Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sony dan Mimpinya Mengantar NFF Jadi Akademi Profesional

24 Oktober 2019   14:52 Diperbarui: 24 Oktober 2019   15:10 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juara 1 Antara Indonesia Muda se-Jatim di Malang tahun 2019 (foto: Dok.NFF)

Bermula dari kesukaannya bermain sepakbola, lalu setiap minggu berjalan-jalan ke berbagai kota di Jawa Timur, Sony Setyaji mewujudkan pertanyaan tentang sebuah wadah bagi anak-anak berbakat di Nganjuk, Jawa Timur.

Berdirilah Nganjuk Football Foundation (NFF) yang berlokasi di Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur pada 10 Oktober 2018.

Sejak usia 10 tahun Sony sudah tersihir oleh sepakbola. Ia berlatih di kampung sendiri di Lapangan Desa Malangsari, Tanjunganom, Nganjuk. Saat bersekolah di SMA Negeri 1Tanjunganom ia tak hanya menjadi pemain tapi juga turut mengelola kegiatan ekstra kurikuler sepakbola.

"Dari situ saya belajar secara otodidak tentang bagaimana mengelolaan sebuah tim. Saya juga banyak membaca buku, majalah atau berdiskusi dengan mereka yang berpengalaman dalam klub,"tutur Sony yang jadi CEO NFF.

Keinginan mendalami dunia sepakbola, terutama pengelolaan klub dan sekolah sepakbola membawa Sony mengunjungi berbagai kota seperti Kediri, Tulungagung, Malang, Madiun dan lainnya.

Perjalanan yang memberi cakrawala baru bagi Sony tentang gilanya masyarakat akan sepakbola. Ia pun bertemu dengan banyak orangtua yang sedang mengantarkan anaknya berlatih sepakbola.

Para orang tua itu sangat mendukung anak-anaknya berlatih, karena melihat sepakbola menjanjikan masa depan yang bagus.

Sony selalu teringat perkembangan sepakbola di Nganjuk, kota kelahirannya 41 tahun lalu, yang belum memiliki sekolah sepakbola yang baik. Beberapa SSB yang ada dilatih pelatih lokal, otodidak tanpa lisensi, tanpa jaringan ke klub besar. Banyak juga anak-anak berbakat belajar sepakbola ke Kediri.

Sony Setyaji (Foto: Ist)
Sony Setyaji (Foto: Ist)
Berbagai pertanyaan itu dibawanya saat pulang ke Nganjuk. Hingga suatu waktu temannya bertanya "Kenapa tidak kamu dirikan akademi di sini?."

NFF lalu didirikannya dengan mengusung konsep profesional, menuju suatu akademi sepakbola profesional dengan konsep yang jelas. Tak hanya sumber daya manusia yang disiapkan, seperti pelatih berlisensi AFC tapi juga infrastruktur seperti lapangan milik sendiri, kesekretariatan, dokumentasi dan arsip yang rapi.

Di awal berdirinya NFF, sudah dicoba mengiirim tim untuk mengikuti turnamen  AG Selection KU 2009 di Kediri dan mampu menyabet juara ke-3.

Padahal, sejak awal tak ada ambisi untuk menjadi juara berbagai turnamen, karena yang terpenting adalah pengembangan kemampuan dan didapatnya jam terbang bagi para siswa NFF.

Selain itu, pengurus dan pelatih diminta untuk menimba pengalaman dari akademi-akademi lainnya tentang pengelolaan yang profesional. Entah itu menyangkut sistem latihan, persiapan latihan, gaji dan lainnya. Semuanya itu dijadikan bahan evaluasi, lalu dikemas untuk pengembangan NFF.

Tak hanya ikut turnamen, beberapa pemain NFF juga dikirimkannya mengikuti seleksi di tim-tim seperti Bhayangkara FC, PS Sleman dan lainnya. Ada yang saat ini bermain di Nganjuk Ladang FC yang mengarungi Liga 3 2019.

Juara 2 Piala Menpora KU 2005 Korda Madiun tahun 2019 | dokpri
Juara 2 Piala Menpora KU 2005 Korda Madiun tahun 2019 | dokpri
"Soal lolos atau tidak, itu soal nomer dua karena yang utama mereka turut merasakan bagaimana beratnya berjuang untuk bisa masuk tim usia muda klub-klub besar seperti PS Sleman misalnya,"jelas Sony.

Gebrakan yang dilakukan NFF dalam rentang usianya yang masih belia mampu menarik perhatian masyarakat Nganjuk. Apalagi dalam waktu setahun sudah 34 tropi kejuaraan mampu dikoleksi oleh akademi, baik dari tingkat regional, provinsi maupun nasional.

Terbukti dalam setahun sejak berdirinya sudah memiliki 200 siswa. Tak hanya itu, Askab PSSI Nganjuk pun menunjuk NFF sebagai akademi percontohan.

Fasilitas yang dimiliki NFF diakui oleh Sony belumlah lengkap atau mewah. Hal ini bukan semata karena akademi itu baru tapi dimaksudkan agar calon siswa tidak terbebani dengan biaya yang mahal.

Siswa NFF sedang berlatih (foto: Dok.NFF)
Siswa NFF sedang berlatih (foto: Dok.NFF)
"Jika mahal, nanti anak-anak takut, lalu bakat-bakat itu lari ke tempat lain. Nganjuk punya talenta-talenta bagus, sayang jika tidak dikembangkan di daerah sendiri,"tambah Sony tentang fasilitas akademi yang diikuti oleh berbagai kelompok usia dari kelahiran 2012 hingga 2000.

Perjalanan NFF masih jauh meski keberadaannya sudah diakui masyarakat dan PSSI Nganjuk. Sony pun pada Agustus 2019 lalu ditugaskan Askab PSSI Nganjuk menjadi pimpinan pengembangan usia dini di Ngajuk.

Sony sendiri melihat NFF belum menjadi akademi yang besar, hanya menuju ke arah lebih baik, lebih profesional.

Kalau pun berkembangannya seperti sekarang, itu berkat adanya orang-orang hebat di dalamnya. Ia menunjuk tim pelatih yang berperan besar. Mereka antara lain Ary Yudo Suharso, Nanang Kuswoyo, Guntur Martasima, Yusfi Ashar Hanafi, Eka Suryawan dan Diki Aprianto,"kata Sony merendah.

Namun, meski NFF sudah sejajar dengan akademi-akademi sepakbola lainnya di Jawa Timur, namun lelaki berpenampilan sederhana itu belumlah mau berhenti di situ saja.

"Saya ingin NFF sebagai akademi sepakbola yang menjadi tujuan anak-anak untuk mengembangkan bakatnya,"tegasnya.

Maka Sony pun terus mempersiapkan NFF terus mengepakkan sayapnya, terbang melampaui Nganjuk. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun