Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ternyata Bukan Suara Publik yang Didengarkan PSSI Soal Milla

30 Agustus 2018   15:30 Diperbarui: 30 Agustus 2018   17:38 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak bisa dipungkiri, keputusan PSSI untuk tetap memakai Luis Milla sebagai pelatih Tim Nasional disambut gembira. Artinya, kontrak setahun yang disodorkan ke mantan pemain Real Madrid itu memang sesuai harapan masyarakat. Syukur-syukur kontraknya nanti juga terus diperpanjang.

Tugas baru sudah menghadang Milla, turnamen AFF 2018 pada November 2018 mendatang.

Target juara di Piala AFF juga akan menjadi misi besar dan bersejarah bagi Luis Milla.

Bagaimana tidak, Indonesia belum sekali pun mendapatkan gelar juara Piala AFF sejak 1996.

Di media sosial kabar yang disampaikan oleh Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi dalam konperensi pers, 28 Agustus 2018 itu dikomentari positif. Artinya itu pertanda baik bagi PSSI.

Jarang lho ada komentar positif terhadap PSSI belakangan ini. Apalagi buat Ketua Umum-nya yang nyalon eh sudah terpilih jadi Gubernur Sumatra Utara.

Sedari memulai tugas sebagai pelatih Indonesia sejak Februari 2017, Milla sudah dibebani target lolos ke babak empat besar Asian Games 2018. Biar banyak orang menganggap target itu sedikit banyak ngawur, karena seperti tidak melihat kemampuan diri sendiri dan beratnya pesaing, PSSI gak peduli. Milla pun mengamini.

Kehadiran Milla sendiri merupakan bagian dari gebrakan Edy Rahmayadi yang saat itu baru beberapa bulan terpilih sebagai Ketua Umum PSSI.

Setelah semaput setahun lebih akibat pembekuan oleh FIFA, sepakbola Indonesia harus merangkak lagi, dan Milla dianggap bisa menjadi bagian penting dari kebangkitan itu.

Maka, tugas Milla adalah harus membangun tim yang tidak bertanding sama sekali di ajang kompetitif.

Selain itu, parameter keberhasilan Milla adalah pada pesta olahraga multicabang seperti SEA Games dan Asian Games yang tidak mengenal babak kualifikasi.

Soal gelar atau prestasi emas, Milla memang belum memberikan seperti yang diharapkan, termasuk target di Asian  Games.

Namun, Milla dianggap sudah berhasil memberi kita sajian baru : permainan Timnas enak ditonton.

Para pemain seperti punya pakem bagaimana seharusnya bermain, tak hanya sedap dinikmati tapi juga mencetak gol. Di Asian Games Indonesia jadi tim yang mencetak gol terbanyak bersama Tiongkok.

Tak cuma itu, Milla juga punya kemampuan membaca permainan. Ia mampu meracik strategi baru sesuai situasi pertandignan, seperti saat tim dalam kondisi tertinggal atau sulit berkembang.

Tentu perubahan dari Milla akan berjalan baik jika pemain mau mendengarkan sang pelatih. Suasana itu sangat penting, pemain mendengar, menghargai dan menurut kepada pelatih. Milla berhasil melakukan hal itu di timnas.

Tak heran, meski hanya melaju ke babak 16 besar dan gagalnya pun karena wasit asal Australia, Shaun Robert Evan yang jadi biang  kerok dengan memberi dua penalti untuk Uni Emirat Arab, tim asukan Milla tetap disanjung.

Ironisnya, wasit itu sendiri pernah dikontrak untuk memimpin Liga 1 2017 dan disanjung juga oleh PSSI karena dianggap bagus memimpin pertandingan.

Milla tak hanya memenangkan hati masyarakat, sebagian besar pemain dan mantan pemain pun angkat topi dan ingin dia dipertahankan. Firman Utina bahkan bilang Milla pantas jika dikontrak selama 10 tahun.

Maka pernyataan PSSI soal kontrak baru buat Milla disambut gembira oleh publik. Harapan mereka terpenuhi, dan bisa melihat lagi kiprah para pemain di bawah asuhan Milla.

Lalu, seperti apa harapan publik itu bagi PSSI? Apakah mereka mendengarkan, lalu menjadikannya sebagai pijakan membuat keputusan mempertahankan Milla?

Kalau membaca pernyataan Edy Rahmayadi, kita pantas gigit jari karena suara publik ternyata bukan dasar dari kontrak baru Milla.

"Bukan karena netizen, saya takut sama Komite Eksekutif. Makanya kami juga kan tadi ambil suara. Enam anggota Exco bilang lanjut, empat tak setuju, sedang tiga abstain," kata Edy saat konperensi pers itu.

Tentu Edy sedang merendah, atau bercanda saat mengatakan takut sama Exco. Bukankah selama ini ia aman-aman saja memberikan pernyataan, meski kadang ngawur seperti soal nasionalisme pemain yang merumput di luar negeri, atau mengambil cuti karena nyalon gubernur Sumut. Makanya yang bener anggota Exco yang takut sama Edy.

Jumlah anggota Exco PSSI ada 15 orang, termasuk Ketua Umum dan dua Wakil Ketua Umum.

Jika disebutkan oleh Edy ada enam setuju, empat tidak setuju dan tiga abstain, berarti hanya terdapat 13 anggota Exco. Bisa diasumsikan dua anggota absen dalam rapat penentuan nasib pelatih timnas itu.

Maka melihat komposisi anggota Exco yang ada itu, bisa dilihat ada tiga golongan yang membuat keputusan soal dipertahannya Milla itu.

Pertama, mereka yang bilang lanjut itu berarti mendengarkan harapan publik. Melek internet tak cuma berita yang dibaca tapi juga komentar pembacanya.

Kedua, yang menolak bukan berarti gaptek atau tuli akan aspirasi masyarakat. Bisa jadi mereka sibuk berbisnis, bersiap jadi caleg atau pusing memikirkan klubnya yang sedang nyungsep di klasemen sementara kompetisi (bukankah ada anggota Exco yang rangkap jabatan jadi pemilik klub?).

Ketiga, yang abstain bisa dilihat sebagai sikap netral dan aman. Tidak mau mengecewakan yang mendukung dan menolak perpanjangan kontrak Milla. Lebih baik tiarap saja, seperti selama ini yang dilakukan terhadap kekeliruan yang ada di tubuh PSSI atau jalannya kompetisi.

Maka PSSI sendiri telah melepaskan momentum baik untuk memperbaiki citranya ketika tidak mau mengakui adanya desakan dan harapan publik bagi dipertahannya Milla.

Jika mengatakan, "PSSI mendengarkan suara masyarakat, tidak menutup mata dan telinga," ketimbang "Ini murni keputusan Exco,", simpati dan apresiasi bagi PSSI tentu berbeda. 

Ya wis, mau bilang apa?
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun