Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sikap Tegas PSSI Terkait Kinerja Operator Kompetisi Jangan Sesaat Saja

24 Februari 2018   02:17 Diperbarui: 24 Februari 2018   11:15 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya sikap tegas ditunjukkan oleh PSSI terkait berbelit-belitnya permasalahan subsidi klub Liga 1 2017 yang hingga saat ini belum juga cair. PSSI menegaskan kompetisi Liga 1 tidak akan bergulir jika hak para klub itu belum dilunasi oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebelum kick off pada 10 Maret 2018 mendatang.

"Masalah tunggakan gaji pemain saya akui memang masih ada beberapa, dan saya janji sebelum kick off kompetisi dimulai semuanya harus terbayarkan. Jika tidak, ya berarti kick off tidak akan dimulai," kata Joko Driyono, 21 Februari 2018 usai bertemu dengan Menpora, Imam Nahrawi di kantor Kemenpora.

Terbilang terlambat, tapi sikap yang disampaikan oleh Joko Driyono itu sangat diperlukan. Tak hanya bagi klub yang sudah lebih dari menggerutu atas persoalan haknya yang tidak juga dibayar, tapi juga oleh masyarakat yang turut gerah dengan kinerja PT LIB.

Ketidaktegasan itu seperti tidak ada (belum terdengar) sebelumnya, misalnya adanya teguran PSSI kepada PT LIB. Terutama menyangkut keterlambatan pembayaran hak klub peserta Liga 1 soal dana subsidi, termasuk juga belum menerima uang dari hasil sharing dan rating. Begitu juga dengan hadiah juara, baik Liga 1 dan Liga 2, yang belum sampai ke tangan klub.

Kasus itu memang mengecewakan para klub. Operator baru yang menggantikan PT Liga Indonesia itu tak menunjukkan kinerja yang lebih baik dan baru, sesuai dengan nama yang disandangnya. Beberapa klub dikabarkan sudah tak percaya lagi dengan PT LIB sebagai operator di kompetisi tahun 2018 ini.

PT LIB ditunjuk menjadi operator kompetisi menggantikan PT Liga Indonesia, yang sejak 2009 sudah menangani Indonesia Super League (ISL) dan kompetisi lainnya (sebelum berubah jadi Liga 1,2 dan 3). Pergantian itu pertama kali disampaikan pada 27 Januari 2017 setelah pengukuhan Pengurus PSSI Periode 2016-2020 di gedung Balai Kartini, Jakarta.

Saat itu, Iwan Budianto yang Wakil Ketua Umum PSSI disebut akan memimpin PT LIB. "Perlu ada perubahan manajemen dan penyegaran, sehingga bisa berbuat lebih baik dari pengalaman-pengalaman yang lalu," kata Edy Rahmayadi.

Namun, pernyataan itu kemudian diralat menyangkut Iwan Budianto yang ternyata mengetuai panitia Piala Presiden 2017, dan posisinya pun di PSSI digeser menjadi Kepala Staf PSSI. Komisaris Utama PT LIB dijabat oleh Glenn Sugita yang Direktur Utama PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), perusahaan menjalankan roda klub Persib Bandung.

Baru

Pergantian operator kompetisi memang menjadi hak PSSI. Namun, pergantian itu ternyata tidak memberikan penyegaran apapun untuk kompetisi. Bisa dibilang lebih buruk dan terlihat gagap, karena kurangnya pengalaman dari manajemen PT LIB.

Rekam jejak manajemen PT LIB memang kurang meyakinkan. Hanya empat saja yang dikenal berkecimpung di sepak bola yakni Glenn Sugita, Teddy Tjahyono (Direktur, yang juga Direktur Keuangan PT PBB), Risha Wijaya (Direktur, pernah menjadi Direktur Operasional PT PBB) dan Ratu Tisha (Direktur Kompetisi, lalu menjadi Sekjen PSSI saat ini).

Kentalnya aroma Persib di tubuh PT LIB tak pelak mengundang tudingan keberpihakan. Memang soal sorotan itu ditepis oleh perusahaan itu, tapi tetap tak bisa menghilangkan kecurigaan yang ada, seperti terhindarnya Persib Bandung dari sanksi berat atas tindakannya walk out saat menghadapi Persija Jakarta di Stadion Manahan, Solo.

Dari aspek profesional bisnis, Glenn Sugita tak perlu diragukan lagi kehandalannya. Ia  pendiri Northstar Group (bersama Patrick Waluyo) yang berbasis di Singapura. Northstar Group merupakan perusahaan di bidang private equity,  berkantor pusat di Singapura dengan dana kelolaan mencapai US$ 1,8 miliar (data tahun 2015). Di tahun 2015 pula Northstar menanamkan investasi ke Gojek.

Namun, mengelola kompetisi sepak bola tentu berbeda dengan berbagai perusahaan yang dimilikinya. Di dalamnya banyak dinamika, ego klub, gesekan suporter atau soal regulasi yang tidak bisa dibuat sembarangan. Belum lagi adanya benturan kepentingan karena masih adanya rangkap jabatan seperti di PSSI dengan klub.

Membawa kepercayaan tinggi dari PSSI, dengan mayoritas pebisnis di jajaran komisaris dan direksinya, soal resiko kemacetan pembayaran dari pihak sponsor tentu sudah masuk kalkulasi.

Bisa dipertanyakan sejauh mana kekuatan negosiasi atau lobi dari PT LIB terhadap partner bisnis yang belum membayar hingga membuat klub kelimpungan.

Apakah para pengusaha kelas kakap di PT LIB tidak bisa (atau tidak mau) menalangi pembayaran hak-hak klub Liga 1, juga hadiah juara Liga 1, 2 dan 3? Mereka saja yang tahu dan bisa menjawabnya.

Mencermati soal belum dibayarnya hak klub dan juga berbagai regulasi kompetisi yang inkonsisten, rasanya sebutan "baru" pada nama PT LIB akan dimaknai sebagai perusahaan yang baru punya pengalaman mengelola kompetisi.

Mayoritas

Hal lain yang juga perlu dipertanyakan adalah tentang kepemilikan saham klub Liga 1, yang oleh PSSI dan PT LIB sendiri dinyatakan sebagai mayoritas dengan 99%. Sisanya yang 1% dipegang PSSI, dengan status saham istimewa sebagai pengambil keputusan dan memiliki hak veto.

Komposisi kepemilikan saham klub Liga 1 itu tak beda dengan saat kompetisi masih bernama ISL, sesuai dengan keputusan Kongres Luar Biasa PSSI di Bali tahun 2011. Pemberian saham mayoritas yang ketika itu ditengarai sebagai langkah Nurdin Halid untuk menarik hati klub-klub sebagai pemilik suara di kongres.

Kepemilikan saham mayoritas ini tentu perlu diperjelas statusnya, benarkah klub Liga 1 memilikinya secara hukum, atau hanya pepesan kosong saja untuk menyenangkan hati mereka? Apakah klub turut memberikan penyertaan modal, atau hanya diberi cuma-cuma begitu saja?

Berbagai hal seperti itu yang perlu dijelaskan, sehingga masyarakat tidak bingung kok klub sebagai pemegang saham mayoritas sampai mengancam mau mogok karena kecewa dengan kinerja operator kompetisi.

Saat itu sebanyak 15 klub, tergabung dalam Forum Klub Sepak Bola Profesional Indonesia meminta tiga aspek kepada operator yang menurut mereka sangat penting dan fair. Ketiga aspek tersebut adalah aspek bisnis, teknis, dan legal yang ternyata masih jauh dari harapan.

Kenapa mereka tidak menggunakan haknya sebagai pemegang saham mayoritas untuk minta diadakannya RUPS Luar Biasa? Justru diam saat terjadi pertemuan dengan Ketua Umum PSSI dan PT LIB. Sehingga kesan yang ada para klub garang di luar, tapi diam di dalam.

Perubahan

Belajar dari berbagai kejadian yang ada sejak bergulirnya Liga 1 2017 lalu, sudah saatnya PSSI terus bersikap tegas jika terjadi hal-hal yang merugikan klub. Harus ada keberanian untuk menegur operator kompetisi, meski manajemennya punya hubungan khusus atau berjasa memberi dukungan bagi ketua umum PSSI saat mencalonkan diri.

Keterlambatan membayar hak-hak klub jelas memiliki efek yang negatif, baik terhadap citra PSSI di mata masyarakat dan dunia usaha untuk menjadi sponsor kompetisi. Hal ini tak boleh terulang lagi di kompetisi tahun 2018 ini.

Pada sisi lain, PSSI pun dituntut untuk tidak membuat aturan atau regulasi kompetisi yang tak cuma nyeleneh tapi juga tidak konsisten. Hal itu tampak di kompetisi 2017 lalu tentang keharusan memainkan pemain U-23 yang ditunda tapi lalu dibatalkan. Belum lagi pergantian pemain menjadi 5 orang yang tidak sesuai dengan rule of game FIFA.

Berbagai pelajaran yang sudah didapatkan selama satu musim kompetisi rasanya merupakan modal berharga bagi PT LIB untuk menjadi lebih baik di tahun ini. Tak cuma harus lebih baik, lebih profesional tapi juga lebih membuka diri terhadap pers. Mereka bisa bercermin pada apa yang sudah dilakukan PT Liga Indonesia, yang mudah dihubungi pers dan cepat tanggap jika terjadi sesuatu selama kompetisi.

Selain itu, aspek profesionalitas juga harus lebih tampak untuk menepis keberpihakan kepada klub tertentu, baik karena hubungan khusus atau kepentingan lain.

Jika PT LIB bisa menjadi lebih profesional, tidak terlihat gelagapan lagi, maka nama "Baru" pada dirinya benar-benar memberikan pembaruan manajemen maupun kualitas kompetisi.

Begitu juga dengan PSSI, cukuplah waktu 3 tahun yang tersisa dari kepengurusan baru setelah suspend berakhir untuk menjadi lebih baik. Sehingga Profesional dan Bermartabat yang diusung akan terwujud, tak sekedar slogan semata. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun