Malioboro City Regency (MCR), bahwa mereka akan beralih status dari pemilik menjadi penyewa. Namun, itulah yang terjadi saat ini bagi
Tidak pernah terlintas di benak para pemilik apartemenPadahal, sudah membayar lunas sejak 2013, dan hingga kini belum menerima bukti kepemilikan. Mimpi memiliki apartemen pun menjadi retak di tengah kekhawatiran terusir setiap saat, hanya karena kekisruhan yang terjadi dan diakibatkan oleh PT Inti Hosmet (PT IH) sebagai pengembang.
Mereka tergiur dengan promosi yang dilakukan oleh PT IH. Peminat pun membludak karena apartemen itu dijual dengan harga yang relatif terjangkau oleh mereka yang baru pensiun.
Saat itu, 2012, apartemen masih berupa tanah kosong, yang mulai dibangun pada 2013. Para pemesan cukup dilegalkan dengani "Perjanjian Pengikatan Jual Beli" (PPJB) yang legal formalnya dibuat bersama PT. IH di depan notaris.
Setelah pembangunan apartemen itu selesai, lalu diserahterimkan kepada pemegang PPJB Â yang sudah membayar lunas pada 2017. Mereka mulai menempatinya, sambil menunggu terbitnya Akta Jual Beli (AJB) dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM SRS).
Namun, AJB dan SHM SRS masih berupa janji dan mimpi hingga kini. Sebanyak 215 pembeli apartemen sudah lelah menanti. Mulai dengan berdemo di eks kanto marketing MCR di Jl.Laksda Adisucipto Km 8, Janti,Caturtunggal, Depok, Sleman, DI Yogyakarta, hingga bertemu Sekretaris Daerah (Sekda) Sleman.
Kekisruhan soal belum diterima hak para pembeli, semakin tidak pasti ketika di tengah jalan PT IH kesulitan finansial. Perusahaan ini lalu mengagunkan Sertifikat HGB No. 01896/Caturtunggal seluas 8.425 m2 kepada PT Bank MNC International Tbk untuk melanjutkan pembangunan.
Di atas tanah itu akhirnya berdiri bangunan Blok 1 Apartemen dan Hotel selain sebidang tanah kosong disisi selatan Blok 1 yang dirancang untuk Jogja Town Square, office tower modern.
Langkah PT IH mengagunkan sertifikat itu tanpa sepengetahuan pembeli apartemen. Akibatnya, mereka kaget ketika mengetahui adanya peralihan kepemilikan apartemen MCR. Hal ini terjadi karena PT IH mengalami wanprestasi.
Seperti Penyewa
MNC lalu mengambi alih pengelolaan bangunan (building management) apartemen MCR pada 2019. Ini pun juga tidak pernah diinformasikan kepada para pemilik apartemen.
Hingga kini pemegang PPJB diperlakukan sebagai pengguna atau penyewa apartemen, harus mengikuti aturan tanpa ada kompromi. Harus membayar Iuran Pemeliharaan Lingkunan (IPL), listrik dan air dengan harga di luar standar setiap bulannya.
"Jika telat membaar, apakah unit huniannya kosong atau ditempat, akan diblokir," jelas Koordinator Persatuan Pemilik Apartemen MCR, Edi Hardiyanto saat memimpin demo pada 8 Juni 2023.
Para pemilik apartemen tak hanya bingung dengan kisruh yang ada, tapi juga ketakutan jika PT IH menyatakan dirinya pailit. Karena itu mereka mengajukan Gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang disetujui oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 23 Juni 2021.
Sayangnya dalam sidan gitu MNC tidak hadir, padahal sudah dinantikan untuk mendapatkan kejelasan soal pengagunan sertifikat tanpa pemberitahuan kepada pembeli aparteman.
Apalagi posisi MNC sebagai "Kriditur Konkuren" karena perusahaan ini memiliki 215 Unit Hunian dan Hotel yang status hukumnya belum memiliki SHM.
"Konsekwensi sidang PKPU, bila Pengembang IH kalah dan "Pailit" tentu akan berdampak "ambyar" pada kami pemegang PPJB, kami harus angkat koper keluar dari Apartemen dan berurusan dengan Kurator," jelas Edi Hardiyanto.
Namun, keputusan Pengadilan Niaga Semarang pada 24 Maret 2022 melegakan para pemilik apartemen. PT IH dinyatakan bebas pailit, dan pada keputusan Homologasi menegaskan kepada Pengembang IH paling lambat dalam waktu 30 bln harus dapat menyelesaikan AJB serta SHM pemilik Unit MCR.
Kenyataan berbicara lain, para pemilik apartemen tetap belum mendapatkan hak-haknya berupa AJB dan SHM SRS hingga kini.Â
Bagi pemilik apartemen, kata Edi, pembuat PPJB 10 tahun lalu adalah PT IH. Legal formal mereka yang bertanggungjawab, dan berkewajiban menerbitkan AJB dan SHM SRS.
Anehnya, saat ini kenyataannya sertifikat tanah HGB dikuasai MNC berdasarkan Risalah Lelang No. 335/42/2019 pada 15 Juli 2019 yang diterbitkan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta. Â
Pada tahun 2021 status sertifikat tanah HGB sudah resmi pindah pemilik atas nama MNC yang diterbitkan oleh BPN Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta.
Meski begitu, ketika MNC pada tahun 2022, berinisiatif mengurus dan menyelesaikan Ijin kelayakan bangunan dan pertelaan untuk Hotel dan Apartemen MCR, Â mengalami kegagalan. Dinas PUPR Pemda Sleman menola, karena pemegang ijin pembangunan (IMB) ada di tangan PT IH, yang masih bermasalah dengan perpajakan yang belum terbayarkan sejak 2017.
Proses penyelesaian AJB dan SHM SRS terhenti, MNC menyerah dan IH tidak menunjukkan geliat etika baiknya.
"Homologasi telah berjalan 15 bulan, namun tidak ada tanda-tanda lebih lanjut soal penyelesaian AJB dan SHM. Kantor PT IH di Jogja tidak aktif, siapa Direksi yang baru setelah pengunduran Dirut-nya tidak jelas. Dua kali somasi juga tanpa tanggapan," kata Edi yang diamini pemilik apartemen lainnya.
"Kami tidak mau jadi korban atau dikorbankan oleh "perseteruan" antara dua raksasa pebisnis IH dan MNC," tambah salah satu pemilik apartemen yang ingin menikmati pensiunnya di situ.
Maka, dalam demo yang terjadi, mereka mengharapkan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X turun tangan.
"Korban yang mencapai 215 orang bukanlah jumlah kecil, dan ini sudah dibiarkan menanti hak-haknya selama 10 tahun lamanya. Kepada siapa lagi kami harus mengadukan dan dibantu?," tanya Edi.
Kini, menjadi pemilik apartemen yang mestinya membanggakan menjadi sesuatu yang meresahkan. Ketidakpastian hak-hak selama satu dasawarsa, kecemasan bisa diusir sewaktu-waktu dan menempuh kerikil perjuangan, menjadi rangkaian penantian para pemilik apartemen Malioboro City Regency. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H