 Milyar (baca artikelnya di sini), kini maskapai flag carrier Indonesia ini tersandung masalah internal.Â
Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia (APG) Captain Bintang Hardiono menyampaikan kepada media akan melakukan mogok kerja. Menurut pengakuan Captain Bintang Hardiono, para Pilot dan karyawan pada umumya merasa kecewa dengan kebijakan yang diambil oleh management Garuda Indonesia.
Kekecewaan Pertama
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), diambil keputusan untuk  menghapus posisi Direktur Operasi dan Direktur Teknik dari perusahaan. Hal ini menyebabkan berhentinya proses audit Airport Operating Certificate (AOC).
 "Tidak ada Direktur Operasi dan Direktur Teknik itu berarti tidak ada penanggung jawab dalam audit Airport Operating Certificate (AOC). AOC itu istilahnya surat trayek lah kalau punya mikrolet," kata Captain Bintang Hadiono kepada kompas.com (sumber)
Mengapa proses audit bisa terhenti? Hal ini disebabkan karena tidak adanya penanggung jawab atas hasil audit AOC karena posisi Direktur Operasi dan Direktur Teknik dihilangkan. Setelah terjadi protes dari karyawan dan pilot, barulah diambil kebijakan untuk mengisi posisi tersebut melalui RUPSLB (sumber)
Kekecewaan Kedua
Masalah selanjutnya bersifat lebih teknis. Captain Bintang Hadiono memandang banyak Board of Directors atau dewan direksi Garuda Indonesia yang latar belakangnya bukan dari dunia penerbangan, melainkan dari perbankan.
Jika dilihat dari situs resmi Garuda Indonesia dari total 8 orang direksi, 3 orang diantaranya memang berlatar belakang perbankan yaitu Direktur Utama, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, Direktur SDM & Umum.
Selain itu ada 2 orang direktur yang juga dari non penerbangan yaitu Direktur Kargo dan Niaga International dan Direktur Niaga Domestik. Jadi total 62,5% dari BOD berlatar belakang non penerbangan.
Kekecewaan Ketiga
Bagian ini adalah kekecewaan tentang kebijakan yang diambil seperti meniadakan mobil jemputan untuk kru kabin. Kebijakan lainnya yang ditentang karyawan adalah penggeseran jam kerja saat bulan puasa pada 2017 lalu, pemotongan hak berupa tidak ada lagi kenaikan gaji berkala per tahunnya atas alasan efisiensi, hingga pemangkasan jam terbang pilot yang berdampak pada besaran penghasilan.
Dari tiga hal diatas kita perlu belajar bahwa seorang pemimpin harus memahami betul seluk-beluk yang berkaitan dengan perusahaan. Kalau perlu mengerti hingga ke level teknik. Bagaimana jika pemimpin yang ditunjuk kurang memiliki ilmu dibidang perusahaan tersebut? Seharusnya ada pendamping khusus yang bisa memberikan saran-saran dan transfer knowledge kepadanya. Jangan sampai diambil kebijakan yang justru menyulitkan perusahaan apalagi disaat-saat kritis.
Pergantian pemimpin umumnya identik dengan bergesernya gerbong kepemimpinan yang ada disekitarnya. Biasanya pemimpin baru suka membawa orang-orang dekatnya dari tempat asalnya. Hal ini bisa disebabkan karena banyak hal, namun yang harus dilakukan ditempat yang baru adalah bagaimana meredam kesan membawa gerbong tersebut.
Bisa disiasati dengan pola komunikasi yang baik kepada seluruh insan diperusahaan. Pada tahap awal kepemimpinan, jangan membuat kebijakan yang sangat kontras dengan kebijakan yang ada sebelum dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh jajaran perusahaan.
Terakhir, terkait dengan perusahaan yang terus merugi memang sudah seharusnya dilakukan efisiensi. Kesejahteraan karyawan seharusnya menjadi yang paling terakhir dikorbankan. Karena hal ini sangat sensitif.Â
Apabila terpaksa kesejahteraan karyawan harus dikorbankan, maka kembali lagi harus dikomunikasikan dengan sangat baik kepada karyawan. Ajak perwakilan serikat karyawan untuk berdialog sebelum mengambil kebijakan. Setelah itu barulah disebarluaskan kepada seluruh karyawan agar mereka bisa memahami, dan menyesuaikan gaya hidup mereka setelah kebijakan ini diambil.
Kalau dari sisi internal saja tidak kompak, bagaimana mungkin Garuda Indonesia mampu bersaing di industri penerbangan yang sangat kompetitif ini? Kebijakan yang diambil harus benar, dan dilaksanakan dengan cara yang benar, etis dan manusiawi.Â
Semoga kedepannya maskapai kebanggan bangsa ini bisa kembali berjaya. Karena banyak pihak yang akan dirugikan jika maskapai ini hancur. Tidak hanya karyawan, melainkan juga perusahaan-perusahaan terkait seperti Bank yang memberi pinjaman, investor, dan perusahaan pendukung lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H