Tinggal dinanti, seperti apa aksi nyata dari para kepala daerah, dinas pendidikan dan Dispora mengimplementasikan kemauan baik Kemendagri. Apakah mereka sungguh-sungguh ingin munculnya pemain-pemain muda terbaik dari daerahnya, agar tim nasional tak kekurangan talenta, ataukah cukup dengan sekedar tambal sulam seperti selama ini.
Tak lupa juga peran berbagai lembaga dan media untuk mengawasi kucuran dana APBD bagi sepak bola di berbagai daerah. Jangan sampai kebijakan positif itu menjadi celah untuk dikorupsi, seperti yang terjadi saat APBD diijinkan untuk klub professional sebelum dihentikan lewat Permendagri No.22 tahun 2011.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Apung Widadi, dalam sebuah diskusi tentang Politisasi Sepak bola, 22 Januari 2011 mengatakan, setiap tahunnya klub sepak bola menghabisi Rp 720 miliar dana APBD.
Angka itu dengan asumsi setiap klub Liga Super Indonesia (kini Liga 1) mendapat kucuran Rp 20 miliar, dan klub Divisi Utama (kini Liga 2) Rp 10 miliar. Padahal dana sebesar itu akan jauh lebih bermanfaat bila digunakan untuk membiayai program peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sekali lagi, kemauan baik itu harus diawasi dan dijaga sepenuh hati. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H