Mohon tunggu...
Johanna Ririmasse
Johanna Ririmasse Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

L.N.F

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bunga Matahari

3 Juni 2016   17:46 Diperbarui: 3 Juni 2016   17:50 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puteri Kecil adalah nama Taman Bunga yang diusahakan Oma Lily sejak masih muda. Oma Lily adalah puteri bungsu didalam keluarganya. Semua anggota keluarga senang memanggil Oma Lily Putri Kecil sejak masih kecil. Nama Taman Bunga Puteri Kecil diberikan sesuai dengan nama kecilnya.

Beberapa Pembeli bunga akan datang, untuk membeli bunga kesukaan mereka atau sebagai hadiah. Setiap melihat Pembeli bunga yang datang, bunga-bunga di taman bunga Puteri Kecil akan bertengkar, tentang siapakah bunga yang paling disukai dan paling sering dibeli.

“Hai, lihat! Seorang pemuda sedang menuju Taman Bunga Puteri Kecil!” Melati, salah satu bunga di Taman Bunga Puteri Kecil berseru senang.

“Wah! Aku berharap, hari ini aku yang akan dibeli.” Kata Matahari, bunga kuning yang berbentuk laksana sang surya yang sedang bersinar.

“Eh, tunggu dulu! Kemarin, aku sudah dibeli oleh dua orang Pemuda. Pastinya, aku juga yang akan dipilih untuk dibeli hari ini!”

“Belum tentu kamu yang akan dibeli, Mawar. Mungkin saja bunga lain yang akan dipilih oleh Pembeli tersebut!” Sanggah Matahari lagi.

Melati mengangguk kelopaknya, tanda setuju. “Setiap bunga mendapat kesempatan untuk dipilih dan dibeli.”

“Tapi kan bunga Mawar adalah bunga yang memiliki banyak warna. Tentunya, bunga Mawar memiliki kesempatan yang banyak diantara bunga yang hanya memiliki satu jenis warna.”

“Maksudmu, aku hanya memiliki satu jenis warna begitu?!” Bunga Matahari yang hanya berwarna kuning tersebut, setengah berteriak menatap Mawar putih.

Bunga Anggrek yang beraneka warna, ikut mengingatkan Mawar. “Mawar, sebuah bunga disukai dan dipilih bukan hanya karena warnanya. Mungkin, ada alasan lain yang membuat sebuah bunga disukai dan dipilih.”

“Yeah, kita lihat saja nanti! Bunga manakah yang akan dibeli Pemuda tersebut!”

“Oma, apakah bunga matahari ini cocok untuk kuberikan kepada kekasihku?!” Anak muda yang tampak akrab tersebut, bertanya ringan kepada Oma Lily.

“Oma belum tahu pasti bunga kesukaan kekasihmu, Nak.”

“Oh, Oma! Kekasihku menyukai Mawar merah!”

Rasanya kelopak bunga Matahari ingin menutup ketika tangan Pemuda tersebut, beralih menyentuh satu pot Mawar merah yang sedang bermekaran dengan indahnya.

“Kamu lihat sendiri. Bunga Mawar juga yang dipilih.”

Melati menghibur Matahari. “Matahari, jangan kecewa. Yakinlah, ada Pembeli lain yang akan memilih dirimu juga.”

“Tapi, Melati. Apa yang akan dilihat dari aku selain setangkai bunga yang berwarna kuning?” Matahari berbisik, sedih.

Belum habis kesedihan Matahari, tiba-tiba terdengar suara pembeli yang datang. “Kakek, lihat! Mawar putih itu menarik sekali!” seorang Nenek yang berumur separuh baya, berjalan cepat menghampiri bunga Mawar putih. Tangannya membelai dan mencium Mawar putih lembut.

Matahari, Melati dan Anggrek Ungu saling menatap tanpa kata. Mawar putih yang dibelai dan dicium oleh sang Nenek, tersenyum senang dan bangga.

“Nenek, aku pernah membeli Mawar putih untukmu saat pertama kali menyatakan cinta kasihku. Mawar putih adalah salah satu bunga yang melambangkan perasaan cinta kasih yang lugu dan murni.”

Nenek tersenyum malu-malu. “Kakek jadi mengingatkan aku saat kita muda dulu.”

Kakek berdehem sebentar seakan ingin menggoda Nenek, kekasih hati yang telah menjadi isterinya. “Melati putih telah kusematkan dirambutmu, saat kita menikah dulu. Melati yang harum dan berwarna putih adalah lambang ketulusan dan kesucian cinta kasih didalam sebuah pernikahan.”

Kakek mengambil tangan Nenek dan menggenggamnya lembut dan penuh kasih. “Sekarang, aku ingin memberikan bunga Matahari sebagai hadiah istimewa di hari ulang tahun pernikahan kita.”

“Kenapa harus bunga Matahari, Kakek?!” Nenek bertanya, heran.

“Bunga Matahari mempunyai bentuk seperti matahari. Arah bunga matahari selalu setia menghadap matahari yang bersinar menyinari bumi, mengikuti kehendak Tuhan. Warna kuning juga melambangkan kebahagiaan.”

Kakek memetik setangkai bunga Matahari, lalu menciumnya lembut. “Bunga Matahari ini adalah lambang kesetiaan dan kebahagiaan cinta kasih selama 50 tahun pernikahan kita. Aku dan kamu telah berjanji di hadapan Tuhan di altar pernikahan. Kita juga telah saling setia pada janji dan kebahagiaan cinta kasih kita.”

“Kakek…” Nenek membalas pelukan dan cium sayang dari sang Kakek. Kebahagiaan dan kesetiaan cinta kasih yang lugu, murni, tulus dan suci, terpancar dalam kehidupan Kakek dan Nenek.

Mawar, Anggrek, Melati dan Matahari juga tidak bertengkar lagi. Mereka kini mengerti, mereka dipilih dan dibeli dengan tujuan dan makna kehadirannya masing-masing. Mereka pun turut merasakan dan mewakili kebahagiaan, kesetiaan dan ketulusan cinta kasih Kakek dan Nenek.

“Ketika kamu merasa putus asa untuk mengejar mimpimu, maka bayangkanlah jika kamu adalah sebuah bunga matahari. Karena dia akan selalu mengejar dan mencari sinar matahari walau dalam keadaan mendung sekalipun…”

***

(Writer : Johanna Ririmasse)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun