Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Ketakutan Berbisnis, Nyaman dalam Ketidaknyamanan

9 Maret 2023   01:58 Diperbarui: 9 Maret 2023   02:06 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbisnis membutuhkan mental yang kuat dan kejelian serta kemauan kuat untuk mendisiplinkan diri, tak sekedar modal atau relasi semata. Banyak orang yang hendak berbisnis, atau sudah menjalaninya lalu saat menjalankannya merasakan ketakutan akan kegagalan.

Tchiki Davis, Ph.D., seorang konsultan, penulis, dan ahli teknologi kesejahteraan dari Berkeley, California, Amerika Serikat, mengatakan bahwa ketakutan akan kegagalan adalah permasalahan umum untuk semua orang yang akan memulai karirnya. Namun ketakutan tersebut tentu harus dihilangkan dengan keberanian.

Meski memulai bisnis bisa jadi menegangkan, seperti dikutip dari Forbes, 12 Februari 2019, terutama ketika sudah memiliki pekerjaan mapan, ketakutan yang dirasakan bisa menjadi energi yang datang dari diri sendiri untuk memulai hal baru. Kuncinya adalah soal bagaimana mengelola rasa takut itu, karena, jika bisa mengelola rasa takut dengan baik, kita akan merasa lebih berdaya dan berkomitmen untuk menjemput mimpi baru.

Ada tiga hal yang harus membuat kita fokus, sehingga rasa takut yang ada bisa berubah dari musuh menjadi teman :

  • Nyaman 

Saat kita bekerja di sebuah perusahaan, penghargaan didapatkan karena sudah bekerja sesuai dengan tugas, memiliki relasi, tapi tidak melakukan terobosan-terobosan. Kita dianggap ahli di bidang pekerjaan tertentu, bisa menyelesaikannya dengan mata tertutup, dan kita merasakan kenyamanan.

Namun, tidak demikian saat kita berbisnis dan menjadi bos bagi diri sendiri. Menjadi pelaku bisnis yang sukses berarti harus bisa menerima dan mengelola rasa tidak nyaman. Kita tidak mungkin menjadi ahli dalam segala hal.

Seorang mentor atau rekan bisnis punya peran penting, yang bisa melengkapi beberapa bidang yang tidak bisa lakukan. Bersiaplah untuk merasa nyaman dengan mengambil risiko, mencoba hal-hal baru, dan terkadang bertentangan dengan keinginan.

  • Pola Pikir

Banyak yang beranggapan rasa takut merupakan emosi yang negatif, padahal itu respon yang sangat alami, juga hal baik karena menunjukkan ada dorongan dari dalam diri untuk melakukan hal besar.

Ketika seseorang memutuskan untuk terjun di dunia bisnis, rasa takut yang paling alami adalah takut untuk gagal. Seperti pernah dikemukakan oleh Bob Sadino, pengusaha nyentrik yang memulai usahanya dari nol : "Ketakutan adalah tantangan terbesar yang perlu dilawan. Takut itu timbul karena sudah nyaman di satu titik.

  • Belajarlah

Berdasarkan studi dari sebuah riset, salah satu cara untuk mengatasa rasa takut akan wirausaha adalah melalui ilmu pengetahuan dan proses mencari informasi. Proses ini termasuk melakukan riset dan berjejaring dengan mentor serta ahli di bidang-bidang yang akan digeluti.

Jeffry Jouw, Founder of Urban Sneaker Society (USS) saat menjadi narasumber dalam Talkshow Catika #SemuaBisaMulai Modal Bisnis 'Bangun Bisnis, Siapa Takut?' yang dilakukan secara daring pada Sabtu, 24 Juli 2021 mengatakan, dalam membangun usaha jangan biarkan rasa takut menjadi berlebihan apalagi menghalangi dan membuat kalah sebelum mulai berperang.

Acara
Acara "I Love Food Bazaar" dengan mentor Petrus Gandamana (Foto : Barca Media & Training)
"Yang penting jalan dulu aja. Kalau kita tidak pernah mencoba, maka tak akan pernah tahu hasilnya. Jualan aja dulu, pikiran kita didesain untuk menghindari sesuatu hal yang baru. Jangan tunggu nanti, kalau bisa coba sejak sekarang," kata Jeffry

Dalam merintis sebuah bisnis, tambahnya, memang tidak langsung membuahkan hasil yang manis. Namun bila dalam pikiran para pemula adalah dominasi bayangan kegagalan, maka usahanya pun tak akan pernah dijalani.


Mismanajemen Usaha Kecil

Perkara ketakutan dalam memulai atau menjalan bisnis juga ditemui oleh Ir.Petrus Gandamana, mentor usaha startup kuliner dan teknikal F&B. Dalam suatu sesi Coaching Clinic yang diselenggarakan Team BARECA di awal Februari 2023 lalu pada kegiatan I Love Food Bazaar di Pusat Perbelanjaan elit Plaza Indonesia Jakarta Pusat, ada seorang peserta bertanya kepadanya : Bagaimana mengelola usaha mikro yang manajemennya morat-marit karena semua dia tangani sendiri.

Konsumennya banyak, tapi tak sanggup dia layani. Produknya berupa cemilan yang dia buat sendiri, dan juga ada produk dari teman dan tetangga yang dititipkan pada dia, karena tahu usaha dia ramai pembeli.

Petrus lalu bertanya mengapa semua dia kerjakan sendiri? Dijawabnya kalau dia merekrut karyawan dia merasa takut kalau nanti usahanya sepi maka dia tidak sanggup menggajinya. Dari jawaban itu bisa dipahami bahwa hampir sebagian besar pengusaha dihantui oleh ketakutan, yang sering tidak beralasan atau secara logika mungkin benar, namun mungkin juga tidak. Mengapa?

"Pertama saya berikan pemahaman kepada sang pengusaha, katakanlah namanya Ibu Sinta, bahwa saat kita menjalankan usaha ada pilihan : menjual produk dalam jumlah banyak namun labanya tipis, maka volume penjualan harus tinggi agar tercapai target laba yang ditetapkan dan menutup biaya operasional untuk melaksanakan target penjualan yang tinggi volumenya."

Pilihan kedua adalah menjual produk yang tebal laba marjinnya, namun konsekuensinya mungkin volume tidak besar, yang bagi sebagian orang dianggap demikian, karena jumlah pasarnya lebih sedikit daripada produk yang dijual dengan marjin laba tipis.

"Pada pilihan jenis ini produk harus memiliki nilai yang tinggi dan unik, sehingga pembeli yang bersedia membayar dengan harga tinggi, merasa sepadan atau merasa dirinya spesial karena mendapatkan produk yang tidak dibeli kebanyakan orang," Petrus menjelaskan.

Menurut Petrus yang pendiri BARECA Media & Training, untuk bisa memilih kedua pilihan tersebut, tentu harus melihat kemampuan dan kondisi kita. Mulai dari kemampuan diri sanggup mengelola pasar yang mana, alat kerja dan sarana produksi yang dimiliki, juga adanya tim produksi dan pemasaran serta penjualan, yang sanggup berkomitmen dan kompeten dalam melayani segmen pasar yang mana.

Filosofi bisnis kita dan kepercayaan pada produk kita juga harus seirama dan dipegang teguh untuk melayani target pasar yang dipilih. Setelah meyakini target pasar yang cocok dengan kondisi kita, maka perlu disiapkan suatu perencanaan produksi dan pemasaran (merek, komunikasinya, promosinya, strategi distribusi dan penetapan harganya) serta penjualan (sistem penjualan, promo penjualan, waktu pembayaran, logistik dan portofolio produk).

"Saya memahami sekali bahwa usaha mikro dan kecil banyak yang tidak sanggup mengatur dan melaksanakan semua hal tersebut sendiri atau oleh tim kecilnya, belum lagi pengaturan keuangan dan sumber daya manusia tentu juga memerlukan perhatian," sambung Petrus.

Untuk itu dia menyarankan agar melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak yang memiliki kompetensi pada bidang tertentu yang dapat mendukung kegiatan usaha kita dengan maksimal, termasuk dalam hal ini memilih dan bekerjasama dengan Mentor yang kompeten dan berpengalaman.


Karakter dan Kompetensi Karyawan atau Kolaborasi Positif

Sesi Coaching Clinic di I Love Food Bazaar (Foto : Bareca Media & Training)
Sesi Coaching Clinic di I Love Food Bazaar (Foto : Bareca Media & Training)
Petrus memberi contoh, misal untuk kegiatan pemasaran bisa dipertimbangkan untuk kerjasama dengan pihak agensi pemasaran, untuk keuangan juga demikian, untuk produksi bisa melakukan kerjasama mark-loan dengan usaha lain yang kelebihan kapasitas produksi dan menerima pesanan dari luar dengan harga yang cocok.

Dari pengalamanan BARECA Media dan Training (www.barecamedia.com)  yang banyak memberikan pelatihan dan konsultasi agar kompetensi serta karakter karyawan yang direkrut sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau pilihan lainnya, jika bisa dikerjakan pihak outsourcing atau pihak lain bagaimana hitungan bisnisnya.

Tapi sekali sudah yakin bahwa harus merekrut karyawan, maka percayalah bahwa sang karyawan akan terus menjadi tenaga penggerak pertumbuhan usaha. Menjadi aset penting perusahaan, bukan menjadi beban atau potensi beban kalau usaha lagi menurun.

Adanya tenaga kerja dalam tim jangan dipikirkan akan membuat usaha menjadi menurun namun kegiatan usaha menjadi berputar lebih maksimal, karena tersedia sumber daya yang siap dan pas dalam melayani pasar dan potensi pasar.

"Setelah berdiskusi sejam dan mendengar paparan, Ibu Sinta merasa lega dan seperti terpicu semangatnya, sambil melihat kertas catatan dari hasil diskusi dengan saya tersebut," tutur Petrus.

Sebagai pengusaha ibu Sinta sudah memiliki ide dan rencana untuk segera menggulirkan kegiatan bisnisnya dengan target pasar yang jelas. Perencanaan sumber daya dan kolaborasi yang akan dijalankan dengan siapa untuk mendukung usahanya, termasuk para teman dan tetangga yang menitipkan produknya pada dia, harus dijalankan bagaimana pola kerjasamanya ke depan.

Ibu Sinta juga memahami bahwa berbagai pelatihan yang perlu bagi peningkatan kompetensi dan kapasitas usahanya, mutlak diperlukan olehnya atau anggota timnya, sehingga usahanya bisa tumbuh secara jangka panjang.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun