Lambannya penanganan berbagai isu oleh PSSI tersebut jelas menimbulkan pertanyaan sejauh mana federasi itu memiliki kesiapan atau bersungguh-sungguh menangani suatu isu. Dimana peran Komite Media yang sama sekali atau nyaris senyap suaranya di media?.Â
Seharusnya PSSI segera memberikan respon begitu muncul suatu isu yang dinilai akan menimbulkan krisis kepercayaan. Pesan itu terbuka dan jujur kepada para pemangku kepentingan (stakeholders), baik itu yang terpengaruh secara langsung atau tidak langsung.
Seorang ahli komunikasi ternama mengatakan, perusahaan atau organisasi punya waktu "minimal 40 menit hingga maksimal 12 jam" untuk memberikan penjelasan versi mereka atas sebuah krisis. Jika organisasi atau korporasi gagal merilis informasi yang relevan, maka kepercayaan publik bisa merosot terhadap informasi yang dikeluarkan kemudian.
Di era media baru saat ini, rentang waktu itu makin singkat, karena informasi beredar begitu cepat dan intens.
Jika dalam rentang waktu tersebut.organisasi atau korporasi gagal merilis informasi yang relevan, maka kepercayaan publik kemungkinan sudah turun terhadap informasi yang akan dirilis di luar time frame  tadi (Pinsdorf seperti dikutip Tan, 2006). Rentang waktu tadi menjadi semakin singkat di era media baru, di mana informasi beredar begitu intens dan  begitu cepat.
Kepengurusan PSSI di bawah Edy Rahmayadi yang saat ini sibuk soal mengurusi pencalonan dirinya sebagai Gubernur Sumatra Utara semestinya tak perlu diajari soal penanganan krisis komunikasi. Bukankah ia dan pendukungnya menjelang kongres pemilihan Ketua Umum PSSI mengusung jargon Profesional dan Bermartabat?.
Krisis yang ada saat ini, sekali tak cuma soal hutang La Nyalla, bisa menjadi suatu turning point bagi PSSI yang dapat membawa permasalahan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk. Jika tidak ditangani dengan baik, umumnya akan berakibat buruk pada kepercayaan, nama baik dan sebagainya. Sebaliknya jika ditangani dengan baik, akan memberi poin tersendiri bagi PSSI.
Sudah saatnya PSSI bersikap serius menghadapi berbagai isu yang ada, bukannya malam melakukan langkah pembiaran. Strategi semacam itu sudah tidak laku di masa kini, di jaman now. Dulu bersikap kepala batu dengan berlindung pada Statuta FIFA, tutup telinga atas berbagai kritik, maka kini langkah itu basi.
PSSI memerlukan strategi komunikasi yang tepat, yang diharapkan dapat menetralisir intervensi pihak ketiga yang mungkin dapat memperparah krisis, mengurangi ketidakpastian, menambah kepercayaan publik dan bahkan dukungan pihak ketiga untuk menyelesaikan krisis yang ada.
Bersikap masa bodoh, pasif dan reaktif tanpa perencanaan komunikasi yang matang pada akhirnya membuat PSSI akan terlihat makin tidak profesional. Imbasnya akan lebih tidak bermartabat seperti yang dijargonkan sendiri. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H