“Oma, apakah bunga matahari ini cocok untuk kuberikan kepada kekasihku?!” Anak muda yang tampak akrab tersebut, bertanya ringan kepada Oma Lily.
“Oma belum tahu pasti bunga kesukaan kekasihmu, Nak.”
“Oh, Oma! Kekasihku menyukai Mawar merah!”
Rasanya kelopak bunga Matahari ingin menutup ketika tangan Pemuda tersebut, beralih menyentuh satu pot Mawar merah yang sedang bermekaran dengan indahnya.
“Kamu lihat sendiri. Bunga Mawar juga yang dipilih.”
Melati menghibur Matahari. “Matahari, jangan kecewa. Yakinlah, ada Pembeli lain yang akan memilih dirimu juga.”
“Tapi, Melati. Apa yang akan dilihat dari aku selain setangkai bunga yang berwarna kuning?” Matahari berbisik, sedih.
Belum habis kesedihan Matahari, tiba-tiba terdengar suara pembeli yang datang. “Kakek, lihat! Mawar putih itu menarik sekali!” seorang Nenek yang berumur separuh baya, berjalan cepat menghampiri bunga Mawar putih. Tangannya membelai dan mencium Mawar putih lembut.
Matahari, Melati dan Anggrek Ungu saling menatap tanpa kata. Mawar putih yang dibelai dan dicium oleh sang Nenek, tersenyum senang dan bangga.
“Nenek, aku pernah membeli Mawar putih untukmu saat pertama kali menyatakan cinta kasihku. Mawar putih adalah salah satu bunga yang melambangkan perasaan cinta kasih yang lugu dan murni.”
Nenek tersenyum malu-malu. “Kakek jadi mengingatkan aku saat kita muda dulu.”