Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Membentuk TGPF, PSS Sleman Sekedar Cari Pelaku Pengeroyokan?

10 Oktober 2023   00:47 Diperbarui: 10 Oktober 2023   01:31 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oknum suporter yang masuk ke ruang konferensi pers usai laga PSS vs Madura United. (Tangkapan Layar Instagram Madura United)

Sebenarnya apa yang hendak dicari oleh PSS Sleman dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus penganiayaan Media Officer Madura United FC (MU), Ferdiansyah Alilifurrahman pada Minggu, 24 September 2023?.

Sudah hampir dua minggu tim itu dibentuk dan dirilis pada 28 September 2023, empat hari setelah terjadinya peristiwa memalukan dengan pengeroyokan yang dilakukan oknum suporter. Kejadian yang terbuka di depan mata para wartawan, di area yang seharusnya steril.

Pembentukan TPGF itu, menurut PSS Sleman, dilakukan setelah tim berjuluk Super Elang Jawa itu berkonsultasi dan berdiskusi dengan PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi.

Di dalam tim yang tidak diketahui diketuai oleh siapa, dan berapa lama menjalankan tugasnya, terdapat aparat kepolisian, PT Putra Sleman Sembada (PSS), Panitia Pelaksana (Panpel) PSS Sleman dan Madura United.

Tim itu diharapkan menemukan pelaku penyerangan yang melukai Ferdiansyah, yang terjadi setelah laga PSS Sleman dan Madura United di Stadion Maguwoharjo, Sleman berakhir imbang 1-1.

PSS menyatakan, pembentukan TGPF itu menunjukkan keseriusan PSS bersama LIB untuk menuntaskan pengeroyokan yang terjadi di pintu masuk pemain.

Sebelum terjadi pengeroyokan, ada suporter yang masuk di ruang konferensi pers, dan melakukan intimidasi dengan membalik papan nama di meja tim Madura United.

"Setelah pertandingan selesai kami menghadiri Post Match Press Conference di ruang Preskon Stadion Maguwoharjo Sleman sebagaimana kewajiban dalam regulasi. Setelah post match di mulai, ada sekelompok oknum yang yang tidak menggunakan ID CARD (tidak terdaftar) masuk ke dalam ruangan tersebut dengan menggunakan penutup wajah," tulis akun resmi Instagram @maduraunited.fc, Senin, 25 September 2023.

"Setelah pemain dan pelatih masuk, nahasnya Media Officer kami yang masih tertinggal di ruang preskon didekap dan didorong oleh oknum yang lain dan selanjutnya diseret ke arah pintu Player entrance (Pintu masuk pemain) untuk kemudian dikeroyok secara bersama-sama oleh beberapa oknum lain yang ada di luar," tambah akun MU tersebut.

Beruntung, Ferdiansyah mampu meloloskan diri. Namun, dia mengalami luka di pelipis dan memar di pipi. Kondisi itu membuatnya harus mendapatkan penanganan dari pihak medis.

"Madura United FC MENGUTUK KERAS atas kejadian ini. Kami berpendapat bahwa stadion seharusnya menjadi tempat yang ramah bagi semua orang terutama bagi kedua tim yang bertanding. Terlebih kejadian ini terjadi di ruang media conference yang seharusnya menjadi ruang terbatas diperuntukkan bagi personil yang terdaftar. Kami akan melakukan protes resmi kepada operator liga atas ketidaknyamanan ini, selain kami juga menempuh upaya hukum demi terangnya insiden ini," tegas MU lewat akun resmi Instagramnya.  

Mencari Apa

Lalu, kembali pada pertanyaan awal, apa yang hendak dicari oleh PSS Sleman dengan membentuk TGPF ini?

Adanya tim ini seolah peristiwa itu begitu luar biasa, sehingga ada tim gabungan yang sepertinya pertama kali dilakukan di Liga 1. Mengalahkan kasus lain yang melibatkan suporter di klub-klub lain seperti penghadangan dan pelemparan bus pemain lawan. Bahkan adanya suporter lawan yang tewas dan belum dituntaskan hingga kini meski sudah terjadi beberapa tahun lamanya.

Padahal, bagi Polda DIY itu bukan perkara sulit dibandingkan kasus lain yang sudah dipecahkan oleh mereka.

Selain rekaman cctv, ada banyak saksi yang bisa mengungkapkan pelaku pengeroyokan itu. Terutama petugas yang membiarkan suporter masuk ruang konferensi pers, yang sekali lagi harusnya steril. Tanpa kartu identitas (ID Card) media dan menutupi wajah jelas tidak bisa sembarangan masuk.

Maka tak mengherankan jika sehari setelah peristiwa itu, PSS menyatakan menyerahkan pengusutan pengeroyokan itu kepada polisi. Hal ini juga seiring dengan laporan pihak Madura United FC ke Polda DIY.

Pembentukan TGPF bisa menimbulkan anggapan bahwa kasus ini sangat berat, sehingga tak cukup diserahkan kepada polisi saja.

Terlepas apa hasil kerja dari TGPF, manajemen PT PSS semestinya mengakui dengan lapang dada bahwa selama empat tahun ini mereka belum berbenah soal kinerja Panpel. Ini yang utama. Bukan dengan membentuk TGPF, agar tampak keren dari segi nama.

Hasil yang dinanti bukanlah sekedar hasil penangkapan oknum suporter yang mengeroyok, tapi bagaimana LIB juga menegur dan membantu pembenahan kinerja Panpel PSS. Apakah ada yang salah dengan regulasi dan pelatihan menjelang kompetisi digulirkan? Ataukah sumber daya manusia di PSS yang harus di-upgrade?.

Peristiwa serupa, pengeroyokan oleh suporter, pernah terjadi pada 21 Juni 2019. Saat itu PSS Sleman menjamu Bhayangkara FC, yang kebetulan hasilnya imbang 1-1.

Korbannya justeru dari manajemen PT PSS, yakni Manajer Umum Akademi PSS Sleman, Johannes Sugianto.

Lokasinya juga berdekatan, di pinggir lapangan di dekat para pemain kedua tim biasa berdiri sebelum memasuki lapangan. Sebanyak 4-5 suporter, tanpa mengenakan penutup wajah, masuk dari lorong pemain dan langsung melakukan pengeroyokan.

Kebetulan saat itu juga berlangsung konferensi pers. Sedangkan para pemain masih berada di ruang ganti.

Kasus itu berakhir dengan damai di Polda DIY.

Dua peristiwa itu seharusnya sudah menjadi lecutan keras bagi manajemen PSS Sleman untuk berbenah diri. Berani mengambil tindakan tegas demi perasaan nyaman dan aman bagi tim tamu, wartawan dan suporter.

Jika PSS Sleman masih melakukan pembiaran dengan ulah suporternya yang melenggang bebas memasuki area steril, karena Panpel kenal dengan beberapa oknum suporter, jelas memang tak mau belajar dari kasus serupa empat tahun lalu.

LIB pun terkesan tidak melakukan tindakan tegas meski PSS Sleman membiarkan suporter menginjakkan kakinya di area-area steril.

Tidaklah mengherankan jika pembiaran demi pembiaran itu menimbulkan peristiwa seperti yang menimpa MO Madura United. Mungkin karena korbannya tim tamu, maka PSS Sleman seperti kebakaran jenggot sampai harus membentuk TGPF segala?.

PSS Sleman tentu tak mau tersandung kedua kalinya, yang pasti akan mencoreng wajahnya sendiri sebagai tuan rumah, yang tidak bisa memberikan keamanan dan kenyamanan bagi tamu-tamunya. Selain tentunya kandangnya, Stadion Maguwoharjo, yang sudah tidak angker lagi bagi lawan. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun