Penulis: Johanna Ririmasse
"Kamu bisa nggak tak mengejek anak itu?!" Kataku, tegas. Aku menatap Delima yang sedang mengusil gadis kecil, yang mengamen di tempat kami makan.
"Baju kamu sudah dipakai berapa lama sih?! Kucel dan bau gitu! Weeah!"
"Deeeellliiima! Mulut kamu bisa diam nggak?!"
"Kamu kenapa sih?! Aku kan cuma tanya tentang bajunya, Linda?! Kamu nggak lihat tuh?! Bajunya mang kucel dan bau gitu!"
"Iya, aku tahu!" Kataku, nyolot ke arah Delima. "Tapi, dia kan nggak minta kamu cuci bajunya."
"Yeah, aku kan juga nggak ingin cuci bajunya kali! Aku kan bukan mamanya."
"Kalau begitu, kamu juga nggak perlu mengomentari bajunya juga kali!" Aku masih berkata tegas kepada Delima. Kemudian, aku menurunkan suaraku perlahan. Lalu, aku berkata kepada gadis cilik yang menjajah suaranya tadi untuk kami. "De, maafkan teman aku ya."
"Tidak apa-apa, Kak. Baju aku memang kucel dan bau. Aku tak punya banyak baju. Dan, baju ini yang suka aku pakai." Jawab gadis kecil itu, sambil berlalu dari hadapan kami.
"De, sebentar!" Aku berlari mengejar gadis kecil yang mengamen di meja kami tadi. "Ini buat kamu. Semoga bisa beli baju baru ya." Kataku, sambil menyelipkan selembar uang seratus ribu ditangannya. Kebetulan, aku baru terima gaji bulan ini. Yeah, aku memang tak bisa memberi banyak sih. Tapi, aku berharap semoga cukup untuk membeli sepasang baju untuknya.
"Kak, terima kasih ya."
Aku mengangguk sambil menyalami gadis kecil tersebut. Kemudian, aku kembali ke meja, tampat aku dan Delima makan siang. Namun, aku tak menyangka mendengar semburan Delima yang tajam. "Jadi, kamu lebih memilih membela pengamen kecil berbaju kucel dan bau itu, dari pada aku! Oke, aku tak akan lagi mengajak kamu makan dan mentraktir kamu lagi!" Delima berdiri dari duduknya. "Silahkan bayar tagihan kamu sendiri!"
Aku hanya menatap Delima yang telah berlalu dari hadapanku. Aku tahu, Delima memang sering mengajak aku makan dan mentraktir aku. Tapi, aku sadar dan memilih. Lebih baik aku memilih mengikuti hati nuraniku, yang masih memiliki rasa kemanusian, dari pada makan gratis dari seorang teman yang tak memiliki rasa kemanusiaan. Aku merogoh isi dompetku. "Puji Tuhan! Aku masih punya uang untuk membayar tagihan makananku! Ah, Percuma makan gratis kalau kehilangan rasa kemanusiaan!"
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H