Sejak awal Xiaomi dikenal sebagai brand yang menjual smartphone dengan harga yang murah namun memiliki komponen mesin yang mumpuni. Sehingga sangat cocok untuk gamers low budget. Tidak hanya smartphone, PC maupun laptop yang akan digunakan untuk bermain game biasanya harganya tidak murah.
Cara yang ditempuh Xiaomi adalah dengan menekan biaya marketing dan distribusi seminimal mungkin. Awalnya bahkan Xiaomi tidak berniat membuka cabang offline dan hanya akan memasarkan produknya secara online. Ini adalah brand yang boleh dibilang sukses menjual produk secara cepat secara online.
Seiring berjalannya waktu pasar mulai jenuh dengan produk Xiaomi lalu strategi pun mulai dirubah. Xiaomi mulai memperbaiki berbagai aspek yang selama ini dianggap sebagai kekurangan. Contohnya seperti toko offline store, service center, camera dll. Xiaomi juga menggandeng artis ternama untuk jadi brand ambassador. Hal yang sebelumnya tidak dia lakukan untuk memasarkan smartphonenya.
Hasilnya pun cukup memuaskan pada Q4 tahun 2017 Xiaomi menempati posisi ke empat market share smartphone dengan angka 7,2%. Angka ini tumbuh signifikan jika dibandingkan dengan Q4 tahun sebelumnya yaitu 3,3%. Tumbuh lebih dari dua kali lipat. Menggeser Oppo yang turun menjadi 6,9% market share pada Q4 2017. (sumber)
Asus Melawan
Pencapaian Xiaomi tentu sangat menggiurkan, Asus tidak tinggal diam dan mencoba untuk melawan. Saya mengerti benar bahwa Asus sangat kuat dalam hal marketing, walau terkadang produk smartphone yang dijualnya memiliki kekurangan yang sangat mencolok.
Untuk melawan Xiaomi, rasanya sudah cukup berat mengejar pencapaian Xiaomi di India dan China. Target market potensial selanjutnya yang bisa diincar tentu Indonesia. Belum terlambat untuk mengejar pasar Indonesia.
Setelah Xiaomi mengumumkan smartphone terbarunya untuk Indonesia yaitu seri Redmi Note 5, Asus kemudian ikut meluncurkan produk yang hampir serupa dengan tagline lebih murah dari Xiaomi.
Menarik bukan, karena selama ini Oppo, Samsung, iPhone tidak mau melawan Xiaomi dengan cara seperti ini. Dan hasilnya bisa kita lihat di sosial media Asus maupun Xiaomi, netizen banyak yang mulai goyah iman untuk membeli Xiaomi.
Menariknya lagi pada tahap awal ini Xiaomi menjual Redmi Note 5 varian termahal yaitu ram 4 giga memory 64 giga. Bila ingin apple to apple seharusnya Asus menjual Zenfone Max Pro M1 versi 4 giga ram 64 giga juga. Tapi nyatanya dia justru menjual versi termurahnya yaitu ram 3 giga dan memory 32 giga.
Seolah ingin memberi kesan bahwa Asus benar-benar murah, dengan prosesor yang sama, kapasitas lebih besar, camera dan layar yang kurang lebih sama bisa didapatkan dengan harga 700 ribu lebih murah dari Xiaomi.
Letak kelemahan Marketing Asus
Sayangnya setelah selesai flash sale, akun sosial media Asus tidak memberikan info penjualan offline untuk orang-orang yang gagal mendapatkan Zenfone di flash sale. Sebaliknya Xiaomi justru mengabarkannya, dan ternyata ada saja orang yang mengantri untuk membelinya secara offline.
Walaupun harus dengan sedikit usaha menunjukkan KTP dan harus dibuka ditempat. Hal ini penting supaya produsen tidak dianggap menjual mimpi.
Saya juga agak merasa aneh dengan beberapa komentar netizen di akun sosial media Asus yang menurut saya agak "datar" seperti kurang ekspresif. Cenderung tersetruktur dan terlalu memuji-muji Asus dengan kalimat yang hampir mirip.
Apakah benar ini murni pujian netizen? Atau jangan2 ini komentar yang teroganisir? Karena biasanya komentar murni para netizen itu begitu ekspresif dan natural. Komentar netizen asli juga kadang agak pedas tapi mengena dan penuh ekspresi. Namun karena saya bukan pakar sosial media, saya tidak telusuri akun-akun tersebut dan hanya membaca sepintas saja.
Asus nampaknya benar-benar spefisik mengincar pasar gamers dari cengkraman Xiaomi. Lawannya yaitu Xiaomi justru melebarkan sayap konsep marketingnya dengan mengincar pecinta foto terutama kaum hawa sekaligus menggaet para gamers. Nampaknya Xiaomi mulai menyadari adanya market gamers wanita yang tak terlihat namun menjanjikan.
Kesimpulan
Saya yakin Asus akan kehilangan momentum apabila :
- Harga offline 200-300 ribu lebih mahal dari promo yang dia lakukan sekarang (harga 11-12 dengan Xiaomi di offline)
- Tidak segera menyediakan barang secara offline terdistribusi ke seluruh Indonesia (menjual mimpi ke konsumen)
- Produk Zenfone Max Pro M1 cepat panas (keluhan konsumen pada produk sebelumnya)
Xiaomi berpeluang untuk menang melawan Asus bila :
- Berhasil meyakinkan pembeli wanita yang suka bermain game dan foto untuk membeli produknya. (market yang lebih luas dari sekedar mengejar pembeli pria gamers denga fitur AI di cameranya)
- Segera distribusi barang agar tidak hanya menjual mimpi kepada konsumen
- Lebih mensosialisasikan dan memperkuat service centernya di seluruh Indonesia (kelemahan Xiaomi dimata konsumen)
Lantas siapa yang akan jadi juaranya? Strategi mana yang ternyata lebih akurat untuk mendongkrak pasar? Masyarakat Indonesialah yang menentukan, kita akan lihat hasilnya nanti beberapa bulan kedepan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H