Jumlah guru yang sangat banyak ini tentu akan menjadi rebutan para calon kepala daerah. Mereka tentu akan berusaha sekuat tenaga agar mendapat dukungannya. Oleh karena itu, bujuk-rayu dan janji-janji pun mulai dilontarkan. Namun, cara-cara itu tentu tidak akan efektif karena guru tentu berpikiran maju dan cerdas sehingga mereka tidak mudah dibujuk rayu begitu saja.
Untuk mendapatkan simpati guru, para calon kepala daerah perlu memperhatikan tiga hal berikut. Pertama, perhatikan kesejahteraan. Banyak guru, khususnya guru non-PNS, belum mendapat penghasilan yang layak meskipun sudah mengabdikan diri bertahun-tahun. Bertahun-tahun pula mereka hanya disuguhi janji-janji oleh kepala daerahnya tanpa satu pun yang ditepati.
Bagi guru yang tersertifikasi, Tunjangan Profesi Guru (TPG) pun sering terlambat pencairannya. Masalah hak kesejahteraan ini sering menjadi bahan diskusi di internal guru sehingga dapat menghambat kinerjanya. Oleh karena itu, calon kepala daerah perlu memperhatikan masalah ini dan memberikan solusinya.
Kedua, birokrasi kontraproduktif. Banyak guru dirugikan dengan beragam kebijakan kontraproduktif. Jika guru naik haji, umroh, kuliah, atau sakit, TPG diancam dipotong. Guru tentu was-was dengan kebijakan itu. Seharusnya kepala daerah mendukung niat luhur guru untuk naik haji, umroh, atau kuliah demi pembentukan karakter ketakwaan dan meningkatkan profesionalitas. Bahkan, sungguh sangat ironis jika TPG guru dipotong karena sakit sehingga tidak bisa mengajar. Adakah guru yang ingin sakit?
Jika toh TPG harus dipotong karena naik haji atau beribadah umroh, hendaknya informasi itu disampaikan secara santun yang tidak bernada mengintimidasi guru. Guru pasti memaklumi pemotongan TPG karena memang sedang mengambil hak cuti. Informasi dengan nada intimidasi jelas kontraproduktif karena guru akan dihantui perasaan takut.
Ketiga, perhatikan kariernya. Banyak guru terhambat kariernya tanpa sebab yang jelas meskipun guru-guru itu sudah menyumbang prestasi terbaik bagi daerahnya. Banyak guru tidak lolos penjaringan kepala sekolah atau seleksi jabatan lain meskipun memiliki sederet pengalaman dan prestasi. Jika calon kepala daerah berani menjamin kariernya, pasti guru akan memberikan dukungan.
Guru memang jarang memikirkan kariernya karena perhatiannya tertuju kepada tugas pokok dan fungsinya. Terlebih beban mengajar guru mencapai 24 jam per minggu yang jelas menuntut manajemen waktu, fisik, dan tugas yang sangat ketat. Meskipun demikian, guru tidak berarti menanggalkan keinginannya untuk berkarier. Karena itulah, guru selalu berusaha mengikuti beragam kompetisi dengan biaya sendiri. Semangat ini mestinya dihargai kepala daerah dengan menjamin kariernya agar prestasinya itu dapat ditiru oleh guru lain, para siswa, dan masyarakat pendidikan.
Guru itu profesi yang sangat mulia karena menjadi subjek pembentukan generasi bangsa. Guru selalu berusaha meningkatkan kompetensinya dengan biaya sendiri meskipun bertumpuk-tumpuk tugas harus diselesaikannya. Meskipun sudah berusaha sekuat tenaga, toh banyak orang masih beranggapan bahwa tugas guru hanya mengajar.
Mengajar hanya satu dan tujuh tugas guru lainnya dan keenam tugas lain tidak dipahami oleh mereka. Oleh karena itu, semestinya guru mendapatkan beragam kemudahan dari kepala daerah agar mereka nyaman bekerja. Kepala daerah harus menjamin kariernya, mendukung upaya guru yang ingin meningkatkan profesionalitasnya, dan memperhatikan kesejahteraannya.
Dengan kenyamanan yang diberikan, tentu guru akan mampu meraih prestasi tinggi yang kelak dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) daerahnya. Jika prestasi itu mampu diraih guru, kepala daerah jelas akan terangkat namanya. Maka, kepala daerah seharusnya menghargai prestasi guru dengan memberikan kesempatan kepadanya untuk berkarier. Inilah kepala daerah dambaan para guru.
Catatan: