"Nama saya Bu X, ngajar di SMPN 10 Ngabang Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Di sekolah saya hanya ada 10 guru. Jadi, satu guru bisa mengajar beberapa mata pelajaran" cerita bu guru itu suatu hari dalam sebuah seminar.
---
Bayangkan, sebuah SMP Negeri hanya memiliki 10 guru, sedangkan guru jenjang SMP adalah guru mata pelajaran, bukan guru kelas. Akibatnya, satu guru mengampu beberapa mata pelajaran meskipun tidak linear ijazahnya.
Cerita di atas merupakan satu dari sekian puluh cerita senada yang pernah saya dengar langsung dari teman-teman guru di luar Pulau Jawa. Ada ketimpangan yang sangat luar biasa antara kebutuhan guru dengan distribusinya.
Di Jawa, jumlah guru sedemikian melimpah hingga banyak guru kesulitan memenuhi kewajiban 24 jam tatap muka setiap minggunya. Akhirnya, guru kelimpungan mencari sekolah lain guru mencukupi jumlah jam minimal tersebut.
Di Medan, Padang, Pontianak, Samarinda, Palangkaraya, Belitong, Makassar, Manado, Ambon, Papua dan daerah 3 T, jumlah guru sedemikian sedikit sehingga sekolah kelimpungan untuk memenuhi kewajiban memberikan pendidikan kepada anak-anak.
Sekarang, bandingkan dengan lulusan LPTK. Kompas mencatat, jumlah sarjana pendidikan mencapai 254.669 orang. Dengan memperhatikan jumlah itu, akan diapakan sarjana pendidikan itu: disuruh jadi guru honorer dengan upah sekadarnya di Jawa atau ditawarkan untuk mengajar ke sekolah-sekolah yang amat membutuhkan kesarjanaannya?
Berkali-kali saya pernah menulis, bahwa telah terjadi kesalahan fatal atas kebijakan di bagian hulu LPTK. Dahulu, begitu mudahnya perguruan tinggi membuka program studi keguruan (baca: FKIP) tanpa dibarengi oleh ketersediaan lapangan kerja (baca: sekolah penampung).
Tahun 2018 - 2020 merupakan puncak gunung es dunia pendidikan karena akan terjadi ratusan ribu guru memasuki masa pensiun. Saat itulah akan terjadi situasi yang sangat membahayakan dunia pendidikan karena adanya ketimpangan pengangkatan CPNS guru dengan kebutuhannya.
Saya sangat berharap agar ada penataan yang komprehensif dan visioner sehingga masalah ketimpangan guru akibat kesalahan distribusi tidak terjadi lagi.
Catatan:
Tulisan di atas juga diunggah ke facebook saya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H