Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Irwan Abu Bakar Menjaga Titian Sastra Malaysia

24 Desember 2022   07:09 Diperbarui: 24 Desember 2022   17:55 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GLP ketika tampil di XT Square, Yogyakarta bersama Mahmud MD (kini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan) - Dok. pribadi

Delapan tahun lalu, di sebuah amphyteater, dengan panggung yang disinari lampu dan puluhan penonton yang duduk di bangku semen setengah melingkari arena, melantun lagu berbahasa Malaysia.

Kulepaskan Dia Terbang dibawakan oleh Feryna Setyowati dengan penuh perasaan, diiringi Daladi dengan gitar akustik dan liukan biola Doni Biola. Penonton hanyut dalam lirik yang dalam, seperti halnya kerinduan seorang ayah yang menulis puisi itu.

Penulisnya, Irwan Abu Bakar berada di tengah penonton di Rumah Budaya Tembi, Bantul, DI Yogyakarta. Mengenakan kaos hitam, dibalut jas dengan warna serupa ia sempat terdiam kala lagu itu selesai.

Saat itu ia datang bersama isterinya, Hasimah Harun dan puterinya, Ilya Kablam serta puluhan dosen dan mahasisa Universiti Malaya, serta beberapa sastrawan. Mereka dari Malaysia, melakukan perjalanan dengan tajuk "Titian Sastra" ke Yogyakarta.

Ilya Kablam dikenal sebagai penyanyi, berduet dengan Hijas dalam GLP (Grup Lagu Puisi eSastera). GLP telah menerbitkan dua buah album penuh lagu-lagu puisi, iaitu Perada Cinta (2014) dan Dot Dot Dot (2016), yang pernah ditampilkan di Jakarta dan Yogya.

Lelaki kelahiran Segamat, Johor pada tahun 1951 itu lebih dikenal sebagai salah satu sastrawan tekemuka di Malaysia. Ia akrab dipanggil Prof Irwan, sebutan yang tentu membuat dahi kerkerut karena tak banyak sastrawan dipanggil profesor.

Namun itulah Irwan yang Bernama memang sejatinya seorang profesor, yang nama lengkap dan titel akademiknya adalah Prof.Dr.Ir.Wan Abu Bakar Wan Abas, FASc. Seorang profesor di Departemen Rekayasa Biomedis, Fakultas Rekayasa Universiti Malaya, yang pensiun tahun 2018 lalu.

Setelah bersara sebagai profesor, dia diangkat sebagai Research Associate di jabatan yang sama. Kemudian diangkat sebagai honorary professor.

Ia juga pernah menjadi Dekan Fakultas Rekayasa, Universiti Malaya tiga periode selama 10 tahun. Selain itu juga memimpin bedirinya program ijasah sarjana muda Rekayasa Biomedis (BBEng), kemudian menjadi Departemen Rekayasa Biomedis di Universiti Malaya.

Prof.Irwan, begitu panggilannya,  merupakan penggagas pendidikan Rekayasa Biomedis di Malaysia.

Di luar tugas resminya, ia juga memimpin beberapa lembaga profesional rekayasa tingkat nasional yakni Persatuan Kejuruteraan Perubatan dan Biologi (MSMBE) sehingga 2015 serta Persatuan Prostetik & Ortotik Malaysia sehingga sekarang.

Sains dan Sastra

Irwan Abu Bakar membaca puisi di Candi Borobudur (Foto: Yo)
Irwan Abu Bakar membaca puisi di Candi Borobudur (Foto: Yo)
Irwan mempromosikan konsep "whole-brain thinking" dengan terlibat secara aktif dalam bidang sastra.

Aku melalui pendidikan formal dalam bidang sains, secara spesifiknya dalam bidang kejuruteraan (Teknik) dengan tumpuan khas kepada bidang biokejuruteraan (bio engineering).

"Bidang sastera aku ikuti pada peringkat nonformal. Walau apapun, bidang sastera itu bidang yang terbuka untuk diterokai peminat daripada semua disiplin ilmu. Aku misalnya, banyak menulis puisi dan cerita fiksyen yang berlatarkan ilmu sains."

Ayah dari tujuh anak, dua diantaranya perempuan, sering datang ke Indonesia. Tak hanya mendatangi obyek wisata tapi juga bertemu dan berdialog dengan para sastrawan.

"Aku sudah tertarik dengan sastra sejak usia 7 tahun, bertambah serius saat memasuki usia 15 tahun. Di usia itu aku mulai rajin membaca karya sastra, terutama cerpen dan novel. Juga sesekali menulis," jelasnya.

Di masa remaja itu ia sudah mempunyai idola yakni A.Samad Said, sastrawan negara Malaysia yang terkenal.

Saat melanjutkan kuliah di University of Strathclyde, Glasgow, United Kingdom untuk mengikuti kursus Bachelor of Science (Mechanical Engineering) dan PhD (Bioengineering) kecintaan Prof.Irwan makin mendalam pada sastra. Meski begitu ia belum menerbitkan karyanya.

Baru pada 1995 ia menerbitkan puisinya di media cetak ("Diasfora Alam Bahasaku", Pelita Bahasa, Februari 1995). Sedangkan karya cerpennya berjudul "Syy..." terbit di Berita Minggu, 25 Mei 2003.

"Jika berbicara usia, rasanya terlambat terjun sebagai penulis. Namun tak ada kata terlambat untuk belajar, karena sastra bukan sekedar wadah bagi karya-karya kita, lebih dari itu sastra memperhalus perasaan kita," ujarnya saat berbincang di tengah malam menikmati kopi jos di Malioboro.

Munculnya sastra cyber membuat karyanya terus mengalir. Saat itu, di awal tahun 2000-an ia sudah melihat bahwa sastra cyber atau sastra internet tak bisa dibendung. Hal ini seiring dengan kemajuan internet serta makin banyaknya peminat sastra.

 "Aku bangunkan portal eSastera.com pada 2002 dan membukanya kepada orang awam untuk menyiarkan karya mereka masing-masing. Tidak banyak portal/website sastera berbahasa Melayu pada masa itu." .

"Pada masa itu, internet masih belum meluas digunakan di kebanyakan negara di rantau Asia, termasuk Malaysia."

"Kemudiannya aku bangunkan gerakan sosial sastera (Persatuan Aktivis E-sastera Malaysia) dan tubuhkan syarikat untuk menerbitkan buku-buku sastera (Esastera Enterprise)."

"e-Sastera lahir semasa aku sudah tamat mendapat ijazah PhD. Sudah berkahwin dan mempunyai tiga empat orang anak. Pada masa itu, Internet baru berkembang di dunia sebelah sini," tambahnya sambil tertawa.

Ia memang suka bercanda, membumi dan dekat dengan siapapun. Senyumnya tak pernah lepas saat bertemu dengan para penulis dari segala usia.


Sukun

Ketika mengunjungi SMP Negeri 4 Sukoharjo, Jawa Tengah ia melayani permintaan para siswa untuk berfoto bersama. Bahkan oleh-oleh buah Sukun yang diberikan sekolah itu dibawanya pulang ke Kuala Lumpur. Sukun yang bagi rombongan Prof. Irwan merupakan buah yang baru pertama mereka lihat, dan begitu enak saat digoreng, disajikan bagi para tamu negeri jiran itu.

"Itu kehormatan bagi kami, dan sangat mengesankan. Sukun itu sekitar 2 kg beratnya, saya bawa pulang sebagai kenang-kenangan, meski lebih berat dari 10 novel "Meja 17" yang baru terbit," kenangnya sambil tersenyum.

Prof.Irwan saat tampil di salah satu televisi swasta Yogyakarta (Foto: Youtube)
Prof.Irwan saat tampil di salah satu televisi swasta Yogyakarta (Foto: Youtube)
Prof.Irwan memang saat itu meluncurkan novel anti plot berjudul "Meja 17" edisi Bahasa Indonesia, yang diterbitkan oleh EsMe (E-Sastera Manajemen Enterprise, 2014), Jakarta.

Novel itu merupakan serial dengan berbagai judul tapi tetap dengan kata "Meja 17". Pertama kali diluncurkan dengan judul Cinta Berbalas di Meja 17 (Kuala Lumpur: Esastera Enterprise, 2008). Edisi-edisi berikutnya   diberi judul Meja 17 (Kuala Lumpur: Esastera Enterprise, 2012, 2015, 2016, dan 2018).

Novel keduanya berjudul 30 Februari yang diterbitkan di Indonesia (Cilegon: Gaksa Enterprise, Mei, 2018).

Sedangkan buku kumpulan puisinya yang telah terbit adalah Semelar (Kuala Lumpur: kAPAS Publication, Jun 2003), Kuntom Ungu (Kuala Lumpur: Esastera Enterprise, 2012), dan AM Ke PM (Esastera Enterprise, 2020). Karya lainnya adalah kumpulan puisi di Indonesia, iaitu Grafiti Hati (EsMe, 2016) serta sebuah buku kumpulan "puisi berserta ulasan", yakni Peneroka Malam (EsMe, 2014). 

Melalui e-Sastera Prof.Irwan yang sudah mempunyai lima cucu ingin sastra Malaysia lebih dikenal dunia, dan khususnya menjadi titian dengan sastra di ASEAN.

Kunjungan ke Indonesia,  yang terhenti dengan adanya pandemi Covid-19, sangatlah berarti karena kedekatan seni dan budaya kedua negara.

Ia senang bisa datang dan mengisi acara Sastra Reboan di Bulungan, Jakarta Selatan dan di Rumah Budaya Tembi, Yogyakarta. Bertemu sastrawan-sastrawan ternama seperti Sapardi Djoko Damono (alm), Joko Pinurbo dan lainnya.

"Pada masa ini, kami masih bergerak secara berhati-hati untuk keluar Malaysia. Insya-Allah dalam sedikit masa lagi kami akan meneruskan langkah ke luar negara, terutamanya ke Indonesia, demi mencari interaksi sastera dan memajukan perkembangan sastera dalam masyarakat di negara-negara di ASEAN."

"Tujuan utamanya adalah memanfaatkan aktiviti sastera untuk merapatkan masyarakat antara negara."

Semakin merambat usianya, tak mengendurkan langkah lelaki bersahaja itu untuk terus bersastra, untuk menjembatani hubungan yang lebih akrab lagi dengan Indonesia melalui sastra dan seni.

Selayaknya ia mendapat lebih banyak penghargaan dari negaranya. Tak sekedar Hadiah Sastera Johor (Buku Sastera, 2019), Tokoh Patria Numera (2017), Hadiah Sastera Darul Takzim (Puisi Eceren, 2007-2008), dan Anugerah Sastera Perdana Malaysia (Cerpen Eceren, 2004-2005),***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun