Hari ini di Yogyakarta setelah selesai kuliah jam 1 siang aku bergegas menuju kamar kost untuk ganti baju. Setelah itu aku membawa sepeda motor yang aku pinjam dari paman ku untuk pergi menuju ke suatu tempat di jalan Solo. Tempat itu masih terasa baru, gedung perkantoran yang biasa disewa oleh perusahaan untuk dijadikan kantor. Terdapat satu lantai yang tidak bisa diakses oleh sembarang orang. Untuk masuk ke sana harus membawa ID Card khusus dengan chip RFID didalamnya. Serta melakukan scan retina dan sidik jari jempol kanan.Â
Ternyata siang ini cuaca sangat panas, aku melewati jalan searah bernama jalan Kusbini untuk sejenak membeli juice alpukat kesukaanku. Tempatnya dekat dengan SD Langen Sari (saat itu masih belum jadi danau kecil). Setelah itu aku melanjutkan perjalanan sampai ke perempatan demangan. Ada pengamen dengan musik calung sedang memainkan lagu campursari. Banyak orang yang memberikan uang kepada pengamen itu, belum sampai giliranku arah ke kanan sudah lampu hijau. Aku melanjutkan perjalanan hingga sampai di gedung itu pukul 13:45 WIB. Setelah ku parkir sepeda motor, seperti biasa aku basa basi ngobrol dengan satpam gedung.
"wah, dino iki panas tenan je pak" (wah, hari ini panas sekali pak) kataku
"Iyo mas, aku entek es teh rong gelas iki" (Iya mas, saya habis es teh dua gelas) jawabnya.
"Pak kulo munggah rumiyin nggeh" (pak saya naek dulu ya) sambil menunjuk ke arah atas
"Monggo mas . . ." (silahkan mas) pak satpam menjawab sambil memandu parkir
Aku naik lift menuju lantai paling atas yang bisa diakses melalui lift. Lalu menuju pintu bertuliskan "housekeeping" lalu berjalan lagi menuju pintu yang terkunci dengan kunci elektronik. Sangat terbatas orang yang bisa masuk melawati pintu ini. Pegawai gedung ini rata-rata belum pernah masuk pintu kaca ini. Tidak ada tulisan ataupun hiasan pada pintu kaca berwarna gelap itu.
Aku menempelkan kartu ID anggota, bertuliskan nama samaranku. ID ini jangan aku perlihatkan kepada orang-orang di gedung ini, untuk menjaga rahasia. Orang-orang hanya tahu aku adalah pegawai bagian kebersihan gedung karena sering keluar masuk pintu "housekeeping". Security dan pegawai kebersihan gedung tidak akan bercerita tentang aktivitasku disini karena memang ada larangan dari pemilik gedung.
Komputer dan laptop sudah menyala, aku langsung bekerja sesuai instruksi yang dikirim melalui email. Tugasku hari adalah masuk ke jaringan komputer beberapa hotel mewah di Dubai. Mencoba meretas lift dan CCTV dan berkoordinasi dengan koordinator lapangan disana. Pada saat itu aku ingat betul bahwa bahasa Inggris ku tak terlalu bagus, jadi aku dibantu oleh Derina dalam berkoordinasi dengan tim di luar negeri.Â
Dalam email tersebut aku sempat membaca bahwa hacker di Amerika dan Timur Tengah tidak berhasil menembusnya. Akupun penasaran dan ternyata memang sistem keamanannya cukup kuat. Sudah ku coba berbagai cara dan tak satupun berhasil untuk menembusnya. Aku mencoba untuk menembusnya dari dalam. Kebetulan sudah ada rekan dari Inggris sudah menginap di sana, dia tidak punya kemampuan meretas tapi cukup lincah disetiap operasi di lapangan. Dia memasang laptopnya dikamar dan disambungkan ke jaringan hotel melalui kabel LAN.Â
Sebelumnya aku sudah mengirimkan virus khusus ke laptopnya supaya menyebar ke jaringan hotel dan membuka sedikit celah keamanan lebih mudah untuk melakukan peretasan. Setelah virus itu menyebar tiba-tiba aku mendapat telp dari pusat operasi di Eropa bahwa tugasku selesai. Karena rasa penasaran dengan misi kali ini aku tidak buru-buru pulang ke kost dan melihat peristiwa yang terlihat dari CCTV. Sepertinya lift tidak terbuhung dengan jaringan komputer, wajar saja jika tak satupun yang bisa meretasnya dari jarak jauh.Â
Aku melihat bule mondar-mondir di salah satu lantai hotel menggunakan pakaian tenis. Dia seolah-olah sedang melihat situasi di area tersebut. Hingga akhirnya ada terlihat seperti orang Arab yang membawa tas belanjaan keluar dari lift dan berjalan langsung menuju arah kamar. Tidak ada CCTV yang mengarah ke pintu kamar tersebut, hanya ada di depan lift. Sang bule bersama rekannya lantas menyusul menuju arah kamar yang sama . Tidak sampai 1 jam mereka kembali menuju lift dan keluar hotel.Â
Beberapa jam kemudian semua tampak normal, tamu hotel keluar masuk seperti biasa. Aku mulai menaruh curiga, apa yang bule-bule itu  lakukan sampai-sampai dia mau membayar kami dengan mahal untuk meretas jaringan hotel. Dan kecurigaanku mulai terjawab ketika ada banyak Polisi Dubai mendatangi hotel tersebut. Tanpa ragu lagi aku langsung telp rekanku yang menginap di hotel itu, kira-kira apa yang terjadi disana.Â
Mengapa ada banyak Polisi datang? Rekanku mengatakan ada pembunuhan di salah kamar hotel. Tak lama kemudian aku mendapat telp dari pusat operasi di Eropa untuk segera menutup akses CCTV Hotel karena tugasku sudah selesai. Selain itu juga misi ini sangat sensitif dan berbahaya, mereka tidak bisa menjamin keslamatanku jika aku terbukti terlibat dalam misi ini.
Mendengar ancaman itu aku dan Derina pun segera menghapus jejak digital dan juga mematikan streaming CCTV hotel tersebut. Kami masih bertanya-tanya siapa gerangan orang terbunuh itu? Mengapa nyawanya diincar? Siapa oknum dibalik misi besar ini? Namun karena kami hanya partisipan luar dari organisasi ini, kami tidak punya kewenangan atau otoritas untuk mengetahui misi secara detail. Kami hanya mengerjakan apa yang diperintahkan kepada kami dan menerima USD 7000 untuk menjalankan operasi di Yogyakarta.Â
Laptop aku matikan tapi PC dan Server tetap ku biarkan menyala. Derisa pun menutup video call setelah berkataÂ
"Ssssttt ga usah tanya-tanya, parah ni misi kayanya"
"iya parah" jawabku
Aku keluar melalui pintu kaca lalu melewati pintu bertuliskan "housekeeping" menuju lift, lalu menuju parkiran motor. Security menyapaku dan bertanya
"Piye mas? Kerjaane lancar? Kog ketok pucet ngono?"Â
(Gimana mas? Kerjaan lancar? Kog terlihat pucat begitu?)
Sebenarnya aku memang shock karena adanya pembunuhan ditempat dimana aku meretas, aku belum punya skill bersandiwara untuk biasa saja setelah menjalankan misi.
"Aman komandan, cuman kecapekan aja tugas kuliahnya berat ndan" jawabku
Lalu aku pamit pulang melewati jalan Solo menuju kost. Sampai di kost aku merasa sangat lelah dan langsung tidur setelah cuci tangan cuci kaki serta ganti baju. Berharap aku bisa melupakan wajah bule dan orang Arab itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H