Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Sukses

13 Juni 2015   17:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:04 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Johan Wahyudi

jwah1972@gmail.com

Guru SMP Negeri 2 Kalijambe

 

Baru saja para siswa segala jenjang (SD/MI, SM/MTs, SMA/ SMK/ MA) merayakan kelulusan. Perjuangan bertahun-tahun itu telah membuahkan hasil yang begitu menggembirakan. Oleh karena itu, sangat wajar jika di banyak tempat terjadi euforia kegembiraan. Rasa bahagia tidak hanya dirasakan oleh para siswa, tetapi guru dan orang tua tentu menikmatinya pula.

Berkenaan dengan kelulusan itu, guru akan menjadi sorotan masyarakat atas pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Seperti telah diketahui bahwa hasil UN masih dijadikan tolok ukur keberhasilan sekolah dalam mendidik para siswanya. Jika para siswa mampu meraih prestasi tinggi, sekolah dan guru dinilai berhasil. Sebaliknya, guru dan sekolah dinilai gagal jika nilai UN para siswanya rendah. Bahkan, caci maki akan diberikan jika ada siswa yang tidak lulus.

Guru sukses bukanlah guru yang hanya mampu memberikan prestasi akademik tinggi kepada para siswanya. Guru sukses adalah guru yang mampu mengubah perilaku para siswa. Ada tiga kriteria untuk menyebut guru sukses. Pertama, mampu mengubah perilaku siswa nakal menjadi santun. Di sekolah-sekolah tertentu, banyak siswa nakal dan tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari gurunya.

Guru enggan, bahkan takut, menegur siswa nakal karena dikhawatirkan siswa pindah sekolah atau melaporkan gurunya jika terjadi kekerasan fisik. Seharusnya guru tidak boleh takut, bahkan menjadi sebuah kewajiban, menegur siswanya yang nakal agar berperilaku santun. Justru keberanian guru sangat diperlukan agar para siswa segan dan menaruh hormat kepada gurunya.

Kedua, mengubah awam menjadi ilmuwan. Guru merupakan sumber belajar paling penting di sekolah. Sebagai narasumber utama di kelasnya, guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup sehingga para siswanya bisa dicerdaskan. Namun, penguasaan pengetahuan saja belum cukup. Guru perlu pula mahir menyampaikannya kepada para siswa.

Agar memiliki kecakapan, guru perlu menguasai beragam metode pembelajaran. Karena setiap siswa memiliki keunikan, guru perlu menyelaraskan metode mengajarnya agar materi pelajaran dapat dipahami dengan baik. Variasi metode pembelajaran itu akan memotivasi para siswa sehingga pembelajaran bisa dilaksanakan secara efektif. Timbulnya motivasi itulah yang akan membentuk kepribadian siswa menjadi calon ilmuwan.

Ketiga, mengubah sifat malas menjadi terampil. Guru tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga memberikan bekal keterampilan kepada para siswa. Masing-masing pelajaran memiliki potensi keterampilan yang bisa dikembangkan guru sehingga potensi siswa pun bisa berkembang. Selain itu, potensi masing-masing siswa juga akan menghasilkan beragam kreativitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun