Di penghujung ramadhan, ada satu peristiwa yang dinanti-nanti dan orang berharap akan bertemu dengannya, yakni lailatul qadar. Sebuah malam sebagaimana yang dilukiskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar". (QS. al-Qadr: 1-5).
Tidak ada yang dapat memastikan kapan lailatul qadar itu terjadi. Merujuk pada beberapa hadits, lailatul qadar itu diprediksi pada malam-malam ganjil, yakni malam ke-19, 21, 23, 25, 27, dan ke-29. Ada juga hadits yang mengatakan bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ke-24. Karena diyakini datang pada malam ganjil, sebagian orang mungkin fokus pada malam-malam tersebut saja agar memperoleh lailatul qadar. Sementara pada hitungan malam yang genap mereka kurang tekun dan serius dalam beribadah.
Di banyak masjid dan menasah, para imam membaca tsani shalat tarawih pun dengan membaca surah al-Qadr di satu rakaat dari setiap dua raka'at shalat tarawih, karena berharap akan bertemu dengan lailatul qadar.
Beberapa substansi
Ada beberapa substansi penting yang sejatinya kita pahami dari lailatul qadar ini. Pertama, persoalan lailatul qadar dan siapa yang mendapatkannya, bukanlah sekedar urusan hitungan malam ganjil di bulan ramadhan. Lailatul qadar adalah soal ketekunan dan keseriusan serta kesabaran dalam beribadah. Itu bukan saja pada malam-malam tertentu, tapi di setiap malam pada bulan ramadhan.
Ini seseuai dengan hadits Rasulullah Saw; "siapa saja yang mendirikan shalat malam pada bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap ganjaran dari Allah Swt maka akan diampuni dosanya yang telah lalu". Qiyamul lail di sini adalah qiyam yang disertai dengan sikap yang istiqamah.
Dengan ungkapan lain, setiap malam kita harus dapat menjaga kuantitas dan kualitas ibadah, dari awal hingga akhir. Artinya yang dipikirkan sebenarnya bukan lagi pada malam ke berapa lailatul qadar itu datang, tapi kemampuan untuk fokus terus-menerus beribadah dan berdo'a agar mendapat rahmat dan berkah lailatul qadar serta ampunan dari Allah Swt. Lagi pula apa mungkin Allah Swt mempertemukan seorang hamba dengan lailatul qadar, sementara dia hanya beribadah secara khusus pada malam-malam yang ganjil saja, di hari lain tidak.
Kedua, sisi lain dari lailatul qadar yang saya pahami tidak lain sebenarnya cara Islam untuk memotivasi orang-orang agar tetap semangat beribadah. Apalagi menjelang akhir ramadhan semangat ibadah itu mulai menurun. Agar tetap konsisten ibadahnya, diijanjikanlah malam lailatul qadar yang pahalanya sangat luar biasa besar. Apa yang dikatakan Rasulullah Saw tentulah sebuah kepastian, bukan sekedar janji belaka. Dan sesungguhnya janji Allah itu adalah benar. Kita tidak mungkin meragukannya.
Sebuah ilustrasi sederhana. Minsalnya di sebuah perusahaan, bagi siapa yang tidak mengambil cuti panjang saat lebaran, tapi hanya mungkin tiga hari, lalu dia lembur atau kerja tambahan, akan diberikan bonus lima kali lipat dari hari biasanya. Bonus besar ini diberikan mengingat di hari itu kebanyakan fokus pada hari libur dan mungkin kebanyakan pulang kampung.Â
Untuk menjaga kontinuitas produksi, perusahaan pun membuat regulasi khusus, berupa bonus besar bagi yang lembur. Begitulah kira-kira. Tentu bonus Allah tentang lailatul Qadar tidak sebanding dengan bonus perusahaan. Jauh sekali.
Sewaktu anak-anak, kita sering dijanjikan sesuatu kalau dapat rangking, atau apa sajalah yang kira-kira dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas kita. Setelah jadi orangtua, kita juga mungkin sering menjanjikan sesuatu kepada anak-anak kalau mereka mendapat prestasi tertentu, baik di sekolah maupun di luar sekolah.