Mohon tunggu...
Johanna RirimasseReal
Johanna RirimasseReal Mohon Tunggu... Wiraswasta - Guru Privat

Membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Roman

Miss Perfect: Senja yang Terlambat (Bab 2)

6 Oktober 2023   17:22 Diperbarui: 6 Oktober 2023   17:24 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Johanna Ririmasse

"Kamu bangun jam berapa sampai terburu-buru, dan lupa bawa buku catatan psikologi umum?!"

Suara Bariton di depanku terdengar berat. Lelaki berwajah oval, dengan lengsung pipit membalikan kursinya berhadapan denganku. Matanya menatapku tajam. Bola mata cokelatnya mengingatkan aku, pada pudel anjing Papa. Pudel juga memiliki bola mata berwarna cokelat. Aku hampir tertawa, saat gambar monitor diotakku mengubah wajah tampan didepanku, hampir mirip pudel.

"Kenapa menatapku dengan senyum meringis?!"

"Eh....Eh, maaf. Kamu tanya apa tadi?!" Aku balik bertanya.

"Pertanyaan pertama atau kedua?" Dia bertanya lagi padaku. Keningnya terangkat, tapi tak menakutkan sih. Wajahnya tetap tampan. 

"Pertama?!"

"Oke, Miss. Kamu dengar pertanyaan pertama yang akan kuulangi." Dia menghela napasnya. "Kamu bangun jam berapa, sampai terburu-buru dan lupa bawa catatan psikologi umum?!"

"Aku bangun jam 5 pagi, baca renungan pagi, berdoa, membereskan tempat tidur, menyiapkan pakaian kuliah, sarapan pagi....."

"Sssttt....! Jawabannya cukup!" Serunya lantang. "Aku hanya tanya kamu bangun jam berapa?! Aku nggak minta kamu menjelaskan kegiatan kamu dipagi hari. Lagian, aku heran. Kamu bangun jam lima pagi, tapi ada saja yang ketinggalan."

"Aku terburu-buru saat memasukan buku tadi pagi."

Lelaki berambut lurus dan berhidung mancung tersebut, mengulurkan sebuah buku kepadaku. "Kamu boleh mencatat catatan psikologi umum hari ini. Tapi...."

"Tapi, ada syaratnya."

"Apa syaratnya?!"

"Aku naksir Miranda. Kamu kenal Miranda?!"

Siapa sih yang nggak kenal Miranda. Gadis cantik, berkulit putih, dengan postur tubuh semampai laksana model papan atas. Tentunya, dikenal seluruh kelas, bahkan seantero mahasiswa psikologi dan mahasiswa lain di kampus kami. Jadi, aku mengangguk tanda mengerti jelas maksudnya.

Suara bariton didepanku mengulurkan tangannya, sambil berkata. "Nama aku Christian. Nama kamu siapa?"

Aku baru ingat, kalau kami belum berkenalan dari tadi. "Nama aku Natalia.."

"Oke, Natalia. Kamu dengar aku baik-baik. Aku akan meminjamkan buku padamu, asalkan kamu membuatkan puisi untuk Miranda. Tentang perasaan aku padanya."

"Puisi?! Aku tidak bisa buat puisi?!"

"Kamu harus bisa! Kalau kamu tidak bisa, maka buku catatan ini tidak akan sampai ketanganmu." Christian menarik buku catatannya kembali.

"Kamu jahat!" Aku berujar, spontan.

"Aku jahat?! Aku nggak curi uang kamu! Aku nggak melecehkan kamu, kan? Kenapa kamu harus bilang aku jahat."

"Karena...karena..., kamu tidaknmau pinjamin buku catatan kamu bila aku tidak membuat puisi!"

"Puisi itu bukan sebuah harta benda yang aku curi dari kamu. Puisi adalah hal sederhana yang aku minta dari kamu,  Miss Natalia." Christian melempar senyum manisnya. Ketika, dia memanggilku Miss Natalia. Aku tak tahu, apa maksudnya memanggilku seperti itu.

Aku menarik napas, meremas tanganku dibawah kolong meja bangku. Lalu, berkata pelan pqda Christian. "Oke, aku akan mengucapkan puisinya. Kemudian, kamu yang menulis."

"Siap!" 

***

Sebuah gambar senja terlintas dimonitor ingatanku, senja di pantai Kuta di Bali. Senja yang berwarna jingga, senja yang aku suka. Tapi, aku jarang menjumpainya di kota Jakarta. Kota metropolitan yang padat dengan gedung pencakar langit, dan udara yang telah bercampur asap kendaraan yang ramai. 

Senja...aku menunggumu di sini...

Disudut kota yang padat...

Senja...aku merasa sepi di sini...

Dibangku taman yang basah...

Hujan telah pergi...

Tapi, bayangannya tak mau pergi...

Aku tak dapat menghilangkan rasa ini...

Rasa yang membuat jantungku berdetak begini...

Senja, bagaimana aku mengatakan kepadanya...

Tentang rasa yang kusimpan padanya...

Aku berharap kau menyampaikan padanya...

Senja yang terlambat datang hari ini, tolonglah aku....

***

"Apakah kamu sedang berperan menjadi senja?"

Aku melotot ke arah Christian. "Aku sudah menolong kamu membuat puisi untukmu. Mana buku catatan psikologi umum?"

Christian meletakan buku catatan psikologi umum ditanganku. "Terima kasih buat puisinya. Aku suka!"

"Terima kasih buat catatan psikologi umumnya. Aku butuh..."

"Oh iya, catatan psikologinya dipulangkan besok ya. Sanpai bertemu besok!"

Aku menaruh buku catatan psikologi umum milik Christian kedalam tas. Lalu berkata kepadanya,"Sampai bertemu besok. Semoga Miranda menyukai puisinya dan membalas perasaanmu..."

Christian tersenyum manis ke arahku, dan berlalu dari pandanganku. Aku menatap tubuh atletis yang menghilang dibalik pintu. Kemudian, menarik napas sedalam-dalamnya. Ah, Miranda memang gadis idaman yang pantas bersanding dengan Christian. Mereka berdua bagaikan senja dan malam, yang serasi untuk menutup hari. Sementara, aku ini siapa?! Aku gadis yang tak menarik bagi Christian. ARGH! Kenapa aku berharap, agar menjadi gadis menarik dimata Christian.

Aduh! Aku buru-buru mereda perasaanku, dan menutup pesona Christian dari ingatanku. Kemudian, aku mengingatkan diriku sendiri. "Kamu hanya sebatas kabut yang menghilang dibalik awan. Tak akan terlihat dalam pandang..."

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun