Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Selamat Malam, Jokpin

28 April 2024   00:17 Diperbarui: 6 Juli 2024   11:58 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Pinurbo saat berbicara dalam peluncuran buku "Di Lengkung Alis Matamu" karya Yo Sugianto (Foto : Dok.Yo)

Seperti pernah kau tuliskan dalam "Puisi Kesedihan": kesedihan bisa digunakan/ untuk menggarisbawahi kebahagiaan.

Satu hal yang mudah ditangkap darimu : sederhana. Seperti kata-kata yang kau pungut di pelataran kehidupan. Kesederhanaan kata-kata yang kemudian menjadi tikaman perasaan. Entah mengernyitkan dahi atau terpingkal usai membaca puisimu.

Kata-katamu selalu sederhana, Bahasa sehari-hari. Tidak menukik, bersilat kata atau memakai idiom biar kelihatan serius atau keren. Seperti itu juga keseharianmu.

Kesederhanaan itu yang meruntuhkan sekat penyair senior dan anak bawang alias pemula. Sekat yang sangat terasa bagi para pemula seperti aku. Sekat yang kemudian membuatku kemudian membuat panggung bagi semua : Sastra Reboan.

Mereka yang pernah bertemu denganmu merasakan keakraban, sekaligus bisa mencuri aura kepenyairanmu. Seperti saat aku ajak dirimu bertemu dengan teman-teman komunitas Bunga Matahari, atau kau berbicara di malam-malam yang pengap di Warung Apresiasi, Bulungan, Jakarta Selatan.

Tanpa sekat itu yang aku rasakan ketika kita diundang penyair Hasan Aspahani untuk mengisi acara di Bintan Art Festival, Januari 2007. Saat kita menanti pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, aku ajak ke kafe, kau mengeluarkan makian khas Jogja saat melihat harga secangkir kopi.

Hasan juga mengundang kita ke kantor redaksi Tribun Batam usai kita tiba di Batam. Malamnya, usai acara, dia menemani kita ngobrol di lobi hotel bersama Butet Kartarajasa.


Ibadah

Dalam kekangan waktu dan salah cetak hidup, kau terus melesat dengan menunaikan ibadah puisi. Ibadahku bolong, tapi tetap dijalani. Puisi masih lahir di tengah komedi kehidupan.

Pernah aku sapa, dirimu sedang mengisi ibadah di sebuah kota di Kalimantan. "Aku kirim biskuit untuk dicoba,semoga renyah," katamu saat itu.

Namun, selalu kutangkap kesedihanmu. Seolah tak pernah habis meski berbatang rokok sudah tergeletak tak berdaya di asbak. Kesedihan yang juga milik banyak orang yang tak sempat dijadikannya puisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun